BAB 22

75 7 0
                                    

Alifa menangis sejadi-jadinya di dalam taksi, ia melampiaskan kemarahan, kekecewan, kesediannya bercampur aduk.

Tetes demi tetes.

Hatinya sakit

Ia pegang dadanya, seperti inikah yang rasanya sakit hati?

Dibohongi oleh orang yang kita sayangi, disaat sayang sayangnya.

Ia benci Reyhan, ia benci Verdy, ia benci Wyver.

Ia tidak memperdulikan semuanya, Supir itu terlihat bingung sekaligus iba.

"Kenapa neng? Ko nangis," Kata supir.

"Maaf pak, saya enggapapa. nanti kita ke taman deket dari Restoran Cempaka."

Supir itu mengangguk, ia tidak mau mengganggu Alifa. Wanita itu butuh sendiri.

Annisa sudah menunggu Alifa di ayunan,

Annisa penasaran, kawatir dan kebingungan mendengar Alifa menelponya dengan isakan.

Alifa berlari menghampiri Annisa

Annisa berdiri memeluk erat Alifa dengan mata bengkak, merah, pipinya dipenuhi air mata.

Alifa nangis sejadi-jadinya, ia ingin melampiaskan semuanya.

"Alifa, lu kenapa? cerita sama gue lu kenapa. Ya Tuhan, mata lu sampai bengkak banget," Annisa melepaskan pelukannya dan Alifa mulai bercerita dari kemarin ia bertemu dengan Talita sampai tadi.

Bagaimana bisa, temannya dijadikan pacar bohongan. Kenapa Alifa yang menjadi korbannya.

"Awas aja tuh orang, kalo gue ketemu sama dia, gue tabok mukanya. Kalo perlu sampe berdarah sampe biru. Gue engga sabar banget pengen tabok dia." Kata Annisa kesal.

"Gue mau temuin Talita dulu. Gue mau nanya kenapa dia ngomong kayak gitu." Kata Alifa, air matanya mulai reda.

"Gue temenin ya." Annisa mengelus punggung Alifa.

Alifa menjawab dengan gelengan.

"Engga usah, gue aja sendiri."

"Yaudah, lu jangan nangis lagi, nanti lu sakit. Gue engga tega ngeliat lu, Udah ya nangisnya."

Alifa mengangguk, bibirnya berusaha untuk tersenyum.

"Makasih Annisa, lu selalu ada buat gua, tapi guanya bandel engga dengerin lu,"

Annis tersenyum mengangguk lalu memeluk sahabatnya itu.

ALIFA (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang