14

2.1K 152 0
                                    

"Dimi, kita mau kemana, sih?" tanya Mysha yang berjalan dengan riang di samping Dimian.

"Diamlah! Kau sudah menanyakan itu berkali-kali, Mysha. Apa kau tidak lelah?" ucap Dimian karena merasa risih dengan ucap Mysha yang terus menanyakan hal itu sejak pagi tadi.

Mysha mengerucutkan bibirnya kesal. "Kenapa aku tak boleh mengetahuinya? Kau selalu saja bersikap seperti ini kepada ku. Apa salahnya? Aku hanya ingin tahu," cerocos Mysha yang merasa kesal dengan pria menyebalkan di sampingnya.

Dimian melirik sesaat gadis di sampingnya. Ia memilih diam dan tak menjawab ucapan Mysha. Karena menurutnya itu percuma, ia sedang malas berdebat di pagi yang cerah ini.

Mysha merasa dirinya tengah di abaikan. Lagi-lagi Dimian membuatnya penasaran setengah mati.

"Ish, menyebalkan. Dimian aneh, dingin, beruang kutub, es batu ...," gumam Mysha dengan perasaan kesal sambil menghentak-hentakkan kakinya.

Dimian mendengar ucapan Mysha samar-samar karena jarak mereka cukup dekat. Ia tersenyum geli melihat tingkah Mysha yang sepertinya tengah marah kepadanya dan mengumpat tidak jelas.

Dimian lalu menaiki sebuah bus yang menuju pusat kota. Mysha semakin penasaran dengan tujuan Dimian saat ini.

Dimian dengan acuh duduk di samping seorang gadis muda, tanpa memikirkan perasaan Mysha yang menatapnya cemburu. Saat itu hanya tersisa 2 kursi kosong dengan jok yang berbeda dan saling bersebelahan. Mysha mau tidak mau harus duduk di kursi yang bersebelahan dengan Dimian dan di sampingnya ada seorang laki-laki paruh baya.

Wajah Mysha memerah akibat menahan cemburu. Dimian menyadari bahwa Mysha tengah menatapnya kesal, tapi ia memilih untuk tetap bersikap cuek. Sejenak hatinya tersenyum geli melihat wajah Mysha yang seperti kepiting rebus. Tiba-tiba,

Huek ...

Laki-laki di samping Mysha memuntahkan isi perutnya ke dalam kantung muntah. Tentu saja hal itu membuat Mysha terkejut dan merasa tidak nyaman.

"Dimian! Ini menjijikan," Mysha merasa risih duduk di samping laki-laki ini.

Dimian hanya mengangkat bahunya cuek dan menatap lurus ke depan. Dalam hatinya ia benar-benar ingin tertawa terbahak-bahak melihat raut wajah Mysha yang menurutnya sangat lucu.

Huek ...

Laki-laki itu kembali memuntahkan isi perutnya dan hampir mengenai paha Mysha yang tertutup oleh mini dressnya. Sontak Mysha berdiri dan berteriak kesal. Tapi, untungnya tak ada yang mendengarnya kecuali Dimian yang semakin tak tahan menahan tawanya.

"Sir, kau sangat tidak sopan. Kau seharusnya tak perlu naik bus jika kau suka mabuk seperti ini. Ini membuat semua orang yang ada di sini merasa risih dan ... Arrghhh, itu menjijikan." omel Mysha sambil memijit keningnya.

Dimian tampak menahan tawanya. Menurutnya, Mysha percuma mengomel seperti itu. Toh, tak ada yang mendengarnya.

Laki-laki paruh baya itu lalu menyenderkan kepalanya ke jendela dan sepertinya hendak tertidur. Sesaat Mysha melihat Dimian yang sepertinya tengah menahan tawa. Tentu saja hal itu membuat Mysha semakin kesal kepada Dimian.

Mysha memutuskan untuk kembali duduk di samping laki-laki tadi, walau sebenarnya ia malas.

____________________

10 menit perjalanan. Mysha merasa bosan dengan perjalanan ini, di tambah dengan pria di sampingnya yang terus saja muntah. Tak jarang Mysha harus berteriak histeris dan berdiri agar menghindari muntahan pria itu.

Mysha menyenderkan tubuhnya ke kursi penumpang. Ini adalah perjalanan paling menyebalkan menurutnya. Ia memalingkan wajahnya ke arah jendela. Menurutnya itu lebih baik daripada harus melihat Dimian duduk di samping wanita itu.

"Sir, I'm sorry. Sepertinya kau sedikit sakit. Jika boleh aku menyarankan, ada sebuah kursi kosong di depan sana. Mungkin kau akan lebih baik jika di sana."

Mysha mendongkakkan kepalanya tak percaya saat mendengar yang mengucapkan itu adalah Dimian.

Dimian tersenyum ramah sambil menunjuk sebuah kursi kosong di depan. Pria itu membalas senyum tulus Dimian dan berdiri menuju kursi yang di tunjukkan oleh Dimian.

Setelah laki-laki itu pergi, Dimian lalu duduk di samping Mysha. Mysha masih tak percaya dengan apa yang terjadi baru saja. Mysha tanpa mengedip-ngedipkan matanya masih tetap menatap laki-laki di sampingnya.

"Kenapa kau menatap ku seperti itu?" tanya Dimian.

"Dimi, kau benar-benar telah menyelamatkan hidupku. Aku pikir aku akan mati untuk kedua kalinya di bus ini." Mysha tiba-tiba memeluk erat tubuh Dimian dengan mata yang berbinar bahagia.

Sontak Dimian terkejut atas perlakuan Mysha yang tiba-tiba ini. Perasaannya menjadi sangat tak karuan saat merasakan tubuh Mysha berada sangat dekat dengan tubuhnya. Tapi, tiba-tiba Mysha melepaskannya.

"Astaga, ma-maaf. A-aku terlalu bahagia." ucap Mysha salah tingkah, lalu memalingkan wajahnya yang kini telah memerah akibat menahan malu. Ia merutuki sikapnya yang menurutnya sangat bodoh, konyol, dan memalukan itu.

"Mysha, kau benar-benar tak tau malu." gumam Mysha sambil memukul-mukul keningnya.

Dimian terkekeh geli melihat tingkah Mysha yang menjadi salah tingkah itu. Tiba-tiba Dimian menarik tubuh Mysha dan memeluknya dengan erat. Mysha sontak terkejut dan membulatkan matanya.

Dimian tak peduli dengan tatapan orang-orang yang menatapnya aneh.

"Tetaplah seperti ini, aku merasa nyaman saat kau melakukannya." ucap Dimian lembut sambil tersenyum.

Mysha merasa jantungnya akan melompat saat itu juga. Dimian benar-benar membuatnya terbang saat itu. Dan entah kenapa dirinya pun sebenarnya merasa nyaman dengan perlakuan Dimian yang seperti ini. Andai Dimian melakukannya setiap saat, mungkin Mysha akan menjadi hantu yang paling bahagia di dunia ini.

My Ghost [Completed]Where stories live. Discover now