Bapak

881 100 15
                                    

Bapak jarang sekali ada di rumah. Sama seperti Ibu, sibuk bekerja. Kalau pun ada di rumah, biasanya tidur. Pakai kaus kutang putih, celana pendek. Kata Ibu kasihan Bapakmu capek, jangan diganggu. Padahal kan, aku kangen! Kalau bapak tidur terlalu lama aku suka duduk di atas perutnya. Percuma dipanggil, tidak akan dengar. Jadi kucubit-cubit saja pipinya. Tidak bangun juga. Kutarik-tarik kaus kutangnya juga tidak bangun. Kuperhatikan lamat-lamat wajah Bapak yang tertidur pulas. Kata Bu Ina, teman Ibu, aku mirip bapak. Aku tidak merasa begitu. Aku tidak berkumis dan berjenggot. Tidak mau. Kumis dan jenggot Bapak dicukur setiap hari. Aku dan Della sering memperhatikan Bapak cukur kumis dan jenggot. Raut wajahnya bisa jadi sangat serius. Sehabis Bapak cukur kumis dan jenggot aku tidak mau dekat-dekat. Takut dicium, tajam!

Bapak dan Ibuku bekerja di bandara. Kata Bapak bandara tempat banyak pesawat parkir. Aku pernah lihat pesawat terbang! Waktu sedang bermain bersama Pipi dan Nadya. Kecil sekali, berwarna putih menembus awan. Pipi khawatir pesawatnya akan menabrak matahari. Jadi sepulang bermain kutanyakan saja pada Bapak. Bapak bilang pesawat tidak akan menabrak matahari. Aku bernafas lega. 

"Kalau terbang sayapnya tidak dikepak-kepakan seperti burung?"

"Tidak Tu, lurus saja. Tidak dikepak-kepakan."

Bapak membentangkan lengannya menirukan sayap pesawat. Kalau mau belok ke kiri miring ke kiri. Kalau mau belok ke kanan miring ke kanan. Aku senang sekali! Lalu kuikuti miring kanan-kiri sambil membentangkan lengan. Waktu Ibu lihat dan bertanya sedang apa, aku bilang sedang jadi pesawat.

Sebelum tidur biasanya Bapak mendongengi aku dan Della. Bertiga di kasur atas ranjang tingkat. Cerita bapak banyak sekali. Ada yang dari buku cerita, ada pula yang dikarang sendiri. Aku paling suka cerita manusia kue jahe. Rasanya jadi ingin ikut berlarian mengejar kue jahe, sebelum dimakan si rubah cerdik! 

"Lari lari, secepat yang kamu bisa! Aku tidak akan tertangkap, akulah si manusia kue jahe!"

Bapak membacakan tulisan di buku, wajahnya beraut sama seperti gambar si kue jahe. Aku dan Della tertawa, mendengarkan sampai habis. Membayangi kue jahe yang berlarian penuh gula-gula. Tiba-tiba Della memeluk lengan Bapak dan menggigitnya.

"Hwaaarrrgh!"

"Della! Bapak bukan kue jahe!"

Bapak membalas pelukan Della. Aku ikut nyempil di tengah, mau ikut dipeluk. Aku dan Della meminta Bapak untuk bercerita lagi. Kata Bapak besok saja, kue jahenya juga mengantuk. Bapak mencium kepala Della dan aku. Duh, tajam! Lalu Bapak turun dari kasur, mematikan lampu. Seketika kamarku jadi gelap. Stiker bintang dan bulan yang yang ditempeli Bapak mulai bercahaya. Aku memandangi langit-langit. Masih memikirkan si kue jahe. alangkah beruntung jadi si rubah cerdik. Malamnya aku bermimpi makan banyak sekali kue jahe sampai buncit.

Semesta LembutTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang