Pergi ke Pasar

2.3K 150 29
                                    

Pagi ini aku sarapan semangkuk nasi putih dan sayur asem di mangkuk keramik kembang-kembang biru. Semua kulahap sampai habis tak bersisa. Aku semangat sekali menghabiskan sarapan, mau ikut Ibu ke pasar! Ibu biasanya tidak ke pasar, sibuk bekerja. Tapi hari ini Ibu dapat cuti. Nanti mau masak ikan ekor kuning, dibumbui kunyit digoreng kering katanya. 

"Tapi janji ya Tutu, jangan minta yang macem-macem. Ibu ga bawa cukup uang. Jangan rewel!" 

Aku mengangguk pasti. Janji tidak akan nakal. Aku senaang sekali! Saking senangnya aku sampai tidak bisa berhenti berlarian di dalam rumah membayangkan suasana pasar; Banyak buah-buah besar dan kecil, sayur-mayur yang bentuknya aneh, cabai merah yang menumpuk tinggii sekali, manisan gula-gula dibungkus plastik, dan masih banyak lagi. Dari semua itu aku paling suka lihat ikan! Dijajarkan di atas balok-balok es. Ada yang bentuknya panjang-panjang kurus, bersirip merah besar, ada juga yang sudah dipotong jadi dua bagian gemuk-gemuk.  

Pasar yang Ibu kunjungi namanya Pasar Sabar Subur. Tidak terlalu jauh dari rumah. Naik becak sekali juga sampai. Pasar Sabar Subur selalu penuh. Ibu berjalan gesit di antara keramaian. Aku mencengkram erat baju Ibu dari belakang. Takut Ibu hilang.  Sesekali berhenti di tempat  sayur, di tempat rempah-rempah, di tempat pemotongan daging. Melewati karung-karung berisi jagung, buncis, kacang merah, dan daun bawang. 

Di tangan ibu sudah ada dua plastik hitam berisi tomat dan kunyit. Kami berjalan lurus masuk lebih dalam ke dalam pasar. Baunya pekat dan amis disini. Jalanannya berlumpur hitam. Aku mengikuti langkah Ibu yang berhati-hati menghindari jalanan becek. Sesampainya di tempat ikan, aku langsung lari menghampiri meja kayu tempat ikan dijajarkan di atas balok es yang dihancurkan. Aku harus berjinjit sedikit untuk melihat semuanya. Hari ini ada ikan dengan banyak kaki, berkulit kemerahan dan licin.

"Itu bukan ikan Tutu, namanya cumi-cumi. Kalau yang itu lobster." Ibu menunjuk setumpuk udang berukuran besar sekali dalam box putih di samping kiri. 

"Itu udang Bu?"

"Bukan, lobster."

"Nanti kita makan lobster juga?"

"Ngga Tu, lobster mahal. Uang ibu cuma sedikit."

Yah! Padahal udang besar, maksudku lobster, terlihat sangat menggiurkan. Kata bapak yang menjual ikan, hari ini tangkapannya sedang banyak. Ikannya segar-segar. Ibu membeli dua ikan ekor kuning. Punggung dan ekornya benar-benar berwarna kuning seperti diwarnai pakai krayon. Selain ikan ekor kuning, ada ikan kuwe. Badannya lebar berwarna abu-abu, matanya belo. Di pojok atas meja ada ikan berwarna merah. Ibu bilang namanya ikan kakap merah. Sirip, ekor, mata, semuanya berwarna merah! Ikan yang kecil-kecil sekali namanya ikan teri. Aku pernah makan, rasanya gurih. Belum selesai melihat semuanya, Ibu sudah menarik tanganku. Kembali berjalan di tengah orang banyak. Aku memberontak. Masih mau lihat ikan! 

"Tutu! kalau rewel besok-besok tidak Ibu ajak lagi ke Pasar." 

Tanganku dicengkram erat oleh Ibu. Tapi kan aku mau lihat ikan! Mau lihat ikan! Aku belum lihat semuanya. Di tengah jalan Ibu mampir sebentar ke toko kelontong, membeli garam. Aku melepaskan genggamannya.  

"Buuuu aku mau lihat ikan!"

Ibu masih sibuk berbincang dan tertawa dengan bapak pemilik toko. Tidak menghiraukan aku yang menarik kencang ujung bajunya. Jadi kuputuskan untuk pergi sendirian melihat ikan. Menyusup di antara kaki banyak orang. Tapi aku tidak dapat menemukan tempat ikan dijual. Aku berhenti di dekat kios yang menjual pisang kuning besar. Menengok ke kanan-kiri. Berharap menemukan meja kayu penuh es dan setumpuk ikan. Tidak lama, di kejauhan samar ibu berlari menghampiriku. Mukanya berkerut dan tangannya langsung menyambar kupingku. Ia menjewer dengan keras. Aku meraung-raung. Menangis sejadinya. 

"Ibu bilang jangan rewel! Kalau sudah ya sudah. Tidak usah ogoan!"

Sakit! kupingku terasa pedih dan panas. Aku tidak suka dibentak seperti itu. Aku hanya ingin lihat ikan. Ibu berjongkok di depanku, mendekatkan mukanya. 

"Kalau kamu hilang bagaimana Tu?!" 

Suaranya bergetar, matanya berkaca-kaca. Kali ini bahuku dicengkram dan digoyang-goyangkan. Aku masih menangis terisak-isak. Ingin cepat pulang ke rumah. 

Sudah lupa dengan ikan.





Semesta LembutWhere stories live. Discover now