♪ ♬ 17 ♬ ♪

Start from the beginning
                                    

• • •

Waktu matanya mengerjap, cahaya matahari pagi dari jendela langsung menyapa mata Haani, buat Haani jadi lebih malas untuk bangun. Tapi ia harus, sadar kalau Galuh sudah tidak di sampingnya.

"Udah bangun?"

"Umm.." Haani malah menarik selimut menutupi seluruh tubuhnya.

"Katanya mau steak." Goda Galuh, duduk di pinggiran kasur sambil mengelus-elus pucuk kepala Haani. "Yang kepengen malah tidur duluan."

"Tapi sekarang udah gak kepengen, biasa aja."

"Iya deh terserah, paling nanti pas inget juga minta lagi. Ayo bangun, udah dibeliin bubur tuh."

"Luh."

"Hm?"

"Kamu udah bilang soal kita ke temen-temen kamu?"

"Eh? Gue belum cerita?"

"Cerita apa?"

"Soal gue yang ngaku ke Tanu kalo kita pacaran."

"Kamu udah bilang?"

"Yaa baru ke Tanu sih, kan dia yang paling deket."

"Terus respon dia gimana?"

"Gak gimana-gimana." cubit Galuh di hidung Haani yang sontak buat Haani menutup mata. "Udah ah, nanti gue ceritain sambil makan. Ayo."

"Yang bersih-bersih sini masih ada?"

"Udah gue suruh pulang. Ayo ah, kenapa sih?"

"Ya.. malu aja." Haani bangkit, "Kaos saya mana?"

"Dicuci, udah pake apa aja yang ada. Tuh, ambil di lemari. Kayaknya lo emang harus stok baju disini juga deh Ni."

"Hmm."

"Gue tunggu depan ya?"

"Okee."

Di meja makan, sambil menyantap sarapan mereka, Galuh menceritakan waktu ia jujur pada Tanu soal hubungannya dengan Haani. Mengaku pada Tanu rasanya lebih buat Galuh deg-degan dibanding mengaku pada keluarga. Kenapa? Tanu teman terbaiknya, Galuh takut juga sebenarnya kalau nanti Tanu malah menghindarinya.

"Ooh, jadi emang pacaran sama Kak Haani?" Tanu mengaduk-aduk minuman di depannya. "Gak heran sih gue. Gue juga mikir begitu, karena emang lo deket banget sama dia. Tapi yaaa, gue takut salah jadi gue lupain. Ternyata malah bener."

"Lo gak gimana-gimana?"

"Gimana apanya?"

"Temen lo gay."

"Lah? Terus, emang, gue harus gimana? Gak temenan lagi gitu sama lo?"

"Yaa.. siapa tau."

Sontak Tanu tertawa hebat, "Dih, anjir lo Luh. Lo kira gue temen yang begitu apa? Ya itu sih terserah lo, Luh, elo mau pacaran sama siapa kek, cowok kek, anak SMA kek, nenek-nenek kek, bodo amat. Kok elo yang pacaran gue yang repot?"

"Gue suka keterbukaan pikiran lo Nu, tapi gak sama nenek-nenek juga! Brengsek."

"Ya abis lo juga sih." Tanu masih cekikikan. "Ya nggak lah, Luh. Lo mau pacaran sama Kak Haani ya kita tetep temen. Lo pikir gue bakal jijik, atau malu gitu tau lo gay?"

"Iya."

"Cetek lu. Kuliah psikologi tapi otak begitu."

"Ya lo kan tau gue masuk psikologi karena apa. Lagian semester depan gue bakal jadi pindah jurusan kayaknya." Galuh melirik minumannya, "Jujur soal ini ke lo tuh lebih nyeremin daripada waktu gue cerita ke bokap nyokap, Nu."

Our Escape Way (BL 18+) [COMPLETE]Where stories live. Discover now