part 2

103K 854 1
                                    

Aku membuka mata ku, cerah matahari menyilaui pandangan ku. saat pandangan ku terarah kepada tangan yang menyibak tirai kamar ku, aku terperangah. “bagaimana tidur mu jess?” Tanya ibuku. Entah apa yang dilakukanya sekarang di apartement ku. refleks aku segera menegakan tubuh ku dan duduk bersandar di ranjang ku. aku mengamati sekeliling ku, mencari laki-laki itu tapi aku tak berhasil menemuinya. ‘sial dimana dia?’ umpat batin ku.

“kau mencari Nathan, jess?” ibu mendekat kearahku dan duduk tepat di samping ku. “kemana dia mom?” Tanya ku, sebenarnya aku tak terlalu peduli dengan kehadirannya. Tetapi karena ada ibu di apartement inilah yang membuat ku jadi bertanya-tanya, pasti ada sesuatu yang ingin dia bicarakan. Aku membutuhkan Nathan.

“aku menyuruh Nathan untuk membelikan sarapan untuk mu,” ucap ibuku dengan seulas senyum, “kurasa seharusnya aku yang memasak sarapan untuknya mom.” Ibuku ini memang tak mengetahui keadaan ku dan Nathan yang tak bisa dianggap sebagai pasangan harmonis. “Nathan bilang kau kelelahan semalam sehingga setelah mandi kau langsung tergeletak ditengah sofa,” ucapnya, aku menelan ludah. Apa yang sudah laki-laki itu katakan kepada ibuku?

“dan Nathan tak berani untuk membangunkan mu sehingga akhirnya dia tidur di sofa, dia laki-laki yang baik jess.” Ibu mengelus rambut cokelatku yang menjuntai lurus ke bawah. Aku merasa bahwa tenggorokkan ku tercekat. Laki-laki itu berbohong kepada ibu ku tentang hubungan kami yang sebenarnya, ‘tapi apa alasan sebenarnya, jika memang dia juga tak menyukai pertunangan ini kenapa dia harus berbohong?’.

Aku menatap kosong lantai dibawah kaki ku, “kau baik-baik saja jess?” ibu menarik tangan ku sehingga aku menoleh kearahnya, “oh.. I’m okay mom” saut ku cepat, “apa yang membuat mu datang sepagi ini ke apartement ku?” rasa penasaran itu kembali menyergap ku. “memangnya salah jika aku ingin menengok anak gadisku?” bagus, dia membuat ku kehilangan kata-kata. “oh mom, aku tau pasti ada alasan yang ingin kau sampaikan pada ku” aku menatap ibu sunguh-sungguh―rasa penasaran ku.  ‘Ting..Tong..Ting..Tong..’, suara bel ruangan ku berbunyi. Dan tak lama pintu terbuka, Nathan. Bagus. Dia datang disaat yang tepat. “apa yang kau dapatkan Nathan?” Tanya ibuku yang menatap kantung ditangan Nathan. “aku membelikannya seporsi bubur ayam, tanpa kacang, kerupuk dan bawang goreng,” bisa ku lihat pandangan terpana ibu ku dengan ucapan Nathan tadi. “sepertinya kau sudah sangat menggenal Jessxena, dan akan lebih baik jika kami mempercepat acaranya.”

APA?? TADI IBU BILANG APA? ACARA? ACARA APA?. Tidak, pikiran ku kini melayang-layang memikirkan rencana apa yang telah orangtua ku dan orang tua Nathan rencanakan. Nathan menyadarkanku, “acara? Acara apa mom?” aku juga bisa melihat wajah keterkejutan yang terlihat di wajah Nathan, dan nada bicaranya yang terlihat gugup. Aku menatap matanya kami beradu pandang seolah-olah menanyakan apa yang orangtua kami rencanakan. “hei..kalian kenapa?,” Tanya ibuku heran saat melihat aku dan Nathan sibuk berperang mata. “tentu saja tentang rencan pernikahan kalian berdua.” sambung ibu ku santai.

Kali ini tenggorokkan ku benar-benar tercekat, aku menoleh dengan cepat kearah Nathan, ekspresi wajahnya pun sama dengan ekspresi wajah ku. ‘OH TIDAKK.. APA YANG IBU BICARAKAN?’ pekik ku dalam hati. “mom, apa ini tak terlalu cepat?” aku mengucapkan kata-kata itu sedatar mungkin. “oh ayolah jess.. mom, dad, dan kedua orangtua Nathan sudah tua, dan kami ingin segera menimang seorang cucu.” Jelasnya dengan senyum sumringah nya. Aku sudah tak bisa berkata-kata lagi, begitu juga dengan Nathan.

“baiklah minggu depan jangan lupa untuk datang ke tepat yang sudah kuberitahu jess, beritahu ini juga pada Nathan.” ibu ku memeluk dan mencium kedua pipiku, dan kemudian beralih memegang kedua lengan Nathan yang masih terdiam. “mom pulangg…” ucap ibu ku riang melambaikan tangannya seiring dengan langkahnya yang keluar dari apartement ku.

“kau dengar apa yang mom kata kan tadi?” aku mencoba menyadarkan diriku sendiri dengan melontarkan pertanyaan tak penting itu. “yeah.. aku pikir, mereka sudah gila. mengapa harus secepat ini?,” matanya menerawang kearah dinding kamar kami, “entah lah..” nada bicaraku terdengar sangat pasrah.

aku pasrah jika pernikahan ku dengan Nathan memang dipercepat, aku pasrah menerima kenyataan bahwa aku kan menikah muda―di usiaku yang masih 24 tahun, aku pasrah bila kebebasanku nantinya tak bisa kupakai sebebas yang aku mau. Mungkin hal ini juga yang ada dipikiran Nathan. “sudahlah nanti lagi kita pikirkan, sekarang kita sarapan. Dan aku akan mengajak mu kesuatu tempat untuk refreshing.” 

unbelievableTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang