Part 22

287 18 0
                                    

Nica membuka matanya perlahan. Pertama kali yang ia lihat adalah terangnya cahaya lampu yang menggantung di langit - langit bercat putih. Nica menatap sekeliling.

Dia melihat sebuah lemari kaca berisi berbagai macam obat dan beberapa lukisan tentang kesehatan. Dia mengenal tempat ini. Apalagi dengan ranjang empuk yang dia tiduri sekarang.

Sekarang dia sedang berada di UKS. "Kamu udah sadar?" Tanya seseorang membuat perhatian Nica teralihkan. Nica menatap ke arah sumber suara. Di sana dia melihat laki - laki berjalan ke arahnya.

Laki - laki dengan mata biru menghiasi wajah bulenya. Dia Stevan. Nica teringat sesuatu. Terakhir kali dia bersama dengan Verro di rooftop mendengarkannya bernyanyi.

Tapi sekarang dia bukanlah di rooftop melainkan di UKS. Yang ia lihat sekarang pun bukanlah Verro melainkan Stevan. Kemana Verro? Nica beranjak duduk.

Dia memijat keningnya saat rasa pusing itu hadir menyerang kepalanya. Tapi rasa pusing itu tak separah sebelumnya. "Kok aku bisa ada di sini?" Tanya Nica heran.

"Verro yang bawa kamu ke sini dan kebetulan aku ada di sini mau minta plester, ya udah akhirnya Verro pergi dan aku yang jagain kamu sampai kamu bangun." Ucap Stevan sembari mengisi gelas kosong dengan air mineral dari dispenser.

"Verro?" Tanya Nica heran. Nica mulai mengerti dengan situasi. Ternyata dia pingsan dan Verro lah yang membawanya ke sini. Tapi mengapa Verro pergi? Dia bisa saja menunggu Nica sampai dia sadar.

"Iya Verro," jawab Stevan sembari menyodorkan segelas air kepada Nica. Nica menerimanya dengan senyuman di wajahnya. "Kamu di sini aja, aku mau ambil tas dulu." Pinta Stevan yang dijawab anggukan oleh Nica.

Stevan berjalan keluar UKS. Nica menatap punggung lebar Stevan yang kemudian menghilang di balik tembok. Nica kembali teringat pada Verro. Lantas dia meraih handphonenya dari sakunya.

Dia mencari kontak Verro di sana lalu melakukan panggilan telfon. Nica menempelkan handphonenya ke telinganya. Hanya nada dering yang ia dengar. Dia mencoba memutuskan panggilan telfon dan menelfon sekali lagi.

Dan masih sama, hanya nada dering yang ia dengar. Verro tidak menjawab telfonnya. Di tempat lain seorang laki - laki sedang mengendarai motornya dengan tatapan fokus ke arah jalanan. Verro tak sadar jika handphonenya bergetar sejak tadi.

Dia hanya fokus menatap lurus ke depan namun pikirannya melayang ke beberapa saat lalu. Saat dirinya menggendong Nica ke UKS. Saat itu kondisi Nica benar - benar terlihat tak sehat.

Mukanya putih pucat, bibirnya pecah - pecah, suhu badannya naik, dan keringat yang membanjiri tubuhnya. Verro benar - benar mengkhawatirnya Nica. Dia ingin menjaga Nica.

Memastikan bahwa gadis itu akan baik - baik saja. Tapi semua keinginannya lenyap saat dia bertemu Stevan di UKS. Dia tersadar jika dirinya hanyalah sebatas sahabat untuk Nica. Tidak lebih.

Ada orang lain yang lebih berhak untuk menjaga Nica. Akhirnya dengan berat hati dia meminta Stevan untuk menjaga Nica lalu pergi. Dia tetap meminta walaupun dia tau tanpa disuruh pun Stevan akan tetap menjaga dan melindungi Nica.

Verro menggelengkan kepalanya. Dia harus menghilangkan perasaan itu. Bagaimanapun perasaan yang tumbuh dihatinya adalah sebuah kesalahan. Karena pada akhirnya perasaan itu hanya akan menyakiti siapapun.

Nica, Stevan, dan dirinya. Motor Verro membawanya ke area perumahan. Dia melewati rumah demi rumah. Sampai akhirnya motornya berhenti tepat di depan rumah mewah dan besar berpagar tinggi.

Pagarnya terbuka sedikit sehingga ada celah untuknya masuk dan memarkirkan motornya. Verro memarkirkan motornya tepat di samping mobil sedan bewarna hitam di garasi.

Verronica (COMPLETED) Nơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ