Perpaduan Indah Alam dan Buatan

10 0 0
                                    

Fajar menunjukkan sinarnya yang elok bagaikan sebuah lukisan. Suara kokokan ayam jantan sebelah rumah gadis bernama tengah Permata ini terus-menerus berbunyi. Namun, ada suara lain yang membuatnya terbangun dari mimpi indah yang tidak lain adalah panggilan dari eyang kesayangan gadis ini yang memintanya untuk membantu menyiapkan sarapan bersama. Dengan mata yang masih belum sepenuhnya terbuka, Anjani dengan perlahan berjalan ke bagian belakang rumah untuk memulai kegiatannya yaitu membantu nenek. Santapan yang ingin dibuat adalah opor ayam favorit yang berwarna kuning nikmat. Sari selalu menyukai segala sesuatu yang dibuat orang berharganya ini, karena semua yang dibikinnya selalu dengan sepenuh hati sehingga selalu enak di lidah. Waktu silih berganti, matahari berada tepat di atas rumah milik kedua orang yang sedang memasak opor ayam itu. Hidangan itu disajikan di atas meja cokelat yang terbuat dari kayu. Tidak lama setelah diletakkannya hidangan itu, mereka mulai menikmati opor ayam hasil buatan tangan mereka sendiri. Setelah mengisi perutnya, cucu dari Eyang Uti ini seperti biasa membersihkan kembali alat makan yang sudah terpakai.

Langit sore berwarna merah muda itu menunjukkan bahwa itu merupakan waktu yang tepat baginya untuk bermain. Gadis bernama Anjani ini berjalan ke kamarnya dan mengambil suatu benda yang terbuat dari sesuatu yang keras.

"Eyang... Ari pamit dulu ke rumah Bella," ucapnya dengan sedikit berteriak. Dilangkahkan kakinya dengan terburu-buru menaiki sepeda berwarna cokelat tua miliknya dan mulai mengayuh ke gubuk temannya yang berpipi merah layaknya stroberi itu. menit demi menit gadis itu lalui. Dilihatnya pekarangan rumah yang dipenuhi pohon mangga yang menunjukkan bahwa ia telah sampai pada tujuannya.

"Ella...!" teriaknya dengan suara yang sedikit melengking.

"Sebentar...!" suara balasan yang berasal dari dalam gubuk yang di kelilingi pohon mangga itu.

Tidak lama kemudian, keluar sosok perempuan manis dengan kuncir kudanya yang tidak lain adalah Marbella Tanto yang akrab dipanggil dengan sebutan Bella. Dilangkahkannya kaki perempuan ini dari dalam rumah ke pagar bambu miliknya untuk memberi jalan kepada gadis yang mengendarai sepeda itu. Dengan posisi duduk berhadapan, dikeluarkannya segera benda yang sudah diambil dari kamar milik gadis bermata cokelat kuning keemasan itu. Congklak berwarna merah bata itu dikeluarkannya dari keranjang yang dibawa gadis muda bernama Anjani Permata Sari. Dihabiskannya waktu demi waktu hanya dengan bermain kayu yang memiliki cekungan-cekungan yang disebut congklak. Kegelapan mulai menyelimuti langit kala itu.

Gadis yang akrab dipanggil Sari ini memutuskan untuk kembali ke gubuk hangatnya agar Eyang Uti tidak khawatir. Namun, tiba-tiba hujan deras mengguyur desa itu. Tetesan air hujan yang disertai angin itu membuat dirinya tidak dapat kembali ke pelukan sang nenek. Gadis ini kebingungan dan juga khawatir. Sari takut bagaimana jika nanti nenek kesayangannya pergi keluar diderasnya hujan hanya untuk mencari cucunya yang sedari sore pergi untuk bermain.

Tanpa berpikir panjang, diambil sepeda untanya itu dan bergegas kembali ke gubuk tempat sang nenek berada. Hujan dan angin bukan halangan bagi dirinya untuk tetap mengayuh sepeda itu. Sekujur tubuh yang basah, mengigil oleh dinginnya air hujan itu. kekeringan melanda tenggorokan milik gadis yang basah kuyup ini. Ditelannya beberapa kali air liur untuk menggantikan rasa haus dahaganya itu. Sesampainya di pekarangan rumah, diturunkan satu-persatu kaki gadis dengan baju basah kuyup itu dan segera berlari ke dalam rumah sederhana miliknya.

"Nenek! Nenek! Nenek dimana?" tuturnya dengan suara yang bergetar. Dengan baju yang basah dan badan yang gemetar hebat dilihatnya setiap ruangan yang ada di gubuk itu dari bagian depan hingga belakang. Ruangan demi ruangan diperiksanya dengan seksama. Namun, tidak ditemukan satupun orang yang ada di dalamnya. Risau mulai menyelimuti hati gadis bernama Anjani ini. Penglihatan yang tiba-tiba buyar dan kekuatan untuk mengkontrol diri yang hilang membuatnya pingsan seketika di atas lantai beralaskan kayu itu. Pusing kepalanya, mual perutnya, itu yang dirasakan diri gadis perempuan yang terguyur air hujan.

"Nenek dimana?" ucapnya lirih. Kemudian tertutup kedua mata gadis yang terbaring tak berdaya itu setelah dua kata itu diucapkannya. Suara langkah kaki muncul dari arah depan rumah. Terkejutlah orang itu ketika mendapati gadis muda yang terbaring tak berdaya dengan sekujur tubuh yang basah oleh air hujan. Dikalungkan tangan gadis dengan wajah pucat itu keleher orang tersebut dan dibawa dirinya ke ruangan yang terasa akrab bagi gadis yang sedang pingsan itu. Satu-persatu dibukanya pakaian basah yang dikenakan gadis itu.


                                                                                             ***


Bau embun dan cahaya matahari yang memasuki ruangan itu, membuat gadis yang pingsan ini terbangun kaget. Bingung. Itu yang ada dipikirannya ketika ia terbangun dari tidurnya. "Kamarku?" tuturnya dengan suara yang sangat kecil. Diingatnya kembali apa yang telah terjadi kemarin. Dirinya dengan sangat jelas ingat tempat terakhir sebelum gadis yang akrab dipanggil Sari kehilangan kesadarannya, yaitu di ruang tamu. Namun, bagaimana dirinya bisa berada di kamar miliknya sendiri?

"Tok... Tok... Tok..." Bunyi yang tidak lain berasal dari ketukan tangan pada pintu kayu berwarna putih itu.

Diliriknya secara tidak sadar menuju asal suara itu berada. Dilihatnya seorang lelaki dewasa, memasuki ruangan yang merupakan kamar milik Anjani Permata Sari secara perlahan. Sembari membawa segelas susu hangat dan beberapa kue kering, lelaki itu berjalan mendekati kasur di mana Anjani berada. Diletakkannya susu dan kue itu di atas nakas kecil milik gadis yang terlihat kebingungan itu. Lagi-lagi kebingungan dan kengerian mendatangi pikiran gadis muda yang terbaring di kasurnya ini.

"Maaf sebelumnya... Anda siapa?" ujarnya dengan suara yang sedikit berat karena demam yang sedang dialaminya. Mendengar perkataanya, tersenyumlah pria itu dan kemudian menyandarkan badannya pada sebuah kursi kayu yang berada di samping meja kecil. Tangan kanan yang dihias dengan gelang berbahan kayu cendana, terulur di depan mata sang gadis desa ini. Tiba-tiba, teringat dirinya tentang satu orang yang pernah menceritakannya mengenai khasiat dari gelang kayu cendana.

"Sepertinya waktu telah memisahkan kita cukup lama, sampai-sampai keponakanku ini lupa sama kerabatnya sendiri," tuturnya dengan seringai kecil di wajahnya. Jawaban yang keluar dari mulut pria dewasa itu semakin membuat bocah desa ini kebingungan. Dirinya berusaha untuk mengingat kembali siapa sosok yang berada di depannya saat ini. Seketika sebuah nama muncul di benaknya. Om Tama. Nama salah satu kerabat dekat milik neneknya yang merupakan adik dari mama kandungnya.

"Om Tama?" ucapnya dengan suara yang masih ragu. Namun, keraguan itu terhapus sudah ketika lelaki dewasa itu menganggukkan kepalanya dengan senyum yang menempel di wajahnya. Bergegas perempuan bernama belakang Sari ini merangkul tubuh pria yang tidak lain adalah sepupunya sendiri. Kerinduan akan kerabatnya ini terbayar sudah pada hari itu.

Canda serta tawa menemani obrolan mereka. Adik dari mamanya ini menceritakan segala sesuatu untuk menjawab semua pertanyaan dan beban pikiran yang sedang dirasakan gadis kecil itu. Pria ini dapat berada di gubuk miliknya dikarenakan ketika siang datang, dirinya sedang berkunjung untuk menemui mamanya yang tidak lain merupakan nenek kesayangan dari Anjani Permata Sari yaitu Nenek Uti. Mereka pergi bersama untuk mengisi perut dan ketika kembali, terbelalak mereka ketika melihat seseorang yang basah kuyup terbaring di dalam gubuk. Pria bernama Tama ini segera membopong badan kecil milik seorang gadis yang tergeletak lemah di lantai berbahan kayu itu dan memindahkannya ke tempat yang lebih nyaman yaitu kamar. Nenek Uti yang melihat cucunya tidak berdaya itu segera membersihkan dirinya dan memberikan perawatan. Semua itu adalah segala yang lebih baik gadis muda ini ketahui. Setelah mendengar semua kejadian itu pikirannya seketika tenang kembali. Kerisauan yang ada di kepalanya langsung menghilang. Sepupu dari Anjani ini menetap di gubuk milik ibunya tiga hari lamanya. Mereka pergi bersama, bergurau bersama, makan bersama dan menghabiskan waktu lain bersama. Tiga hari itu merupakan hari membahagiakan lainnya yang dialami oleh gadis muda berambut panjang ini.

Kala ItuWhere stories live. Discover now