22. Moments of Admiration

1.2K 130 1
                                    


Masih ada dua berkas lagi di atas meja, berarti setidaknya sudah lebih dari setengah jalan dan sebentar lagi semua proses ini akan selesai.

"Dia oke ya, sayangnya besok enggak bisa." Leon berkomentar saat menuliskan beberapa catatan di atas kertas.

Aku mengangguk membenarkan ucapan Leon. "Sejauh ini, baru dia yang cocok dari segi harga. Sebelumnya, sudah profesional semua deh. Rata-rata kuliah S2," lanjutku sembari memeriksa tumpukan berkas lain di sebelah kananku.

Sesuai referensi teman Leon dari tempat les bahasa Korea yang aku tidak kenal, kami menghabiskan hari ketiga di Seoul dengan mencari penerjemah. Mengingat budget yang terbatas, tentu saja kami mencari mahasiswa Indonesia yang lancar berbahasa Korea. Ternyata lumayan banyak juga mahasiswa Indonesia yang kuliah di Seoul. Kalau melihat dari ranking universitas-universitas terbaik di dunia, setidaknya ada lima universitas asal Korea Selatan yang masuk 100 besar, tiga di antaranya terletak di Seoul. Namun aku sendiri curiga, pengaruh Korean Wave pasti menjadi salah satu alasan para mahasiswa ini kuliah di Korea. Kecurigaanku sedikit terbukti karena beberapa orang yang sudah kami wawancara, mengaku sengaja memilih Korea Selatan sebagai tujuan kuliah agar mudah menonton konser grup idola.

"Saya sempat ikut program pertukaran pelajar saat SMA dan menyenangkan sekali tinggal di sini, setiap minggu ada pertunjukkan musik yang bisa ditonton. Kadang tidak perlu membeli tiket, saya cukup menunggu dekat gedung pertunjukkan saja nanti juga bisa melihat artisnya. Kalau beruntung, dapat tanda tangan atau foto bareng. Akhirnya saya memutuskan kuliah di Seoul, dan di sini lah saya sekarang."

Alia, kandidat terakhir kami hari ini, terlihat ceria menjelaskan alasannya memilih kuliah di Seoul. Usianya tidak terpaut jauh dariku, setahun lebih muda saja. Kurang dari satu tahun lagi dia akan lulus, dan sudah merencanakan untuk mencari pekerjaan di Korea juga selepas lulus kuliah sembari mencari kesempatan mendapatkan beasiswa S2. Saat ini Alia magang di salah satu stasiun televisi swasta di Seoul, menerjemahkan dokumen-dokumen bahasa Inggris ke Korea dan sebaliknya.

"Ini sedikit dadakan, tapi kami membutuhkan bantuan untuk besok. Sekitar enam, maksimal tujuh jam di daerah Geumcheon?" tanyaku setelah yakin kalau Alia adalah kandidat yang tepat. Sebelumnya Leon sudah memastikan fee yang diminta Alia sesuai dengan budget kami.

"Bisa banget," jawab Alia antusias, seperti sudah menunggu-nunggu pertanyaan tersebut. "Saya besok ada rencana ke Mario Outlet, di Gasan Digital Complek, apakah dekat dari situ? Bisa sekali jalan jadinya."

"Lokasi yang sama dengan Micro Graph, kebetulan seka..,"

"Eh outlet? Seperti factory outlet?" selaku sebelum Leon menyelesaikan kalimatnya. Mataku pasti sudah berbinar-binar sekarang mendengar kata outlet. Setelah Alia membenarkan pertanyaanku, dengan cepat kami berdua terlibat dalam pembicaraan penuh dengan angan-angan pakaian bagus yang murah, meninggalkan Leon yang hanya dapat mengurut dada.

Selesai bertukar nomor dan memastikan sekali lagi lokasi pertemuan esok, aku dan Leon akhirnya berpisah di tengah-tengah keramaian area Hongdae pada pukul lima sore. Satu keuntungan lain tinggal di area ini memang lokasinya yang dekat dengan berbagai universitas, sehingga mudah menentukan tempat bertemu untuk proses wawancara singkat tadi.

"Semoga dengan bantuan Alia, meeting besok dapat membuahkan hasil. Gue enggak yakin kita masih punya waktu lusa, karena malam harinya sudah harus pulang kan. Kalau sampai extend, bisa jadi gelandangan kita di sini," ujarku setengah bergidik membayangkan kemungkinan terakhir.

Leon tertawa mendengar komentarku. "Kemungkinan keberhasilan meeting kita besok sebenarnya akan meningkat, kalau tadi kita lebih banyak membahas soal job desc Alia, daripada kemungkinan belanja apa," sindir Leon mengingatkan ulahku yang menanyakan detail Mario Outlet sebelumnya.

Kick Me Out!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang