ALNIS 19

7.4K 380 36
                                    

Waktu sudah menunjukkan jam 5 sore, sedangkan Aldy dan yang lainnya masih berada di kawasan Bedugul. Perjalanan mereka sedikit terganggu karena hujan yang tiba-tiba turun mengacaukan segalanya. Saat ini, mereka sedang menepi dan beristirahat di sebuah Cafe yang cukup besar juga luas dengan pemandangan alam memanjakan mata, serta udara pegunungan yang menyejukkan tiap rongga dada karena menghirup udaranya. Hujan membuat mereka terdampar cukup lama di sana, beruntung makanan yang ada di Cafe tersebut cukup enak untuk menemani mereka bercengkerama sampai hujan reda. Berbeda dengan Aldy yang tentu malah bersyukur juga beruntung karena gara-gara hujan turun, membuatnya semakin bisa berlama-lama menghabiskan waktu bersama Nisa. Apalagi ketika Nisa menempel dengannya karena hujan turun ketika masih berkendaraan, sehingga membuat Nisa berpegangan erat ke pinggang dan perut berkotaknya serta menyembunyikan wajah di punggung lebar Aldy agar terhindar dari hujan. Aldy tentu sangat bahagia karena bisa berdekatan, bahkan bersentuhan kulit dengan gadis dan entah sejak kapan telah bersemayam di hatinya yang selama ini membeku.

Saat ini, pakaian mereka sudah basah dan tak bisa menggantinya karena tak ada outlet pakaian, sehingga terpaksa membiarkannya mengering di badan. Aldy menatap Nisa yang terlihat menggigil, apalagi ketika angin berhembus membuat bulu kuduk meremang. Aldy menatap bibir Nisa yang pucat karena dingin dan sekilas pikiran mesum tiba-tiba saja berputar di otaknya yang selama ini suci bagai debu.

"Kalau gak ada orang, gue cipok, tuh, bibir biar hangat!" suara batin aldy bermesum ria tanpa sadar wajahnya ikut terlihat aneh karena senyum tipis tiba-tiba muncul dan membuat Nico berkerut kening bingung.

"Eh, Bagong! Kenapa lo senyum-senyum sendiri? Geli gue lihatnya macam orang sange!" suara Nico terdengar nyaring membuat Nisa dan Niken ikut mengalihkan pandangannya ke Aldy yang mendadak kaget dan hancur lamunan mesum yang sudah dia bangun sejak tadi.

"Senyum apaan? Perasaan lo doang keles!" sahut Aldy mengelak dan memutar bola matanya malas.

"Sial! Gue kepergok raja mesum!" gumam Aldy dalam hati.

"Cih! Ngeles bae kayak grobak sayur. Pasti lagi pikir mesum lo, ya?" timpal Nico yang tak mudah percaya dan yakin jika sahabat seperguruannya sedang bermesum ria karena melihat Aldy yang terus-terusan menatap Nisa tak berkedip.

"Suwe lo! Otak lo gak jauh-jauh dari mesum!" jawab Aldy sewot dan masih mengelak.

"Yaelah, Al. Gak apa lo pikir mesum juga karena tandanya normal. Hanya tinggal diasah doang, tuh, golok biar tajem kayak punya gue yang kena senggol langsung bacok!" timpal Nico semakin menjadi sambil terkekeh.

"Itu golok lo yang ngasah mulu kerjaanya, kamvret!" jawab Aldy lagi sambil melempar kulit kacang ke wajah Nico yang mesam-mesem.

"Nah, lo tahu! Gue kalo gak ngasah langsung karatan, njirrr!" cicit Nico semakin menjadi dengan wajah menyebalkan.

Nisa dan Niken yang menyaksikan adu mulut antara dua sahabat itu hanya geleng kepala karena sejak tadi memang selalu seperti itu, selalu adu mulut, tapi tak terpisahkan. Malas menanggapi, Nisa beranjak dari duduknya. Namun, belum sempat melangkahkan kaki, Aldy langsung meraih tangan Nisa dengan cepat.

"Mau ke mana?" tanya Aldy tiba-tiba dan mata Nisa mengerjap sesaat, lalu tersenyum lembut.

"Mau ke toilet. Ikut?" sahut Nisa dan malah menawarkan.

"Ikut, ah! Yuk!" jawab Aldy dan langsung beranjak untuk mengekori Nisa di belakang.

"Tuh, kesempatan, Al! Ngasah sekalian, ya, mumpung ada batu granitnya. Asah yang kencang biar langsung tajam dan jangan lupa sambil desah-desah, aaaaaahhh!" ucap Nico sambil berteriak karena Aldy sudah beranjak menyusul Nisa dan langsung dibekap mulutnya oleh Niken.

Niken yang melihat kelakuan bar-bar Nico merasa geram karena beberapa pasang mata para pengunjung menatap tak suka ke arah mereka dan membuat Niken terserang malu mendadak oleh perbuatannya.

'Mmmpppptt'

"Mulut lo astagaaaaa ... bisa gak kalem sedikit?" gerutu Niken setelah melepas tangannya dari mulut Nico dan menatap tajam.

"Gue mana bisa kalem, Ken. Kalau gue kalem yang ada Merry pasti ninggalin gue dan cari cowok lain karena kurang ganas saat di ranjang!" suara Nico justru membahas kegiatan ranjangnya dengan sang pacar.

"Bodo amat dengan urusan ranjang lo! Gue malu, bege! Lo teriak-teriak kayak kucing garong mau kawin, sompret!" ucap Niken setelah menjitak kepala Nico dengan kuat karena gemas.

"Cieeee ... yang sering nonton kucing kawin, seru ye? Ikut nimbrung, gak?" ledek Nico yang malah berbalik menjahili Niken dan kini melotot menatapnya tajam.

"Bangke! Gue gak mesum kayak lo! Jangan disamain!" sahut Niken semakin kesal.

"Yayayaya ... ya sudah. Ayo kita ke sana!" ajak Nico sambil mengarahkan jari telunjuknya ke ujung ruangan yang sepi dan diikuti oleh mata Niken.

"Ngapain? Gelap gitu!" sahut Niken bingung.

"Nemenin gue ngasah golok!"

****

Di Jakarta, Adinata sedang duduk di ruang makan sambil menunggu Maria menyiapkan makanan untuk makan malam. Sambil menunggu, Adinata membaca koran langgananya yang belum sempat dibaca sejak pagi. Adinata memang lebih suka membaca koran dibandingkan menonton TV, sehingga fungsi TV memang sangat jarang digunakan olehnya dan hanya Maria yang sering menonton film India kesukaannya ditemani Sri yang sama-sama penggemar Bollywood. Tak berapa lama, masakan siap dan acara makan malam pun dimulai. Sri kebetulan sedang tak ada di rumah karena mengambil barang belanjaan yang tertinggal di warung Koh Yonggi, hingga tak berapa lama, terdengar langkah yang perlahan mendekat, dan memasuki ruang makan.

"Kok cepat, Sri?" tanya Maria yang melihat Sri sudah kembali.

"Iya, tadi pas di depan ketemu anaknya Koh Yonggi mau ke rumah anter belanjaan yang tertinggal," jelas Sri yang langsung membongkar plastik belanjaan dan menatanya ke lemari.

"Ya sudah, ayo makan dulu!" pinta Maria kemudian. Adinata hanya memandang interaksi keduanya sambil mengunyah makanan yang dimasak oleh Maria karena sengaja memasak masakan favoritnya.

"Ma, bagaimana Aldy? Apa sudah ada kabar terkini?" tanya Adinata terdengar di sela kunyahannya.

"Tempo hari bilangnya sudah dapat dan sedang dipepet, Pa!" sahutnya cepat sambil mengambil sepotong daging.

"Terus?"

"Mama kasih waktu seminggu buat katakan cinta dan kalau belum juga dilakukan, Mama yang turun tangan meluncur ke sana," terang Maria tentang ancamannya ke Aldy.

Adinata yang mendengarnya hanya mengangguk dan kembali memasukkan sesendok nasi ke mulutnya, hingga sebuah notif pesan masuk ke handphone milik Maria yang tergeletak di meja tak jauh darinya. Tangannya meraih benda tersebut dan menyentuh layar handphone tersebut, lalu mulai melihat apa isi dari pesan yang masuk.

"Calon mantu Mama, tuh!"

Begitulah bunyi pesan yang dikirimkan oleh Aldy kepada Maria yang cerewet. Sebuah foto seorang gadis memakai jeans dengan sweater oversize dan rambut terurai panjang.

"Pa, calon mantu kita, nih!" suara Maria kencang melihat apa yang dikirim Aldy dan langsung beranjak memutari meja untuk menghampiri Adinata yang terlihat penasaran.

"Sini, Papa lihat!" pinta Adinata yang kini menerima handphone milik Maria.

"Kok dari belakang! Mana mukanya?"

TELAT JODOH (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang