05

7.5K 484 51
                                    

"Jadi, apa yang sebenarnya terjadi pada kalian?" Ben yang duduk di sofa kamar bertanya pada Dome dan Pavel yang duduk di masing-masing sisi ranjang. Tenang, mereka sudah berpakaian lengkap kok.

Dome dan Pavel saling bertatapan untuk kemudian menggeleng bersamaan.

Cklek..

Earth masuk. Menyerahkan masing-masing sebotol air mineral pada Pavel dan Dome, lalu menyusul Ben duduk di sofa.

"Bagaimana?" Tanya Earth lirih pada Ben.

"Belum." Suara Ben juga lirih. Pandangannya masih menyorot tajam pada dua orang yang saling menatap canggung di atas ranjang.

"Semalam aku mengantar Dome kesini dan belum ada siapapun." Earth menjelaskan tanpa diminta.

"Lalu kau Pav? Kenapa bisa sampai kesini?" Ben.

Pavel mengerjap. Menatap bingung ke segala arah.

"Aku.. aku.. entahlah. Aku hanya minta seorang bellboy mengantarku ke kamar sesuai nomor di kunci yang kau berikan padaku. Lalu aku diantar kesini. Itu saja. Setelahnya aku benar-benar lupa." Pavel meremas rambutnya frustasi. Otaknya mencoba mengingat, tapi alurnya malah makin kabur. Yang dia ingat hanya sesuatu yang kenyal sudah diremas tangannya semalam. Dia yakin itu. Tapi entah apa. Lalu suara desahan sexy yang meraung minta dipuaskan.

Ben menatap ke atas, berfikir. Mana mungkin bellboy mengantar Pavel ke kamar yang salah? Lalu?

Ah, iya. Jangan-jangan kunciku dan Earth tertukar saat kami bertabrakan semalam -batin Ben. Tapi dia hanya diam. Takut malah dia yang disalahkan.

"Kalau kau, Dome? Apa yang kau ingat?" Earth.

Dome menarik nafas dengan susah payah. "Aku hanya ingat jika aku langsung tertidur setelah kau tinggalkan semalam."

Padahal dalam hati Dome bersumpah dia ingat seseorang sudah membobolnya semalam. Rasa sakit dan desahan panjang mereka masih melekat di otak Dome. Hanya saja dia terlalu malu untuk mengakui dirinya dibobol bocah ingusan lawan mainnya ini.

Dome tiba-tiba bangkit. "Aku mau pulang. Antarkan aku pulang, Earth." Berjalan tertatih menuju pintu.

Earth mengikuti Dome yang sudah keluar pintu terlebih dahulu. Menoleh sejenak pada Ben, "Kuhubungi lagi nanti."

Tersisa Ben dan Pavel di ruangan itu. Pavel masih mencoba mengingat apa yang sudah dia lakukan semalam. Dan Ben hanya memandang iba pada Pavel.

"Tak perlu dipaksakan." Pavel mengalihkan atensinya pada Ben yang barusan bersuara.

"Dari keadaan kalian saja aku sudah bisa menebak apa yang terjadi semalam. Apalagi melihat leher dan cara berjalan Dome barusan."

"Memangnya apa yang kulakukan semalam? Yang kuingat hanya seperti suara kak Dome, tapi mendesah kesakitan. Sumpah Ben aku tak menyakitinya, kan?" Pavel bertanya panik.

Ben terkekeh. Temannya ini memang polos, atau malah bodoh?

"Dia pasti menikmatinya, Pav.." diakhiri dengan suara tawa yang menggelegar.

Tapi Pavel? Masih saja menatap Ben bingung.

"Tak mungkin. Suaranya kesakitan, Ben. Aku pasti manyakitinya." Ada nada ketakutan, kecewa dan resah di suara Pavel.

"Off course. You just fucked him, buddy!!" Ben mulai kehilangan kesabaran dengan otak Pavel.

"That 'fuck' referse to..." Tanya Pavel dengan tatapan mengharap jawaban.

"Kau googling saja lah. Malas aku menjelaskannya."

"Ayo pulang. Nanti sore kita makan-makan merayakan debut pertamamu jadi aktor." tambah Ben.

0,01 % (PavelDome)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang