Bab IV : 26 Januari 2017

20 1 0
                                    

Hari itu adalah hari yang tidak akan pernah mudah untuk kulupakan. Hari itu, kami warga sekolah SMA Carita Bangsa mengadakan kegiatan outing ke Monas dan Pacific Place. Yoi, PP. Kapan lagi sih anak SMA outing ke mall milik kaum sultan di Jakarta Selatan?

Pagi-pagi sekali kami semua dikumpulkan di lapangan sembari menunggu jadwal keberangkatan dari sekolah menuju Monas. Aku dengan jeli mencoba untuk melihat dirinya. Ya, Cantika. Mataku selalu ingin melihat Cantika. Tapi pagi itu aku belum menemukan keberadaan dirinya.

"Cantika Putri Cempaka?" absen Ms. Agi, guru bahasa jepang di SMA sekaligus wali kelas 10.3

"Belum datang, Ms" sahut beberapa anak kelas mereka. Aku cemas karena dia belum datang.

Kecemasanku tidak bertahan lama rupanya. Dari kejauhan dekat gerbang, aku dapat melihat sosok perempuan berambut sepunggung dengan mengenakan seragam SMA dan berjaket cokelat sedang mencoba berjalan ke arah kami untuk ikut berbaris. Ya, Cantika. Aku senang dia tidak telat. Akhirnya kami berdua bisa melakukan perjalanan bersama. Meskipun tidak hanya berdua saja sih, tapi hitungannya kami bisa bersama.

Setelah pengarahan dan doa, kami semua langsung berembuk dan berlari menuju bus untuk mendapatkan tempat duduk kami masing-masing. Aku dapat tempat duduk di area tengah, dan aku duduk dengan Nanda. Tak lama kemudian, aku melihat Cantika dalam bus. Cantika dan ketiga temannya langsung berlari dan mengambil tempat di kursi paling belakang. Kuyakini, dia ingin berbuat berisik di bus. Sayangnya, Ms Krista tidak mengamini mereka untuk di belakang.

"Ini girlband kenapa duduknya di belakang ya? Pindah ke depan semuanya" tegas Ms Krista dengan logat bataknya yang khas kepada Cantika dan teman-temannya untuk segera mengisi tempat di depan.

Girlband tersebut terpaksa harus memindahkan diri mereka ke depan. Aku melihat sedikit raut muka sedih dari Cantika yang gagal duduk di belakang. Sekali lagi, mataku dan matanya kembali bertatapan untuk sementara waktu, dan dia kembali ke depan untuk duduk. Aku fokus kembali ke smartphone milikku dan mulai menyetel lagu untuk menemani perjalanan panjang ini.

Perjalanan yang begitu panjang membuatku merasakan kebosanan yang hakiki. Aku pun memutuskan untuk memulai obrolan dengan Cantika lewat Line, karena jarak kami yang terpisah cukup jauh untuk sekadar mengobrol.

"Hai yang tadi diusir dari kursi belakang HAHAHA" godaku perihal tadi.

"Apaan sih lu, Vin" jawab Cantika. Aku yakin, dia masih kesal dan tidak puas karena tidak bisa duduk di belakang.

"Gimana duduk di depan? Enak?"

"Lumayan sih, tapi lebih seru duduk di belakang tau"

"Kenapa sih mau di belakang terus sih wkwk"

"Udah dibilang lebih seru geh batu sia" jawab dia yang membuatku semakin gemas dengannya.

Sembari chatting dengannya, aku mulai mendengarkan lagu-lagu bergenre EDM. Alan Walker, Marshmello, The Chainsmokers. Kala itu aku mendengarkan lagu Closer ciptaan The Chainsmokers. Lagu yang memang sedang hit pada masa itu.

-----

Kami sampai di Monas. Tugu kesayangan orang Indonesia, khususnya Jakarta. Sayangnya, kala itu aku tidak membawa kamera. Ingin sekali kuabadikan momen momen di Monas dengan dirinya dalam foto. Dia tampil cantik kala itu. Cantik yang natural, tanpa perlu tambahan make up yang signifikan. Sama seperti namanya, Cantika Putri Cempaka.

Aku cinta dengan Monas, tapi aku benci dengan tugas yang diberikan. Kami harus mendengarkan apa yang dikatakan oleh si pemandu. Aku ingat seketika si pemandu menjadi orang penting, dan kami siswa-siswinya menjadi wartawan yang telah siap sedia untuk menyodorkan perekam suara untuk merekam apa saja yang dikatakan oleh si pemandu tersebut.

Kami sampai di cawannya Monas. Angin bertiup sepoi-sepoi, membuat suasana Jakarta seketika menjadi lebih sejuk. Aku bisa melihat betapa luasnya Monas dari cawannya, dan juga aku tetap melihat betapa cantiknya makhluk ciptaan Tuhan yang bernama Cantika. Ingin sekali aku mengajaknya berfoto di cawan monas tersebut. Namun kondisi dari semesta tidak menghendaki kami berdua untuk meninggalkan jejak dalam foto, dimana dia masih sibuk dengan teman-temannya dan aku masih bersama teman-temanku yang lain. Aku masih memiliki rasa malu ternyata. Aku sedikit kecewa ketika tahu jika kami tidak bisa naik ke puncak monas. Kamipun segera turun dan kembali menuju bus untuk segera menuju Pacific Place.

Jam 12 siang. Kami melewati Jalan Sarinah, jalan yang dulu pernah mengalami pengeboman oleh orang tidak dikenal. Semua telah jauh berubah. Starbucks Sarinah masih beroperasi hingga sekarang. Sejenak aku berpikir, apabila suatu bencana dapat membuat orang-orang berkembang lebih baik lagi, lantas jika diaplikasikan dalam cinta apakah dapat seperti demikian?

Tak terasa McDonald yang menjadi makan siang kami semua telah kuhabiskan. Ingin rasanya aku minta tambah, namun aku perlu tahu diri juga. Kulap tanganku dengan tisu, dan segera kuambil handphone-ku dan segera chat dia.
"Lambat," mulaiku di chat. Aku sudah selesai makan memang, dan masih banyak yang belum selesai. Salah satunya adalah Cantika.

Chatku belum dibalas oleh dirinya. Mungkin dia sedang asik memakan ayamnya, aku tidak tahu juga.

Jam 1 siang, Jakarta mulai menunjukkan ganasnya terik matahari kepada kami. Aku keluar dari bus dan segera siap untuk mengantri masuk ke dalam Pacific Place. Oh iya, tujuan kami sebenarnya adalah @america. Pada saat itu aku tidak tahu fungsi dari @america itu apa, hingga kini. Aku hanya ingat bahwa @america berada di dalam Pacific Place, dan setahuku Pacific Place adalah mall untuk orang kaya. Plis, jangan hujat aku, kak :)

-----

Angkatan kelas 10 ternyata sudah ditunggu oleh angkatan kelas 11. Sekilas aku melihat mereka yang telah menunggu sempat membawa starbucks yang telah mereka beli di dalam Pacific Place. Sebenarnya aku ingin, tapi apa daya isi dompetku berkata dan berkehendak lain.

2 jam yang sangat membosankan. Membuatku sangat ingin segera keluar dan menikmati dinginnya Pacific Place yang mahal itu. Pembahasan yang membosankan dengan menggunakan bahasa inggris yang aku tidak mengerti membuatku ingin tidur di @america. Aku hanya mendengar kata 'Volunteer' dan selanjutnya aku sudah acuh tak acuh lagi.

Aku cinta Pacific Place, namun tidak dengan aktivitas di sana. Aku yakin Cantika juga sepemahaman denganku. Walaupun dia tidak mengatakannya kepadaku, aku sudah tahu duluan.

Jam 3 Sore, kami akhirnya keluar dari neraka itu. Kami masuk ke dalam bus dengan pelan. Mungkin, energi kami sudah habis ketika di Monas, ditambah mendengarkan penjelasan tidak menarik di @america.

Selama perjalanan, suasana bus tidak stabil. Terkadang bisa diam sangat diam, terkadang juga bisa berisik. Dalam perjalanan kembali ke Tangerang, aku yang bosan duduk memutuskan untuk berdiri di depan kursi sambil mengamati sekitar. Salah satu teman Cantika, Ivana, memutuskan untuk ke belakang untuk sekadar bernyanyi-nyanyi ria di belakang bus dengan teman-teman yang lain. Cantika hanya memandang Ivana dari depan.

Aku yang berdiri di dalam bus tidak sengaja menjadikan Cantika sebagai titik fokus bagi mata. Cantika yang ternyata juga sedang berdiri dan melihat ke belakang, juga secara tidak sengaja memandangku.

Dan kembali, mataku dan matanya kembali saling bertemu. Dan kembali juga, aku merasakan bahwa aku telah jatuh cinta kepada Cantika.

26 Januari 2017, 5 hari sebelum hari ulang tahunku, adalah hari teristimewa dalam hidupku.

Fren(zone) :  SMA, Cinta, UnrepeatableWhere stories live. Discover now