Part Four

78.1K 722 1
                                    

Tepat pukul enam sore kami memutuskan untuk segera pulang, mengingat besok adalah MONSTERDAY― Monday. Setibanya kami di apartement, Nathan memutuskan untuk segera tidur mengingat dia sangat kelelahan Karena telah mengendarai mobil selama 3 jam akibat macet, sampai-sampai dia tak sempat membersihkan dirinya.

Sepanjang perjalanan pulang tadi aku hanya tertidur di kursi belakang, nathan memaksa ku, katanya agar aku dapat tidur dengan nyenyak. ‘kenapa dia jadi perhatian begini sih?’ batinku penasaran.

 Selesai aku membersihkan tubuh ku, lalu pergi ke dapur untuk membuat coklat panas. saat membuka pintu lemari makan, aku melihat benda itu. ‘deg..’ memori itu mulai berputar seolah-olah seperti tayangan film.

Flashback

‘ayo sayang, bukan kah tadi kau yang meminta ku untuk makan malam bersama mu?’ Tanya laki-laki yang berada di hadapan jess.

‘aku memang meminta mu untuk menemaniku makan malam Drew, tapi bukan begini!’ jess menatap kesal pada Drew.

‘kau memang tak pernah mau melakukan hal romantis bersamaku, jess!’ terlihat sekali bagaimana raut kesal yang terpampang di wajah Drew.

‘bukan itu maksud ucapanya terhenti, Drew sedang menatapnya sinis lalu apa?! nadanya mulai meninggi. baiklah maafkan aku Drew, ayo kita makan bersama..’

Jess mulai mengambil satu helai spaghetti, kemudian memasukan ujung spaghetti itu kedalam mulutnya dan ujung lainnya di masukan kedalam mulut Drew. Drew mulai menghisap spaghetti yang ada di mulutnya, begitu juga dengan Jess

. Jess mulai menutup mata saat hembusan nafas Drew berada tepat di depan wajahnya. Semakin Drew mendekati wajahnya, semakin cepat debaran yang keduanya rasakan.

 Jess semakin tak sanggup membuka matanya saat dia dapat merasakan bibir lembut milik Drew menyentuh bibir tipisnya, lalu menghisap spaghetti yang ada didalam mulut Jess.

Drew menggunakan lidahnya, menarik dan membelit lidah jess, tangannya mulai bergerilya di punggung dan rambut jess. Ciuman yang dilakukan Drew semakin panas membuat tubuh jess bergetar hebat.

‘stop it.’ Ucap jess sambil melepaskan ciuman nya.

“what happens, Jess?’ Tanya Drew bingung, ‘sepertinya, aku tak dapat melanjutkanya drew.’ Drew mulai menatap mata cokelat milik Jess tajam, dia tak mengerti apa yang diucapkan kekasihnya ini.

‘ak…aku hanya tak bisa melakukannya.’ Dengan cepat Jess menegakan tubuhnya, melangkah kearah sofa milik Drew dan mengambil tas kulitnya. “maaf. Aku harus pergi.”

Secepat kilat Jess meninggalkan apartement milik Drew, sedangkan Drew masih terdiam heran ditempatnya sambil menatap pintu yang dilewati oleh Jess.

Jess menyetop taxi yang melintas dihadapanya, Jess menangis sesenggukan saat dia sudah berada didalam taxi, ‘maafkan aku Drew, aku wanita pengecut, tak pantas dengan laki-laki setulus dirimu.’ ucap Jess lirih.

Ia membuka tas kulit miliknya untuk mengambil handphone nya, tangan nya menyentuh suatu benda yang terbuat dari kaca, kecil, dan bening. Gelas bir. Milik Drew. Tangisan Jess kembali mengeras.

 ‘ini. Ambilah nona.’ Jess menegok kearah suara supir taxi tersebut, mengambil tissue dan hanya membalasnya dengan senyum tipis.

Flashback off                                                                                                                   

aku mengambil gelas bening itu, menatapnya seakan gelas kaca itu adalah satu-satunya wadah memori yang tak pernah bisa untuk ku lupakan, tanpa sadar air mulai menggenang di ujung pelupuk mata. mencoba untuk menghapus nya tapi yang terjadi, aliran air mata ku jatuh semakin deras.

“hei jess, apa yang kau lakukan?” aku tersentak mendengar suaranya, Nathan telah berada disamping ku, “kenapa?” wajah datar milik Nathan langsung berubah menjadi heran saat aku menorehkan wajahku “tak apa,” perasaan takut itu kembali menyelimuti diriku.

“ehm.. okay. Lebih baik kau tidur dan tenang―lupakan apa yang kau rasakan.” Ucap Nathan sambil menepuk puncak kepala Jess lembut. “trims,nathan.”

 aku melangkahkan kaki dengan goyah, pikiran ku benar-benar menguras tenaga. Sesaat pandangan diruangan tempatku berdiri memudar, kemudian menghitam.

Udara dingin terasa sangat menusuk dikulit, mata ku mulai terbuka dan secercah cahaya langsung menyerbu penglihatan. aku menyipitkan mata, “hei.. are you okay?” Tanya nathan kawatir. “its okay, boy. I’m fine." senyum tipis menyeringai wajah ku “mau ku ambilkan makanan?” “no, thanks.”

Wajah kawatir yang terlukis di wajah nathan tak bisa disembunyikan, kalau begini aku bingung juga dengan sikap Nathan yang mudah berubah seperti ini.

 Terkadang dia laki-laki yang baik, perhatian, dan romantis. Tapi dia juga dapat berubah menjadi laki-laki yang menyebalkan, egois, dan cabul.

 “selama seminggu kedepan kamu gak usah bekerja dulu.” Kini ucapannya terdengar sangat lembut di telinga. “apa?? Enggak, gak bisa than. Kerjaan ku bakal menumpuk.” Pekik ku.

 Bagaimana bisa dia meninggalkan perkerjaanya begitu saja. “demi kesehatan mu.” Perintah nathan, aku hanya menghela nafas, “dan, satu lagi, kata dokter kau terkena tipus. Jadi jangan coba-coba melakukan apa pun yang membuatmu lelah.”

Mendengar pernyataan itu seringaian lebar tercetak diwajahku, “termasuk dalam konteks bercinta, aku yakin itu.” Gumamku girang,

“akan kubuat pengecualian untuk itu jess, cepat makan roti dan minum obatnya, lalu beristirahatlah.” Ucap Nathan dengan tepukan lembut di puncak kepala ku kemudian berdiri untuk melangkah kearah sofa, belum sempat Nathan berdiri, aku segera menarik pergelangan tangannya dengan kuat, “hei apa hmpp―”

segera  saja ku bungkam bibir lembut milik Nathan dengan membelitnya, kepala nathan yang berada diatas pangkuan ku, memudahkan diriku untuk mencumbu Nathan.

 Sekarang lidah ku mulai bergerak kearah hidung nathan, ku jilat  hidungnya yang mancung, kemudian mata, pelipis, pipi, hidung, dan telinga. “kau..men..jadi sangat shhhssss.. liar, girl.” Desahan Nathan membuat libidoku semakin bersemangat untuk mencumbunya. “kau mau susu sayang?”


unbelievableTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang