♪ ♬ 10 ♬ ♪

Start from the beginning
                                    

"T-tapi bukannya Mas Eldy juga selama ini selalu nganggap saya adik?"

"Ya karena gak bisa lebih, makanya gue anggap adik."

Haani diam lagi.

"Haan.." Eldy membalikan posisi tidurannya, menghadap Haani yang masih membelakanginya. "Gue salah gak sih bisa suka sama lo?"

"G-gak tau."

"Gue tuh suka cemburu gitu liat lo sama Galuh, Haan. Bukan cemburu sih, iri. Mungkin karena Galuh masih seumuran sama lo jadi ya kalian bisa akrab begitu, lengket, kalo gue udah ketuaan, jatohnya ya kayak lo sama kakak lo di rumah. Gitu. Makanya kadang gue mikir, enak banget sih Galuh bisa deket sama lo, beruntumg banget sih dia-"

Haani ingin bangkit dari sana, meninggalkan kamar hotel saat itu juga. Semakin merasa tidak nyaman dengan Eldy.

"Han."

"Eh?!" Haani menoleh kaget, Eldy sudah di sampingnya. Suara langkahnya sama sekali tidak terdengar oleh Haani. Entah. Mungkin karena tiba-tiba Haani tidak bisa berpikir apapun selain pergi saat itu juga. "M-mas-"

"Sebenernya lo gay kan?"

DEG!

Jantung Haani berdegup lebih kencang lagi, dan semakin kencang waktu Eldy meletakan tangannya di leher Haani.

"Tanda di leher lo ini.."

"M-mas-" Haani berusaha mendorong Eldy.

"Jujur Han, lo gay kan? Gue liat tanda lo ini dan gue yakin ini hickey."

"A-apaan sih Mas? I-itu cuma memar aj-"

"Jangan bohong Han, please. Gue suka sama lo dan gue butuh kejelasan." Tangan kanan Eldy merambat ke pipi Haani, tangannya yang lain menahan tangan Haani yang mencoba mendorongnya. "Haani, gue suka sama lo."

"M-mas.. please... lepasin saya Mas."

"Siapa yang buat tanda di leher lo, Han?"

"M-mas- mmh!" Tangan Haani mengepal kuat, kakinya seketika terasa lemas, air matanya berlinang, waktu Eldy dengan paksa membuat Haani menerima ciumannya.

"Please, Han. Kalo lo bisa ngelakuin itu sama orang lain, harusnya sama gue juga bisa."

Haani menggeleng, air matanya semakin deras, tangannya terasa sakit digenggam tangan Eldy.

"Han, please.." Eldy berbisik tepat di telinga Haani, lalu mengendus leher Haani yang masih tertutup kerah kaos polonya. "Gue suka lo, Han."

"M-mas.. tolong.. ja-jangan.."

"Sekali ini aja Han, tidur sama gue. Gue mohon. Ya?"

"AAAAKK!" Jerit Haani memekik kencang, Eldy mengigit lehernya dengan kuat.

"Lo wangi Han-"

"Saya mohon Mas. Jangan. Mas.. saya mohon Mas. Jangan, jangan. Saya gak mau. Maaf. Jangan. Tolong Mas.. tolong... tolong Mas...." suara Haani makin melemah, kalah dengan tangisannya.

Perlahan-lahan Eldy melepas genggamannya, lalu melangkah mundur, melihat Haani menangis memeluki lututnya sendiri. "H-han.. S-sorry.. Sorry gue keterlaluan. Sorry, Han."

Haani makin erat memeluk lututnya. Ia takut. Sangat. Ia ingin pergi dari sana sekarang juga, kemana pun, atau kalau bisa pulang saat itu juga. Tapi tubuh Haani masih gemetaran dengan hebat, buat Haani tidak bisa berjalan.

Suara pintu tertutup terdengar seiringan dengan perginya Eldy meninggalkan kamar hotel. Haani semakin menangis menjadi-jadi. Ia menggenggami handphonenya, bingung ingin menelpon siapa. Galuh mungkin tidak akan mengangkat telponnya lagi. Haani juga tidak mungkin menelpon orang rumah, ia sedang di Jepang, dan kalau Haani menelpon ke rumah, mungkin hanya akan membuat mereka semakin khawatir. Haani ingin menghubungi Agung, meminta untuk dipulangkan saat itu juga, tapi tidak mungkin, selain karena sudah hampir tengah malam, mungkin bicara pada Agung malah akan memperluas masalahnya.

Dengan tubuh yang masih gemetaran, Haani merapihkan barang-barangnya. Semua ia masukan ke dalam koper. Haani mau meninggalkan hotel malam itu juga. Haani sadar Eldy hanya pergi tanpa membawa apapun, jadi biar Haani yang benar-benar pergi.

Haani masih sesenggukan berjalan di sepanjang trotoar yang belum sepi. Haani merasa malu tiap ada orang yang menoleh padanya saat mendengar Haani sesenggukan. Sebisa mungkin Haani menenangkan dirinya, untuk berpikir lebih jernih kemana ia harus pergi di jam segini.

Handphonenya digenggam erat, Haani tau menelpon Galuh tidak akan menyelamatkannya, tapi Haani masih mau berharap Galuh kali ini bisa membawanya pergi.

"Halo?"

Haani kalah dalam lomba menahan air mata, mendengar suara Galuh, air matanya membanjir lagi.

Our Escape Way (BL 18+) [COMPLETE]Where stories live. Discover now