1

8.6K 368 7
                                    

Di anugrahi kelebihan oleh Tuhan itu merupakan sesuatu yang luar biasa. Tapi tidak untuk seorang Dimian. Bisa melihat makhluk-makhluk tak kasat mata merupakan sebuah kesalahan terbesar dalam hidupnya. Jika kelebihan ini bukan karena keturunan, mungkin ia memilih tak ingin memilikinya sama sekali.

Di jauhi semua orang? Itu sudah hal biasa baginya. Orang-orang menganggapnya gila, aneh, dan lainnya. Itulah sebabnya mengapa dia menjadi seorang yang penyendiri dan pendiam. Apalagi setelah kepergian kedua orang tuanya 15 tahun lalu, masih menyisakan luka yang mendalam baginya.

Dan jangan remehkan kemampuan otak yang penyendiri. Dimian terkenal dengan kecerdasannya yang berbeda dari mahasiswa lainnya. Beberapa beasiswa dan penghargaan telah berhasil ia capai.

"Ah, ayolah, aku sedang tidak ingin bermain-main hari ini,"

Plakkk!!

Sebuah roh berubah menjadi abu dan pergi ke tempat seharusnya.

Dimian tidak hanya bisa melihat hantu, tapi dia juga bisa menyentuh bahkan mengirim mereka ke tempat yang seharusnya mereka berada, surga atau neraka.

"Dimi, kau sibuk?" seorang wanita berpenampilan feminim duduk di sebelahnya.

Dimian menoleh ke arah gadis itu, Felicia. Dia adalah wanita yang akhir-akhir ini Dimian taksir. Selain karena kecantikannya, Felicia juga termasuk mahasiswi yang cukup cerdas.

Keduanya menjadi sangat dekat dan akrab setelah dosen mereka memberikan tugas dan membagi kelompok.

"Fe-felicia, tidak, aku tidak sibuk." Dimian sedikit gugup sambil tersenyum dan meletakkan buku yang sedang di bacanya.

"Baguslah, bagaimana kalau kita mengerjakan tugas kelompok kita?" ucap Felicia sambil menyelipkan rambutnya ke belakang telinga.

-Dimian POV-

"Ah, sungguh cantik wanita ini. Kulit putih yang bersinar, bibir pink merekah yang indah dan rambut pirang yang di gerai dan terkena terpaan angin membuat kecantikannya terlihat lebih sempurna." batinku sambil memperhatikan wanita itu.

Tiba-tiba sebuah lambaian tangan membuyarkan lamunanku.

"Dimi, are you okay?" tanyanya sambil memandang lekat wajahku.

Buru-buru ku kembalikan pikiranku dan fokus kepada pertanyaan yang Felicia ucapkan.

"Ehem, I'm okay." Mengalihkan pandangan ke arah lain.

Felicia mengangguk mengerti.

Aku bisa gila jika terus berada di samping wanita ini. Aura yang di pancarkannya benar-benar membuatku semakin ingin memilikinya. Tapi aku sadar, sebagai wanita yang menjadi primadona universitas, Felicia bukanlah wanita yang mudah bersanding dengan siapa saja. Apalagi dengan seorang seperti ku, yang berpenampilan sederhana dan bertempat tinggal di sebuah apartemen berukuran sedang.

Ku hapus jauh-jauh pikiran untuk mendapatkan Felicia. Karena tujuan ku masuk ke universitas ini adalah untuk mendapatkan nilai yang maksimal dan mendapatkan pekerjaan yang layak, bukan mencari cinta.

Kembali ku pasang wajah dingin tanpa ekspresi yang selalu aku tunjukkan ke semua orang.

"Dim, bisakah kita mengerjakannya di cafe atau di tempat lainnya, udara di sini sangat panas?!" ucapnya sambil mengibas-ngibaskan tangan ke lehernya.

Yaps, saat ini negeri Paman Sam memang tengah dalam musim panas. Semua orang pergi ke pantai untuk menikmati musim ini, entah itu untuk berjemur, bermain air, atau yang lainnya. Tapi tidak untukku, aku memilih musim panas untuk mengambil kuliah, dan musim dingin untuk beristirahat. Sejak kecil aku sudah tidak tahan dengan udara dingin, itu membuat ku sakit.

Aku berpikir sejenak memikirkan ucapan Felicia. Tentu aku tak tega melihatnya kepanasan seperti itu. Tapi aku tak dapat menuruti kata-katanya. Aku harus segera mungkin menjauhi Felicia dan menjaga hatiku agar tak terlalu dalam mencintainya.

"I'm sorry, aku ada kuliah hari ini. Lain kali saja kita mengerjakan tugas itu," ucapku datar.

Felicia mengerucutkan bibirnya. Mungkin dia kesal dengan keputusan ku. Setidaknya itu yang ku lihat dari raut wajahnya.

Ku ambil ransel dan buku ku lalu berdiri hendak meninggalkan Felicia.

"Aku harus pergi, lain kali saja kita mengerjakan tugas itu. Lagi pula, Mr Kevin memberikan kita waktu 1 bulan untuk menyelesaikannya." ucap ku, lalu pergi meninggalkan Felicia yang tengah duduk di kursi taman di samping universitas sendirian.

________________

-Author pov-

Kematian bukanlah hal yang diinginkan setiap orang, apalagi jika kau menjadi seorang hantu dan berkeliaran tanpa tujuan.

Mysha Caroline Addison, seorang hantu wanita perawan, berambut coklat kepirang-pirangan, tinggi semampai dan kulit yang putih bersih. Harus merasakan hal yang tak pernah terpikirkan dalam hidupnya. Menjadi seorang hantu bukanlah tujuan akhir dari hidupnya. Lulus universitas dengan nilai baik, lalu mendapatkan pekerjaan dan menikah adalah impiannya. Kini angan itu harus ia kubur dalam-dalam. Tujuannya saat ini adalah pergi ke tempat seharusnya dia berada dan hidup dengan damai.

"Kau harus segera mencari laki-laki dengan energi positif yang cukup untuk membuatmu pergi ke surga secepatnya," ucap seorang hantu pengantin wanita bertubuh gemuk di hadapannya sambil lahap menyantap makanannya.

Mysha berpikir sejenak. Akan sulit mendapatkan laki-laki yang memiliki energi positif yang cukup besar.

"Aku tidak tahu, apa aku bisa mendapatkan energi itu secepatnya? Bahkan aku sudah mencarinya selama 5 tahun,"

"Kau pasti bisa, Mys. Hanya itu cara yang membuatmu bisa pergi ke tempat yang seharusnya kau berada," ucap Nathalie, hantu wanita berumur sekitar 30-an yang menjadi sahabat Mysha semenjak ia menjadi hantu.

Mysha tampak menimbang-nimbang ucapan Nathalie. Ia bahkan telah mencari laki-laki dengan energi positif itu selama 5 tahun semenjak kematiannya.

______________________

-Mysha pov-

Kau tak pernah tahu rasanya hidup dalam kehampaan, tanpa keluarga, teman dan sahabat. Dari sana aku mulai berpikir, bahwa semesta tak berpihak pernah kepadaku. Bahkan yang lebih buruk dari itu, aku bahkan tak ingat bagaimana aku mati.

Ah, miris sekali bukan? Tapi aku bersyukur, aku mati bukan menjadi roh jahat yang menyimpan dendam kepada siapa pun.

Aku berjalan tanpa arah di tengah keramaian kota. Walau ramai, aku masih bisa merasakan bahwa aku tetap sendiri. Orang-orang berjalan melewati ku begitu saja, menganggap ku seolah-olah aku tak ada.

"Hei? Aku disini, para hantu hidup berdampingan dengan kalian." ucap ku sambil melambai pada 2 orang pejalan kaki yang tengah asik mengobrol.

Ah, bodohnya aku, mereka bahkan tak bisa mendengar ku bicara. Aku berjalan dengan lesu, sampai sebuah tarikan energi kuat dari arah berlawanan berhasil membuat ku mendongkak.

Ku balikkan tubuh ku dan menatap laki-laki dengan ransel di punggungnya itu. Tubuhnya memancarkan aura positif yang selama ini aku cari.

"Benarkah dia?" ucapku sambil membulatkan mata.

Dengan rasa penasaran yang besar, ku putuskan untuk mengikutinya.

Laki-laki itu memasuki sebuah kompleks apartemen sederhana.

-Dimian pov-

Hari yang cukup melelahkan. Aku pulang ke apartemen ku dengan berjalan kaki, karena memang jarak dari universitas ke tempat tinggal ku cukup dekat.

Tiba-tiba ku rasakan desiran halus di tubuhku. Tentu ini merupakan hal yang biasa bagi seorang anak indigo seperti ku. Perasaan itu terus mengikuti sampai aku telah sampai di apartemen ku. Ku putar bola mataku malas, seorang hantu tengah mengikuti ku.

"Apa hidup ku cukup menarik sampai-sampai kau mengikuti ku sampai ke sini?" ucapku dengan nada sedikit berteriak.

-Mysha pov-

Aku terperangah mendengar ucapan laki-laki itu. Apa dia bisa melihat ku?

Tiba-tiba dia membalikkan tubuhnya dan menatap lekat wajahku. Aku balas menatap manik mata coklat gelap itu dengan seksama.

My Ghost [Completed]Where stories live. Discover now