Pundungan

162 9 0
                                    

Universitas Pasundan , 10 April 2010

Beberapa tahun setelah kepergian kakekku, banyak pelajaran yang dapat ku ambil, mulai dari saran dan pemikiran kakek tumbuh dalam isi kepalaku dan aku jalankan hingga pada saat ini. Tujuh belas tahun telah berlalu rasanya terlalu cepat bagiku, seperti baru kemarin aku melewati masa – masa dimana aku Bersama kakekku. "Papih aku kangen" ucapku didalam hati. Hari ini aku sempat mampir ke pusara kakekku dimana ia tertidur lelap untuk selamanya, selalu ku sempatkan hadir datang ke sana setiap bulan bisa mampir dua atau tiga kali aku sempatkan waktu. Akupun selalu berdoa dengan kusyuk agar semua yang aku jalani dapat mudah ku lalui, karena sedari aku kecil, aku selalu mengingat apa yang kakekku berikan terutama apa yang ia ucapkan. Andai kakekku masih ada pasti ia selalu mendukung apapun kegiatan positif yang aku jalani.

"Eh neng, bengong aja lo!! ucap Dea mengagetkan. Membuyarkan semua lamunanku tentang papih. "Ternyata lo di sini, dicariin tuh sama si Gara" Sahut Dea. "Oh iya nanti gw nyusul dia, lagi di hall basket kan dia? "Dari mana lo De?" tanya Irfan. "Itu gw ketemu si Erwin anak basket juga temennya Gara yaudah sekalian kan tuh si Gara yang perfectsionist itu nanyain keberadaan permasurinya?!" Sahut Vanya "Lo tuh akhir – akhir ini kenapa sih Nya? Lagi banyak beban banget ya lo?" tanya Nia penasaran "Gak kenapa – napa, gw lagi butuh moodboster aja" tandas Vanya. "Hmm..gue tahu nih lo harus gimana buat naikin mood lo" tebak Irfan "Yang gue butuhin cuma baca buku sejarah, ngemil bandros duduk anteng di depan laptop itu udah cukup banget Fan"Jawab Vanya.

"Ada yah di tahun 2008 seperti sekarang cewek centil kayak lo doyan baca buku sejarah? ." Tanya Irfan.

"Ada fan, tuh si Vanya orangnya depan mata lo" tangkas Nia. "Hey cantik, aku nungguin kamu di hall basket, eh tahunya kamu ada disini" Sapa Gara. "sama geng cuplis" "kok cuplis sih Gar? Tanya Nia dengan alis kirinya yang naik menjulang. Seakan Nia tidak terima dengan perkataan Gara."

"Ya habis kalian ber-empat itu menurut gw culun, kenapa gak terima? Gara sedikit bercanda. "Makanannya gak kamu habisin sih Nya?" tanya Gara "Gak apa apa, tiba – tiba udah kenyang." Jawab Vanya ketus

"Pokoknya aku gak mau lihat kamu jadi kurus ya nya!" dengan nada tegas Gara berbicara. Sambil berbisik dan menendang pelan ke kaki Dea, dengan lirikan mata tertuju kepada Vanya, Irfan bertanya "Si Vanya kenapa De?" Sambil menggelengkan kepala Dea menjawab. Beberapa saat kemudian Vanya berdiri meninggalkan meja makan dan berjalan berlalu meninggalkan Gara, Dea, Irfan dan Nia".

"Yah lu sih Gar, si Vanya jadi pundung" ketus Irfan. "tau lo, Vanya kenapa y a jadi pundungan?" ujar Nia. "Pundung teh naon sih?" tanya Gara kebingungan. "Pundung itu cepet marah Gar. Peka atuh Gar sama pacar sendiri" tandas Dea. "Makanya punya pacar cantik tuh di perhatiin jangan apa-apa basket mulu" ujar Irfan. "Tuh kejar Vanya-nya" tambahnya.

"Iya maaf Guys, kalian kan tahu gw bulan depan ada kompetisi" Jawab Gara. "Yauda lo balik latihan lagi deh, nanti si vanya biar kita yang bujuk biar ga marah lagi sama lo. Tapi nanti traktir kita makan di kantin yaa" Irfan, Nia & Dea tertawa berbarengan. "Sueeee lu pada, udah ah gw balik latihan basket lagi. "

"Andai Gara bersifat lebih lembut dan peka kepadaku, dia gak usah berbasa basi menanyakan hal seperti itu kepadaku, entah beban atau bukan, tapi aku merasa harus benar – benar selesai mengerjakan skripsiku" gumam Vanya dalam hati.

"Celaka dua belas, jam berapa nih mati gw udah jam sebelas lewat tiga belas, gw baru inget ada janji sama pak Toto. Itu dospem gw paling killer"

"Tok...tok..tok". "Ya, silahkan masuk" jawab pak Toto didalam ruang kelas.

"Selamat siang pak, boleh saya masuk?" "Ya, silahkan" jawab pak Toto

"Baik pak ini saya mau memberikan judul skripsi saya." "Kamu buru-buru?"

Tanya pak Toto ketus. "Oh, engga..pak, memangnya kenapa pak?" "belum saya mempersilahkan duduk, kamu sudah memberikan bahan skripsi kepada saya."

"oh..hmm maaf pak" "Kenapa gugup? Takut judul skripsi yang sudah jauh – jauh hari kamu buat saya tolak?" "Hmm..iya pak" jawab Vanya dengan getaran dibibirnya.

"Kalau kamu gugup begitu, saya bisa jamin berarti kamu tidak percaya diri dengan bahan skripsi yang sudah kamu buat selama ini" "Bukan begitu pak..tapi" mulai ada keragauan dalam diri Vanya. "Oke, mana tadi judul skripsi kamu?" tanya pak Toto.

"Ini pak" dengan keraguan dan sedikit gemetar tangan Vanya memberikan bahan skripsinya

"Misteri Efek Musik Mozart Terhadap Kesehatan & Kecerdasan"

"Ini judul skripsi yang kamu buat Vanya  Azhella Safitri?" "Judul ini sudah di buat oleh orang lain jauh sebelum kamu", Pak Toto langsung menatapku. "Banyak orang bilang anak muda di jaman era modernisasi seperti sekarang kreatif penuh inovasi?? Dari mana kreatifnya jika bahan skripsinya hanya hasil pencarian lewat internet membayar warnet sejam, dua jam, print di jilid lalu selesai?! Kamu fikir semudah itu kamu kuliah disini?! Kamu kembali beberapa hari kedepan, dan saya harap kamu sudah memiliki judul skripsi yang baru."

"Tapi Pak?" Vanya berusaha membujuk. Namun perkataan vanya langsung di sanggah oleh Pak Toto "Vanya kamu harus mencari judul lain jadi tolong fokus dengan skripsi kamu. Saya tunggu minggu depan". "Baik, saya rasa sudah cukup untuk hari ini"

"Baik pak, terimakasih dan selamat siang"

Aku melangkahkan kakiku keluar ruangan dengan rasa hampa, aku ingin melihat lihat tumbuhan hijau, untuk menemukan inspirasi kembali dan segera menemukan bahan skripsi yang baru. aku tak tahu bagaimana setelah hari ini, bagaimana hari – hariku kedepan nanti. Rasanya seperti ter-iris pisau yang menembus batin, tersayat lalu terkoyak. Entah harus mengambil langkah apa kedepannya, aku benar-benar buta. Tak lama setelah aku berada di taman tak jauh dari kampusku, ada suara yang jauh datangnya didalam hatiku yang terdalam "Vanya cucuku jangan pernah menyerah dalam hal apapun itu, ini hidup yang akan terus di perjuangkan apapun kesulitannya apapun tingkat ujian dan cobaannya kita harus lalui jamgan pernah patah untuk melewatinya". Kata – kata itu mengalir begitu saja. Ah papih suara kakekku itu terasa mengalir deras melewati aliran syarafku mengepung menyeluruh isi kepalaku lalu merekat erat di dalam hatiku. "Hmm..kenapa judul dan bahannya bukan Dibalik Piringan Hitam Indonesia Raya, saja. Aku yakin dengan semangat juang dan tambahan ekstra semangat dari kakekku, aku bisa, aku mampu melewati rintangan ini. Walau raga kakek sudah tiada tapi peran pemikirannya hidup dalam tubuhku, tumbuh dalam hatiku dan kini telah menyatu.

I Found YouWhere stories live. Discover now