Bab I : Deo sang Penghubung

45 2 0
                                    

Awalnya, aku tidak pernah ingin mendatangi sekolahnya Deo. Orang-orang aneh di sana membuatku malas sekali untuk datang berkunjung ke tempat itu.

"Nanti habis kamu pulang, jemput Deo ya. Kasihan dia gak ada tebengan untuk pulang," suruh ayah agar hari ini aku pulang bersama Deo.

Aku bisa saja untuk menolak dan memutuskan untuk tidak menjemput Deo dengan sepeda motorku. Toh, dia bisa nebeng dengan temannya. Tapi entah mengapa, aku tetap pergi menuju sekolahnya. Aku memiliki firasat, semesta telah mengatur semua ini.

Sesampainya di sekolah Deo, aku duduk di sebuah kursi panjang dan kemudian aku mengeluarkan sebuah novel dari dalam tasku. Marmut Merah Jambu. Ya, panutanku adalah Raditya Dika. Aku suka caranya bercerita, apalagi tentang cinta. Rasanya seperti menyindirku.

Saat aku baru membuka lembaran ke-sepuluh, perempuan itu muncul. Perempuan berseragam SMP dengan rambut hitam panjang datang melewatiku. Wangi tubuhnya yang selalu mudah kuingat. Perempuan berkacamata itu rupanya sedang membangun chemistry denganku. Mataku yang tadi terfokus kepada buku novel itu berubah fokus kepada perempuan itu. DUAR!

Mataku melihat matanya, kami saling bertatapan untuk beberapa detik. Aku menatapnya begitu dalam, berbeda dengannya yang terdiam keheranan melihatku yang menatapnya.

Tak lama kemudian, Deo pun datang. Aku dan Deo pulang ke rumah, melintasi jalanan sembari memikirkan satu pertanyaan yang membekas : Siapa namanya?

----------

Peristiwa selama 1 menit tersebut (aku hanya mengira-ngira, tidak pasti juga) seperti membekas dalam ingatanku. Aku langsung tanya ke Deo siapa nama perempuan itu.

"De, perempuan kacamata rambut panjang item tadi itu teman lu bukan?" tanyaku kepada Deo, yang baru saja mengganti seragam sekolah dengan jersey Arsenal miliknya.

"Yang mana, Vin? Teman perempuan gua yang kacamataan banyak cuy." Jawab Deo bingung mendengar pertanyaanku itu.

"Tadi gua lihat dia pakai jaket warna hijau. Asli, dia cakep banget cuy."

"Kesengsem ya lu?" goda Deo kepadaku.

"Apaan sih, orang cuma pengen tahu namanya siapa" batinku dalam hati karena godaan Deo itu tadi.

"Namanya Cantika. Cantik kan? Sama kayak namanya," jelas Deo sambil beranjak pergi ke dapur. Aku membuntuti ke mana dia pergi untuk mendapatkan informasi tentang Cantika ini.

"Oalah. Pantas saja dia cantik. Namanya Cantika." Sekarang aku sudah tahu namanya siapa. Cantika.

"Tapi sekarang dia lagi dekat sama teman gua, cowo. Pindahan dari sekolah lu juga itu," lanjut Deo seraya mengambil roti dan mengoleskannya dengan mentega.

"Hah? Siapa?!" aku terkejut mendengar ucapan Deo tadi.

"Vino." Jawab Deo secara singkat, padat, dan jelas. Sejenak, aku teringat sosoknya Vino ini. Bisa dikatakan, dia itu badboy di sekolahku. Dia sering berada di tongkrongan dekat warung Bu Dan. Konon katanya, mereka sering nge-vape di sana.

Tiba-tiba aku teringat sesuatu. "Bukannya dia sedang pacaran dengan Kak Nia ya?" tanyaku kepada Deo yang ternyata sudah menghabiskan 3 potong roti mentega itu.

"Iya, masih kok dia. Memang si Cantikanya aja sih yang sering dicomblangin sama teman-temannya. Kata teman-temannya, ganteng."

Ah, Cantika. Risiko memang jika memiliki paras yang cantik nan rupawan.

--------

Rasanya tidak afdol jika aku tidak mencoba menjalin hubungan dengannya. Ingin rasanya aku chat, tapi aku tidak punya kontaknya. Sebersit ide datang dan melewati otakku.

Aku melihat saudaraku sedang tertidur pulas di atas kasur. Handphonenya berada di samping dirinya. Aku segera mengambilnya dan mencoba membuka grup kelas Line Deo.

Berhasil! Aku berhasil dan dapat membobol handphone miliknya. Segera kucari aplikasi Line dan kubuka grup kelasnya untuk mencari kontak Cantika. Ya, memang cinta itu membutuhkan suatu usaha dan kerja keras. Contohnya ya yang aku lakukan sekarang ini.

Aku scroll Line milik Deo hingga ke bawah, dan aku dapat. Cantika Putri C. Aku segera mengirimkan kontak Cantika melalui Line Deo ke Line milikku.

"Pasti sekarang lu lagi mencoba mendapatkan kontak Cantika ya?" tanya Deo secara tiba-tiba dan mengagetkanku.

"LHA, BUKANNYA LU TIDUR DARI TADI YA???" tanyaku balik terheran-heran kepadanya.

"Kan ada CCTV," canda Deo

"Ngehe, CCTVnya aja mati kampret," jawabku kepada Deo. Maafkan bagi yang membaca. Aku memang suka berkata kasar. Khilaf.

"Gua emang tadi tidur, tapi pas lu ngambil handphone gua, kerasa banget. Jadi setelah itu, gua pura-pura tidur aja. Sekalian mantau. Hehe." cengir Deo yang membuatku ingin melayangkan satu hantaman ke wajahnya. Tapi, kalau kuhantam dia, siapa yang bantu aku untuk mendekati Cantika? Terpaksa aku mengurungkan niatku.

"Sudah dapat kontaknya, nih?" tanya Deo kepadaku. Aku pun mengangguk iya. Deo lantas memberi tanda yang berarti selamat berjuang, dan lanjut tidur kembali. Dasar pemalas!

Meskipun aku telah mendapatkan kontaknya, aku benar-benar tidak tahu mau ngomong apa di chat. Aku tidak mau salah langkah kali ini.

-----

Seminggu sejak pertemuan yang direncanakan oleh alam semesta. Aku memang secemen itu. Gavin, Ayo Gavin!! Chat dia sekarang atau dia akan pergi. Mungkin itu yang akan dikatakan oleh otakku seandainya dia bisa bicara.

Hari Sabtu, aku harus masuk ke sekolah, karena saat itu sekolah sedang mengadakan open house. Katanya, untuk meramaikan. Basi. Apakah aku tidak boleh berlibur di hari Sabtu setelah aku lelah belajar selama 5 hari? Argh. Aku butuh istirahat!

Tapi hal yang tidak kusangka jadi kenyataan. Aku melihat sosoknya kembali. Sosok dengan rambut panjang nan ayu dengan kacamata hitamnya. Cantika.

Semesta kembali berkehendak. Mataku kembali bertatapan dengan mata Cantika. Cantika kala itu mengenakan baju biru dengan celana panjang hitamnya, yang membuat Cantika semakin modis dan menarik dimataku. Cantika berhasil menaklukan hati milik Gavin. Dia pergi ke sekolahku bersama dengan temannya. Ah, rasanya ingin sekali mengulang ke masa itu. Rasanya senang bukan main. Ternyata dia akan melanjutkan SMA di tempat yang sama denganku. Persis sama denganku. Malam harinya, segera aku chat dirinya.

"Hai. Gua Gavin, saudaranya Deo. Salam kenal." mulaiku di chat

"Hai Gavin. Gua Cantika. Gua lihat lu tadi di OH"

Aku jatuh cinta sejak chatting pertamaku itu.

Fren(zone) :  SMA, Cinta, UnrepeatableWhere stories live. Discover now