uno

10 3 0
                                    

Dunia Remaja memang tidak adil pada orang orang berkelebihan atau orang orang yang memiliki banyak sel abu abu di otaknya.

Menurut penelitian juga, manusia inteligensi tinggu memiliki banyak sel abu abu atau dalam bahasa inggris disebut dengan "grey matters" di otaknya daripada kebanyakan orang.

Dan sel abu abu ini banyak digunakan di novel novel misteri. Ternyata memang sel abu abu ini membedakan keaktifan otak manusia.

Oh tidak lagi. Apa tadi aku mulai "berceremah"?
Lagi lagi aku harus mengingatkan diri sendiri untuk tidak mengoceh tentang fakta fakta yang bagi banyak orang itu nggak penting. Dan karena hal itu aku suka disebut "Google Berjalan".

Kembali ke soal ketidak adilan bagi para orang berkelebihan ini, sebenarnya bukan hanya di dunia remaja, tetapi di dunia anak hingga dewasa, tidak adil pada orang orang jenius. Khususnya masalah pencitraan. Kenapa orang orang jenius selalu digambarkan sebagai orang aneh berkacamata tebal, dengan pakaian berantakan. Memangnya tidak ada "the Beautiful geek"?. Dan juga, kenapa sih cakep banget identik dengan bodoh, dan pinter banget identik dengan aneh?

Orang cakep pasti tidak akan kesulitan dengan pergaulan dimasa remajanya dan juga tidak akan masuk kedalam bagian kasta terendah. Sedangkan hanya beberapa persen orang pintar yang sukses dalam pergaulan dimasa remajanya?

Padahal ya banyak orang orang super keren yang memiliki IQ diatas rata rata. Madonna, misalnya. Yang sukses di bidang per Hollywood an. Lalu Natalie Portman, Jodie Foster, Shakira, bahkan RM. Dan Lihaat! IQ-ku 150, hanya 10 angka dibawah Albert Einstein.

Sejak kecil predikat Genius sudah menempel erat padaku. Aku bisa membaca sendiri di usia 3 tahun, lalu mulai menghafal semua yang kubaca. Lalu tanpa kesulitan aku selalu menyabet gelar juara kelas. Ibuku yang terlewat bahagia memiliki anak genius berusaha memaksimalkan potensi anaknya. Hasilnya Mentari Cahyaning Putri, yang pada usia lima belas tahun telah mahir berbicara dalam bahasa Inggris, Prancis, Spanyol, dan Jepang, mahir bermain Piano, Serta dapat mengerjakan soal Matematika level Perguruan Tinggi.

Lengkap sudah semua persyaratan yang kubutuhkan untuk mendapatkan predikat Geek.
Padahal aku yakin 100 persen kalau aku tidak aneh. Aku tidak berkacamata tebal, tipis pun tidak, mataku sunggu sehat deh! Meski tidak sangat modis, tapi aku cukup memperhatikan penampilan, dan aku tidak suka memakai pakaian kotor dan kucel. Aku jelas tidak pendiam,  walau memang tidak terlalu banyak bicara. Aku hanya Gadis Biasa yang kebetulan dianugrahi otak penuh sel abu abu.

Tetap saja, semua itu tidak cukup membuatku mendapat tempat dalam kasta tertinggi di lingkungan pergaulan sekolahku. Sekarang ini, beberapa meter didepanku, Alleysha, ratu gaul sekolaku, berjalan gemulai dikelilingi teman temannya yang tak kalah gaul. Sambil berjalan sesekali ia melambai ke kiri dan kanan membalas sapaan murid murid alim yang mengenalnya. Dan rasanya semua mengenal murid tercantik dan termodis di sekolah itu. Saking terkenalnya aku curiga sebenarnya Alleysha tidak mengenal orang orang yang lambaiannya ia balas.

Sebenarnya aku pun terkenalm lebih tepatnya, otaku genius ku yang terkenal. Dan sialnya, di kebanyakan sekolah kasta tertinggu dihuni anak anak gaul yang kelihatannya alergi dengan murid murid terpintar

"Aww!"
"Mentariii! Kamu jatuh lagi? Kamu ini kenapa sih? Pasti tadi kamu melamun lagi! Makanya jangan day dreaming melulu! Fokus dong, Men!" temanku Lya malah terus mengomel alih alih membantuku berdiri.

Aku menarik napas panjang dan mencoba berdiri sendiri, ternyata pergelangan kakiku terasa nyeri. Sepertinya aku harus mendatangi tukang urut lagi nanti.

"Kamu bisa bantu aku berditi nggak?" aku memanggil Lya.
Akhirnya Lya menarik tanganku, masih sambil terus mengoceh soal aku tidak berhati hati ketika berjalan.

"Makasih, aku nggak apa apa kok, nggak sakit" kataku menyindir, Lya menatapku kesal.

"Kalau aku harus tanya kamu sakit atau nggak setiap jatuh, bisa bisa cuman itu yang keluar dari mulutku, saking seringnya kamu jatuh. Aku heran deh sama kamu. Mau dijalan datar, mendaki, menurun, atau di tangga, kamu selalu jatuh. Perasaan tadi nggak ada batu atau semacamnya yang bisa bikin kamu jatuh"

Lya memang benar, tapi rasanya sebal saja melihat dia tak sedikit pun menunjukan rasa simpati atau khawatir dengan keadaanku.

"Jihan, kamu tadi jatuh? Kenapa kakimu? Keseleo?" aku menoleh, Agung teman kelas kami, yang punya tubuh jangkung sampai aku harus mendonggak ketika melihat wajahnya, menyejajarkan langkah. Beberapa orang dari kelompok Alleysha berbalik mendengar suara Agung dan berteriak memanggil namanya.

"Sakit sedikit, tapi gak terlalu parah kok" jawabku. Agung Mengerenyit, jelas tidak percaya melihatku berjinjit- jinjit.
"Dasar Clumsy Girl. Kamu sering selalu celaka begitu. Hati hati ya!"

Aku mengangguk. Agung melambaikan tangan lalu mendahului kami, menghampiri temang temannya Alleysha yang tadi memanggilnya.

Di sebelahku, Lya masih mematung, menatap punggung Agung dengan pandangan memuja.

"Bener kan Men, saking sukanya sama aku, dia sampai menyapa kamu segala. Padahal matanya Lirik lirik ke aku" kata Lya, masih dengan ekspresi mendamba.

Ya Tuhan, tolong aku. Ini satu lagi ketidak adilan yang membuatku enek. Ketika Alleysha dikelilingi teman teman yang superkeren dan tidak kalah terkenal darinya, aku terjebak dengan teman yang memiliki penyakit paling menyebalkan sedunia. Narsisme tingkat dewa. Bagi Lya segalanya selalu tentang dia. Bahkan entah bagaimana dia menyimpulkan hampir semua cowok terkeren disekolah ini naksir dirinya, termasuk Agung.

Kalau penampilannya seperti Alleysha, aku bisa mengerti mengapa dia memiliki kepercayaan yang tinggi. Tapi Lya justru lebih memenuhi kriteria penampilan nerdy alias aneh dibanding aku yang menggila komputer. Tak pernah sekali pun dia datang ke sekolah dengan rambut tersisir rapi.

Kami saling mengenal sejak SMP walau tidak saty sekolah karena kami mengikuti kursus musik di tempat yang sama. Lya menggambil kelas biola, sedangkan aku piano. Begitu tau kami satu SMA, dan satu kelas, Lya langsung menjadikanku sebagai teman sebangku sekaligus teman dekatnya. Perbedaan di antara kami, aku tidak pernah berusaha menunjukan kemampuanku bermain piano pada swmua orang sedangkan dia justru tampaknya ingin dikenal sebagai si jenius biola. Bahkan ketika sedwng tidak memegang biola pun, gerak tubuhnya seakan menunjukan bahwa ia sedang memegang biola. Alih alih seperti jenius ia malah terlihat seperti orang aneh.

"Kamu perhatiin ga? Kemarin Agung ngajak aku ngobrol terus. Tapi matanya itu lohh, duhh, menatapku dalaaaam sekali" bisik Lya.

Memang begitu cara Agung mebatap cewek! Makanya banyak cewek klepek klepek, bukan cuman Lya. Aku sudah gemas ingij berkomentar, tapi aku juga tidak tahan kalau sampai melihat orang lain terluka. Ini lagi satu kelemahan karena lebih sering mempersulit diriku sendiri.

Entahlah baru itu saja tentang ku dan temanku Lya. Masih banyak hal yang belum ku ceritakan.

Tbc..

Nah.. Gimana nih karya barunya?
Aku sengaja nyobain gaya baru, jadi cerita kali ini emang baku baku gimana gituu dan lebih sedikit berfaedah hahah.

Oh iya jangan lupa voment! Tengkyu

Xoxo
SingnalKoneng

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 24, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

The Clumsy GirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang