Senja Di Kota Bandung

58 2 0
                                    


"Ini kumpulan buku yang kamu cari."

"Makasih ya kang Dudung udah mau bantuin Vanya." Tanpa basa-basi dudung lalu meninggalkan vanya.

Disela-sela buku yang Dudung berikan ke Vanya, ia menemukan sebuah buku bersampul bewarna hitam pekat terselip pulpen yang Nampak belum selesai penulisnya tulis. Vanya hanya memandangi buku tersebut yang terletak disebuah meja cokelat kusam tak bertuan. Dengan tangan kanan ia mulai berani mengambil lalu membaca lembar demi lembar tangannya berhenti disebuah lembaran dengan sedikit kertas yang tersobek dibagian bawahnya. Ia mulai membaca sebuah kalimat yang bertuliskan, "Diam aku jauh dari sebuah kata, diam aku tidak sanggup membuat suatu kalimat, hanya itu yang bisa ku perbuat, senja berganti malam, rembulan menjemput malam, aku tak pernah berkutik dihadapanmu perempuan malam, karena tanpa penguasa alam, aku hanyalah seberkas cahaya kelam. Kau cahaya dalam gelapnya masa lalu, (Dudung melanjutkan) namun bagiku kau tak mudah berlalu." Lalu ia menghampiri dan akupun kaget dan terbujur kaku, mendengar suara dari Dudung,

"Eh, hmm maaf ya kang, aku tidak sengaja membaca tulisanmu"

"Sudah tidak apa, lagi pula aku yang salah menaruh buku itu di tumpukan buku yang lain. Tandas Dudung.

Namun sejujurnya aku malu telah membaca dengan lancang sebuah harian jurnal pria yang baru ku kenal. memberitahu bahwa perpustakaan sudah mau ditutup. Tapi rasa ingin tahu mengalahkan segalanya akhirnya aku bertanya kepadanya tentang buku tersebut.

"Kang Dudung, aku mau tanya kenapa buku nya teh ga dilanjutin ?"

"Memang kenapa? Aku sedang tidak ada mood untuk melanjutkannya"

"Kenapa gitu?"

"Sudah aku sedang tidak mau membahas tentang buku itu."

"Ini buku-buku yang kamu minta, kamu bawa saja kerumah untuk dibaca" sambil Dudung mengingatkan bahwa perpustakaan ini sudah mau tutup.

"Iya maaf ya kang Dudung, jadi aku bisa meminjam buku ini sampai kapan ?"

"Sampai kamu sudah tidak membutuhkannya lagi" jawab Dudung

"Ih, si kang Dudung teh meni galak pisan".

Tanpa basa-basi, akupun langsung keluar dari perpustakaan dan ternyata cuaca saat itu gerimis dan anginnya terasa sejuk. Ternyata, kota Bandung di malam hari itu sangat dingin.

"Hujan ya?" Perkataan Dudung tiba-tiba memecah keheningan.

"Iya kang, mau pulang tapi masih hujan"

"Kamu sudah makan?" Tanya Dudung

Benar saja aku lupa makan dari pagi, saking semangatnya aku dalam mencari informasi tentang bahan skripsiku.

"Iya, ternyata vanya lupa makan dari pagi"

Lalu ia mengajakku untuk keluar mencari makan dan ia akan menceritakan apa yang ia ketahui tentang sejarah piringan hitam itu. Tanpa ragu aku langsung mengiyakan ajakannya.

Padahal aku termasuk orang yang sulit untuk menerima ajakan pergi keluar atau bahkan sekedar makan malam. Entah kenapa ada rasa percaya dengan dirinya. Dengan membawa sebuah motor vespa klasik miliknya yang bewarna kan putih, kami mulai melaju dan mengelilingi kota Bandung pada malam hari, aku melewati daerah dago atas dengan beberapa kafe kopi yang kami temui atau jajanan khas bandung yang disajikan oleh beberapa kedai yang buka pada malam hari. Tapi mungkin karena terlalu ramai kita berdua tidak sempat mampir. Dudung menghentikan motor miliknya disebuah warung di pinggir jalan.

"kita makan disini aja ya? Gak apa-apa kan ?"

"Gak apa-apanya gimana dulu?" Tanyaku

"iya takutnya kamu sakit perut lagi makan disini."ucap Dudung.

I Found YouWhere stories live. Discover now