23. Moments of Affectionate

1.3K 145 9
                                    


Mr Jung benar-benar ganteng, ketampanannya hari ini bersinar empat kali lipat dari pertama aku melihatnya di hari pertama. Siang ini ia mengenakan sweter rajut warna cokelat muda dipadukan dengan jas selutut biru tua. Rambut hitamnya yang sedikit bergelombang disisir ke belakang, menyisakan dahi yang sama bening dengan keseluruhan mukanya semakin terpampang nyata.

"So everything is good then?" Bahkan suara Mr Jung juga sangat merdu, benar-benar sosok yang tepat untuk posisi Business Development Manager, bisa membuat calon rekan bisnis manapun mudah tergoda.

Leon menunjukkan beberapa poin kepada Alia untuk memastikan tidak ada yang terlewat, kemudian Alia menerjemahkan semua poin tadi kepada Mr Jung. Tidak lama mereka bertiga terlibat dalam pembicaraan yang dalam. Sementara aku masih sibuk mengagumi Mr Jung.

"Ada lagi enggak, Riss?" Leon menyenggol lenganku.

"Sudah semua kok," ujarku cepat-cepat membuka agenda.

"Jangan sampai ada yang terlewat, sepertinya elo kebanyakan memerhatikan Mr Jung hari ini daripada meeting-nya deh."

Sebelum aku sempat membalas celetukan Leon, laki-laki itu sudah kembali larut dalam pembicaraan dengan Alia dan Mr Jung. Habis bagaimana lagi, kalau komunikasi berjalan lancar seperti hari ini, aku jadi terpukau kembali pada Mr Jung. Alia benar-benar membantu meeting berjalan lancar. Kemampuannya menerjemahkan, bahkan hal yang sangat teknis, sungguh mumpuni. Penerjemah dari Micro Graph yang sebelumnya menemani meeting kami dua hari yang lalu, jadi tidak banyak berperan. Selepas makan siang, akhirnya Mr Jung memutuskan Alia saja sudah cukup sebagai penerjemah komunikasi kami. Satu hal yang membuat aku dan Leon tersenyum bangga.

"Okay then, we send documents then, next week okay?" Yah, masih patah-patah sih bahasa Inggris-nya, untung ganteng Mr Jung, ucapku dalam hati.

Aku dan Leon bersalaman dengan Mr Jung, kemudian mengucapkan salam perpisahan dengan beberapa tim Micro Graph yang telah menemani kami beberapa hari terakhir. Setelah bertukar ucapan dan janji untuk saling menjaga hubungan, dengan bantuan Alia tentu saja, kami bertiga keluar juga dari gedung BYC High City dan berjalan santai menuju Mario Outlet. Masih pukul empat sore, aku dan Leon punya cukup banyak waktu sebelum kembali ke Jakarta besok malam.

"Gue sudah sekalian kirim ke surel ke Mas Deni tadi, kasih kabar terakhir hasil meeting hari ini. Dia sudah balas dan bilang selamat bersantai katanya, semuanya sudah berjalan sesuai harapan."

Aku tersenyum bahagia mendengar penjelasan Leon. "Berkat kamu semua, Alia. Andai saja dari hari pertama kita sudah ketemu kamu, pasti semua lebih cepat selesai."

"Mbak Rissa bisa saja," muka Alia memerah mendengar pujianku dan sontak menundukkan kepala, tidak tersisa pembawaan yang sangat dewasa saat di dalam ruang meeting tadi. Gadis yang memiliki tinggi badan mendekati 160cm itu memang terlihat kecil di tengah-tengah aku dan Leon. Mukanya juga sangat imut, benar-benar tidak terlihat seperti mahasiswa.

"Rissa benar, Lia. Tanpa kamu, mungkin kami masih stuck saja dan belum tentu besok selesai," Leon menambahkan sambil mengacak-acak rambut lurus sebahu milik Alia.

Muka Alia semakin memerah dengan perlakuan Leon. Aku memang sempat memerhatikan dari pagi tadi, sepertinya Alia sedikit menaruh hati ke Leon. Seharian ini ia selalu memilih posisi duduk dekat Leon, termasuk saat makan siang tadi ketika Micro Graph mengajak kami makan di luar. Kemudian Alia juga lebih banyak menerjemahkan kalimat-kalimat yang diucapkan Leon daripada aku. Aku sih tidak masalah ya, malah kesempatan untuk aku lebih bebas memerhatikan Mr Jung daripada fokus ke meeting.

"Dia naksir lo tuh," ujarku pada Leon ketika kami berada di dalam Mario Outlet, tengah menunggu Alia yang sedang antre di kasir.

"Siapa?" ujar Leon bingung kemudian memalingkan wajahnya dari ponsel. Seperti biasa, di waktu-waktu kosong seperti sekarang, seorang Leon Haris tidak pernah lepas dari kegiatan selfie.

Kick Me Out!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang