♪ ♬ 24 ♬ ♪

3.9K 404 3
                                    

Orangtua Galuh memutuskan untuk mengunjungi rumah orangtua Haani akhir pekan ini. Waktu ditelpon Galuh sore tadi, mendengar Galuh untuk pertama kalinya menangis setelah sekian lama, mereka hanya bisa terdiam.

"Mah.."

"Iya Luh? Kenapa? Tumben nelpon."

"Haani hamil, dan itu anak aku."

"Ha- Haani apa?"

"Ceritanya panjang Mah.. pokoknya Haani hamil, aku mau tanggungjawab, aku gak mau pergi, aku gak mau nyuruh Haani gugurin anaknya. Aku mau tanggumgjawab Mah."

"Tapi gimana bisa hamil?! Haani laki-laki kan?!"

"Kita abis dari dokter, bahkan aku liat sendiri USG-nya Mah. Haani beneran hamil. Ada kelainan jadi Haani bisa hamil. Aku bakal jelasin semuanya ke Mama nanti, yang sekarang mau aku bilang ke Mama, aku mau tanggungjawab Mah. Aku mau tanggungjawab. Aku mau bilang ke orangtua Haani, aku mau tanggungjawab dan aku mau serius.. tapi aku takut Mah..." Galuh mulai sesenggukan. "Aku takut aku gak diterima, mereka pasti nyalahin aku. Aku serius mau tanggungjawab Mah.. aku harus apa?"

"Sekarang kamu dimana?"

"Di depan rumah Haani, kita takut..."

"Luh, kamu bilang kamu mau tanggungjawab kan? Sekarang, jelasin dulu semuanya ke orangtua Haani, buat mereka yakin kalo kamu serius sama Haani. Kalo ternyata hasilnya masih sama... nanti baru Mama sama Papa coba ngomong ke mereka."

"Mungkin mereka pikir aku gak bakal bisa ngehidupin Haani, Mah.. aku masih kuliah, aku buat Haani hamil. Gimana caranya biar mereka percaya aku Mah? Buat mereka ngerestuin aku sama Haani?"

"GaIuh, dengerin Mamah. Galuh anak laki-laki, gak boleh cengeng! Galuh berani ngaku hubungan kamu sama Haani ke kita, sekarang lakuin hal yang sama. Buat mereka percaya kayak waktu kamu buat kita percaya kalo kamu bener. Buat mereka percaya kalo kamu serius sama Haani, gak akan ninggalin dia, kalo kamu bener-bener sayang sama dia. Soal kamu yang masih kuliah atau apalah itu, itu urusan belakangan. Sekarang yang penting akuin aja dulu semua. Kalo kalian kehabisan jalan, Mama sama Papa pasti bantu."

Galuh diam, meremas tangan Haani. Dadanya sesak, sama sesaknya seperti yang Haani rasakan. Tangisannya juga dengan sekuat tenaga dihentikan. Ia harus kuat untuk Haani.

Tapi ternyata yang ditakuti keduanya mendadak sirna begitu mendengar penjelasan orangtua Haani tentang kondisi Haani, bahkan mereka tidak menyalahi Haani atau Galuh. Galuh bingung, tapi bersyukur juga kalau akhirnya mereka sudah mendapat restu, bukan hanya dari orangtua Haani, tapi kakak-kakak Haani juga yang awalnya menentang.

Keesokan harinya, Galuh menelpon lagi ibunya, menceritakan semuanya, dari awal sampai akhir, tidak ada yang terlewat. Merasa lega anaknya mendapat restu, orangtua Galuh langsung mengosongkan waktu di akhir pekan untuk bertamu ke rumah Haani, membicarakan anak-anak mereka.

Dan hari ini, Minggu, sudah dari jam 10, Galuh bersama orangtuanya berangkat ke rumah Haani. Galuh sebenarnya masih belum benar-benar tenang, tiap menghadapi orangtua Haani, ia masih berdebar, padahal ia sudah sepenuhnya mendapat restu.

Mereka disambut hangat oleh pemilik rumah. Menanyakan kabar dan hal basa-basi lainnya. Mereka dipersilakan duduk di ruang tamu, Galuh ikut duduk disana, ia tidak melihat Haani, kata ibunya Haani, Haani masih di kamarnya. Bahkan sampai menyuruh Galuh memanggil Haani langsung ke kamar. Galuh hanya bisa menurut.

"Kata Galuh, Galuh udah cerita dari lama soal hubungannya sama Haani?"

"Iya, waktu itu cerita. Kita ya awalnya kaget, cuma ya emang Galuh milih jalannya kesitu, ya udah. Lagian kita juga tau Haani anak baik." Jelas ibunya Galuh.

Our Escape Way (BL 18+) [COMPLETE]Where stories live. Discover now