7. 25

87 0 0
                                    

Hari itu gue nggak pernah melihat ibu sebahagia dan secantik ini, dengan umur yang sudah memasuki usia senja, ibu masih tetap cantik dengan riasan dan baju kebaya berwarna kuning.

Tepat hari ini gue melaksanakan wisuda, bisa dibilang gue tepat waktu. Hanya saja nilai gue belum bisa membuat nama gue di panggil menjadi wisudawan dengan nilai tertinggi. Nggak apa karena elo semua tahu? Gue langsung mendapatkan pekerjaan di salah satu perusahaan startup tempat gue magang kemarin. Mungkin karena pekerjaan gue yang bagus, ketika gue mendapat email dari perusahaan, gue langsung berdiskusi dengan ibu dan beliau memperbolehkannya. Hitung-hitung cepat membantu ibu dan tidak menyusahkannya lagi.

"Selamat ya nak, ibu bangga. Akhirnya kamu lulus juga." ujar ibu yang langsung menemui gue di aula dan memeluk gue.

"Terima kasih bu, ini juga berkat doa dan motivasi dari ibu."

Di aula yang sesak ini, hanya diizinkan kerabat dekat saja yang boleh masuk kesini untuk bertemu setelah proses wisuda selesai. Gue melihat sekeliling beberapa wisudawan dan wisudawati memeluk kerabat terdekatnya, entah itu ayah atau ibunya hingga kakek atau neneknya. Tuhan, di momen seperti ini aku jadi teringat ayah. Karena ada beberapa orang yang masih bisa merasakan pelukan orang tuanya yang lengkap. Aku menangis tanpa kusadari. Akhirnya yah, Bimo lulus kuliah!

"Iya nak, sudah jangan menangis. Ayo kita keluar." ungkap ibu yang menyapu air mata haruku.

Kami berdua pun berjalan keluar aula yang sudah penuh sesak. Kasihan juga jika ibu lama berada disini, karena panas banyaknya orang.

Cukup jauh kami berjalan keluar dan meninggalkan aula, gue dikejutkan oleh hadirnya teman-teman gue. Ternyata ibu membawa gue kepada teman-teman yang kelihatannya sudah menunggu dari tadi dan lebih mengejutkannya, mereka sambil menentneg sebuah spanduk dengan gambar wajah gue dan ucapan selamat.

"Selamat wisuda bro!" ujar Adni yang langsung memeluk gue haru.

"Iya Ni, sama -sama. Elo kok disini, bukannya lagi tugas di Makassar?"

"Iya Bim, demi elo deh gue datang sehari ke sini." balas Adni.

Nggak gue sangka Adni bisa meluangkan waktunya yang sibuk hanya demi melihat gue.

"Selamat masuk ke dunia pria dewasa Bim!"

Kali ini giliran Doni yang menyelamati gue sambil memberikan Bouquet yang berisikan snack yang dibentuk menyerupai bunga.

"Bisa aja lu Don, makasih ya." balas gue kepadanya.

"Selamat Bimo, semoga gelarnya berkah ya."

Kali ini giliran Mia yang menyelamati gue sambil disusul oleh suaminya yang tengah menggendong anak kecil yang membawa bunga.

"Ayo kasih ke om Bimo bunganya nak."

Anak tersebut terlihat malu-malu memberikan bunganya kepada gue. Ternyata Mia sudah melahirkan dan mempunyai anak, hidup teman-teman gue benar benar beragam. Aku yang baru dua hari kemarin merayakan ulang tahun yang ke – 25 hanya bisa memberikan kado kelulusan untuk ibu yang kulihat sibuk berbicara dengan Adni dan Doni. Maaf bu, Bimo baru bisa memberikan kado wisuda saja, ucap gue dalam hati.

"Selamat atas gelarnya Bimo!"

Entah dari mana datangnya, Tantri memberikan gue ucapan dan juga bunga. Gue melihat di belakangnya ada seorang cowok yang membawakan kue yang tidak terlalu besar. Gue tahu pria itu, itu adalah Dani Fathier, teman Tantri.

"Sama-sama Tan, terima kasih bunganya juga." balas gue sambil sesekali melihat ke arah Dani.

"Iya, ini kue untuk elo juga Bim." ujar Tantri seraya menggambil kue tersebut dari tangan Dani.

"Lah emang dia ulang tahun?" tanya Doni.

"Nggak sih, ulang tahunnya kemarin tanggal 12 benar kan Don? Ya maaf aja telat ngucapinnya."

Alhasil Doni, Adni dan Mia secara bergantian mengucapkan ulang tahun ke gue, gue nggak begitu fokus mendengarkan ucapan mereka semua. Yang jelas perasaan gue campur aduk, di satu sisi gue senang karena Tantri ingat ulang tahun gue, dan di sisi yang lain, kenapa ada Dani di sini?

"Woy! Bisa-bisanya lu ngelamun!" ejek Doni sambil menyenggol gue.

"Iya nih, nggak asik." imbuh Adni.

"Eh.. Eng.. Enggak, enggak kok siapa juga yang melamun. Iya makasih ucapannya semua. Semoga kalian selalu sehat dan sukses untuk kita semua."

"Amin..." jawab semuanya.

"Oh iya semuanya, maaf tante ini kenalin, Dani. Tunangan aku." ujar Tantri sambil menyuruh Dani bersalaman dengan teman-teman dan juga ibu.

Bagai petir di siang bolong, perasaan haru dan senang ketika gue baru selesai di wisuda dan bertemu dengan teman-teman, hilang seketika ketika Tantri berbicara seperti itu. Pikiran gue menjadi kacau.

"Dani..."

Ibu menyenggolku kali ini dan membuatku sadar akan lamunan.

"Bi.. Bimo.."

"Ya elah, ngelamun mulu nih bocah." pungkas Doni.

Mereka semua tertawa namun tidak bagi gue. Gue yang baru akan memulai menjalani masa depan langsung terhempas ketika tahu Tantri sudah bertunangan. Rencana gue untuk hidup bersamanya seketika musnah sudah. Tidak ada harapan lagi.

"Jadi kapan nak Tantri dan nak Dani?" tanya ibu.

"Rencananya awal tahun depan tante. Doakan saja yang terbaik." ujar tantri sambil terus menggandeng erat Dani.

"Amin..." balas teman-teman juga.

"Iya tante doakan yang terbaik kok pasti."

Mulut gue masih sulit untuk berkata sepatah atau dua patah. Gue masih enggak percaya sama yang gue lihat. Ini semua benar-benar rencana Tuhan dan gue nggak bisa mengelaknya. Gue harus merelakan Tantri kepada orang lain. Tantri terlihat Bahagia bersama Dani, gue tahu itu dari senyumannya yang tulus.

Sudah.. Sudah, harus gue sudahi perasaan gue ini dan untuk hari ini, nggak akan pernah gue lupakan perasaan campur aduk ini. Hari kelulusan gue dan Tantri yang akan segera menikah. Benar-benar enggak habis pikir gue mendapatkan hal seperti ini.


25Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang