1. Cold as Ice

Mulai dari awal
                                    

"Menyenangkan rasanya ada dua anak muda dalam tim kali ini," ujar Dokter Edward yang bertanggung jawab di bidang medis.

"Tentu menyenangkan. Asalkan dia tidak menangis ketakutan karena bekerja di tempat terpencil tanpa internet." Ucapan manis itu berasal dari bibir si laki-laki es, tentu saja.

Rara mendengkus kesal dan sebelum dia sadar, kata-kata sudah meluncur dari bibirnya. "Bekerja tanpa internet tidak lebih mengerikan dibanding bekerja sama dengan orang berhati dingin, bukan?"

Ruangan langsung sunyi ketika kata-kata itu terucap. Trius memandang Rara dengan dingin seolah tidak peduli. Gadis itu pun membuang muka sekali lagi sambil menahan emosinya. Siapa pun juga tahu kalau South Pole Station ini dilengkapi oleh jaringan internet. Laki-laki itu pasti hanya ingin membuatnya kesal.

"Baiklah! Mari kita makan malam. Tim kita sangat beruntung karena chef Mikail bersedia ikut kali ini." Ucapan Dokter Edward disambut dengan tepuk tangan gembira oleh yang lain.

Mikail adalah salah satu chef yang cukup terkenal di Australia. Dia mengelola restoran dengan menu Asia di Perth. Dia sudah beberapa kali ikut dalam rombongan tim penelitian jadi sudah terbiasa dengan iklim luar biasa di daerah ini. Rara senang dengan laki-laki ramah yang pandai memasak itu.

"Maafkan Trius karena telah berlaku tidak sopan padamu, Rara." Profesor Nikijima sedikit membungkukkan badan saat mereka berdiri berhadapan setelah makan malam, membuat Rara tidak enak.

"Tidak apa-apa, Profesor. Maafkan saya juga yang mungkin sudah berkata kasar. Apalagi ini malam pertama kita di sini." Gadis itu juga sedikit membungkukkan badan.

"Anak itu ... lagaknya saja yang dingin. Sebenarnya di dalam sini, dia kesepian." Rara hampir saja mendengkus tidak percaya mendengar ucapan Profesor Nikijima. Untunglah dia bisa menahan diri tepat pada waktunya dan menganggukkan kepala dengan sopan.

"Semoga kalian bisa berteman." Profesor Nikijima menganggukan kepala dan berpamitan padanya untuk istirahat.

"Sebaiknya kamu juga istirahat, Ra." Suara Profesor Ezra membuat gadis itu menoleh.

"Ya, Prof. Setelah kubantu chef Mikail membereskan meja makan dan dapur."

Rara sadar diri, dia hanyalah asisten Profesor Ezra yang bertugas menangani masalah administrasi dan segala pekerjaan membosankan lainnya. Keputusan untuk ikut dalam tim ini hanya karena dia ingin lari dari perjodohan yang diatur oleh orangtuanya. Maka, sejak awal dia bertekad tidak akan merepotkan yang lain dan berusaha sebaik mungkin membantu dalam tim.

Selepas membantu chef Mikail, gadis itu berjalan menuju ruang duduk yang memiliki jendela besar. Langit berwarna-warni karena Aurora Australis. Pemandangan ini sangat indah. Aurora Australis tidak bisa diprediksi kapan akan muncul, itu sebabnya Rara mengambil gawai dan mengabadikan keindahan alam itu.

"Ck, seperti baru pertama melihatnya saja." Ucapan itu terdengar dingin, siapa lagi kalau bukan si manusia es, Dimitrius Fujikawa.  Laki-laki itu berdiri sambil memasukkan keduatangannya ke dalam saku celana. Mata di balik kacamata bingkai hitamnya terlihat mengejek.

"Aku memang baru melihatnya, Olaf! Sekarang menyingkir! Kantukku langsung datang begitu ada kamu," ucap Rara lalu berderap menjauhi ruang duduk.

Entah kenapa laki-laki itu seperti ada masalah dengannya. Bukan salah Rara kalau dia salah satu perempuan dari dua orang yang di tim ini. Elaine, perempuan satunya lagi adalah Doktor yang meneliti tentang pengaruh pemanasan global pada dunia.

Sambil menggertakkan gigi, Rara memasuki kamarnya. Bertekad untuk bekerja sebaik mungkin dan berusaha tidak merepotkan anggota lainnya. Dia membuka laptop, lalu mengecek daftar kegiatan dari Profesor Ezra.

Setelah semua selesai, dia membaringkan badan, bersiap istirahat. Membayangkan keluarganya yang berada di Jakarta. Apakah sekarang dia menyesal karena mengambil keputusan untuk pergi ke sini?

Rara menggelengkan kepala untuk menghilangkan pikiran aneh. Dia harus bertahan selama tiga bulan ini, apapun yang terjadi. Dimitrius Fujikawa tidak boleh meremehkannya. Sejenak gadis itu tercenung. Kenapa pula Trius yang muncul dalam pikirannya?

*

Hai ... Ayas kembali dengan cerita baru nih.
Udah gemes pingin nyubit Trius? Belum? Coba kita lihat sejauh mana di Trius membuat kalian pingin nyubit-nyubit. 😁😁

Eniwei, cerita ini butuh banyak sekali bantuan kalian. Pertama tentu saja, demi Aurora di langit Selatan tolong klik tanda bintang di bagian kiri. Kedua, jangan lupa komennya. Plus yang belum follow, boleh yaaaa follow Ayas.

Sebagai ucapan terima kasih, Ayas kasih penampakan Trius.

Ada yang tahu siapa castnya? Yang bisa nebak, Ayas kasih kiss kiss virtual hahaha

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ada yang tahu siapa castnya? Yang bisa nebak, Ayas kasih kiss kiss virtual hahaha. 😘😘

Jangan lupa ikuti terus yaaaa cerita Rara ini. Soalnya di jadwal Ayas, Insya Allah akan update dua part pagi dan malam. Biar nyaingin resto padang terkenal itu. 😁😝😝

Salam Aurora,
Ayas

Beyond the Ice (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang