part 5

67.3K 752 4
                                    

Gila. ini benar-benar membuatku semakin gila. bisa-bisanya mom memajukan jadwal pernikahan ku dengan Nathan.

"mom.. please. Apa ini tidak terlalu cepat?" ucap ku memohon

"Jess. Mom ingin kamu menjadi putri yang baik bagi Mom dan dad, jadi lebih baik jangan membantah." Mendengar pernyataan itu, aku hanya bisa bergumam sebal.

'huft..' bisa - bisanya mereka memaksakan kehendak seperti itu. Kulihat laki-laki yang berada di sampingku, diam dan tak bersuara. Menyebalkan.

"ehm.. baik lah, terserah kalian. Ayo Nathan kita harus pergi." Kutegakkan tubuhku dan bersiap untuk pergi dari rumah Mom.

"hah?" lihatlah si bodoh ini sekarang malah memasang muka terkejutnya. Akan kuhajar dia nanti.

"kau lupa, kita perlu mengisi stock kebutuhan di Apartement." Mom hanya melihat kami dengan raut wajah bingung.

"ah iya. Sorry. Mom aku dan Jess harus segera pergi, sebelum hari semakin sore."

"hati-hati dijalan." Lambaian dan senyum hangat mom mengiringi mobil kami meninggalkan rumahnya.

Aku dan Nathan memilih menghabiskan waktu di café, setelah selesai membeli beberapa keperluan kami. Membahas hal yang tidak terlalu penting seperti apa yang akan dilakukan nanti di rumah hingga membahas kembali tentang pernikahan kami.

"mengapa kau tidak yakin dengan pernikahan kita?" Tanya laki-laki berwajah tampan di depan ku.

"kau pikir? Ayolah.. 3 minggu bukan waktu yang lama than. Aku belum mempersiap kan apapun."

"apa yang harus kau persiapkan? Bukan kah semua sudah ditangani oleh Mom?"

"bukan itu nathan. Aku harus mempersiapkan segalanya, mentalku, kebiasaan, euhmm.. bagaimana menjadi seorang istri. Ini rumit."

"ayolah, Jess. Jangan terlalu kau pikirkan. Boleh ku Tanya sesuatu?" aneh. Tidak seperti biasanya, yang selalu memberikan aku serentetan pertanyaan.

"apa?"

"Drew, laki-laki yang sering menjadi tema mimpi mu. Siapa dia?"

Pucat. Bingung. Takut.

Apakah benar apa yang dikatakan Nathan? Aku sering menyebutnya didalam mimpiku? Persetan.

"euhm.. hanya sekedar masa lalu." Singkat ku, entahlah sampai kapan aku akan mencoba untuk menyembunyi kan semua masa laluku. Aku takut. Takut dia akan menjauhi diriku, cintaku, dan kehidupan ku.

"sampai kapan kita takkan terbuka seperti ini? Aku. Mencintai. Dirimu. Jess."

Aku tergagap mendengar ucapanya. Rasanya seperti menghunjam jantungku saat dia menyebutkan kata-kata terakhirnya.

Benarkah dia menyukai ku? benarkah ucapan itu sungguh-sungguh hati yang berbicara? Rasanya aku ingin sekali meneriakan hal yang sama. Tapi yang mampu kulakukan hanya menghindari tatapan lembut dan mempesona miliknya.

"kenapa?" sial. Sekarang dia semakin menatap ku semakin intens.

"kita harus segera pulang." Ucap ku cepat dan segera melenggang menuju mobil, meninggalkan nathan yang segera membayar minuman kami. Aku dapat melihat wajahnya. Wajah kecewa.

Oh my god, please... apa yang harus ku lakukan? Haruskah aku memberi tahunya tentang masa lalu ku? apakah dia masih akan tetap mencintaiku ketika aku telah memberitahunya?

Pertanyaan pertanyaan itu terus menghantui kepala ku disepanjang perjalanan, kulirik kesebelah kanan ku, pandangannya lurus kedepan. Kurasa dia juga tak melirik kearah kaca spion disebelah kiri ku. menyesakkan.

unbelievableTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang