Bab 2 :: Rahasia di Antara Mereka

7.5K 486 2
                                    

Setiap manusia punya teka teki tersendiri yang harus dipecahkan dalam hidupnya.
~Fii

===&===

Greta melepas mantel dan melemparnya begitu saja di atas ranjang. Ia mondar-mandir seraya menggaruk-garuk dahi yang tidak gatal. Sesekali tercipta kerutan di sana. Sepuluh detik kemudian, langkahnya berhenti. Menatap jendela lebar dengan desain atas yang melengkung setengah lingkaran, ia membulatkan tekad untuk langsung bertanya.

"Ada sesuatu yang tidak kuketahui, bukan?" tembaknya begitu melihat Aileen sedang duduk di sofa dekat perapian.

Perempuan yang mendengar jelas langkah tergesa Greta ketika menuruni tangga itu menoleh. Dengan dahi berkerut, ia menyahut, "Apa maksudmu?"

Greta memasukkan kedua tangan di saku hoodie kuning pastel, lalu duduk di sofa seberang Aileen. "Aku mendengar kalian membicarakan sesuatu yang tidak kutahu ... tentang masa laluku."

Pupil Aileen melebar tanda terkejut. Namun, segera dirinya menetralkan raut wajah. "Apa maksudmu, eh?"

"Bibi jangan pura-pura tidak tahu!" Jeda sejenak untuknya meneliti wajah pucat perempuan itu. "Ceritakan yang sebenarnya atau aku akan terus menyesalkan keputusan operasi mata ini."

Aileen menujukan netra pada Greta. Beberapa detik mereka saling tatap, tetapi Greta tidak dapat menangkap arti sorot mata bibinya.

"Oh, ayolah, Bibi! Ceritakan padaku yang sebenarnya!" Perempuan itu menunjukkan gelagat rajukan.

Kepala Aileen bergerak ke kanan dan kiri. Membenarkan posisi duduk, ia berkata, "Maaf, Sayang, Bibi maupun pamanmu tidak bisa mengatakannya. Yang jelas, ada seseorang yang hidupnya, yaaa ... bisa dikatakan tidak baik-baik saja karena keadaanmu saat itu."

"Oh, ya, ampun!" Kedua tangan Greta keluar dari saku hoodie untuk menjambak rambut lebatnya. Kemudian, ia menghela napas seraya menyorot gemas bibinya. "Tidak bisakah Bibi langsung menceritakannya padaku? Aku bisa mati penasaran sebelum dapat jodoh, Bi."

Sekali lagi Aileen menggeleng. "Tidak. Eumm, sepertinya, ini saatnya untuk kaucoba mencari tahu. Kami berharap itu akan menjadi obat dari traumamu."

Greta mendengkus dan memanyunkan bibir. Ia menatap Aileen setengah clueless. "Apa maksud Bibi? Perkataaan Bibi sulit kumengerti. Bisakah lebih disederhanakan?"

Sedikit mendongak, mata Aileen terarah ke lonceng-lonceng kaca tepat di atas lemari yang berada di samping jendela. Kemudian, beralih pada sang Keponakan yang kembali mencecar dengan sebuah tanya sebelum dirinya sempat menjawab.

"Kenapa kalian tidak langsung mengatakannya padaku? Kalian ingin bermain teka-teki denganku, ya?"

Lambat atau cepat, ia sudah menduga pertanyaan seperti itu akan sampai di telinga Aileen. Dengan memasang wajah setenang mungkin, ia meladeni pertanyaan beruntun tersebut. "Dulu, yang mengoperasimu adalah Ahmed. Pamanmu selaku dokter memiliki kewajiban untuk memegang rahasia setiap pasien baik saat pasien itu hidup maupun ketika sudah meninggal. Ah, tanpa Bibi jelaskan pasti kau sudah tahu itu!"

Greta mengusap wajah dengan menahan kesal. Ia menggerutu dalam hati, kenapa harus pamannya yang saat itu melakukan tindakan? Dirinya juga gemas antara ingin merutuk pekerjaan Ahmed atau peraturan kode etik kedokteran yang mengandung poin itu. Tiga detik kemudian, sebuah hal yang terasa penting muncul dalam benak.

"Eh, wait, wait!" Perempuan itu mengangkat lengan kiri dan menghadapkan telapakan ke arah Aileen. Seolah-olah dirinya sedang menghadang sesuatu. "You said 'someone', right? Who's he? Is he anyone I know?"

Tanpa aba-aba, perempuan berbaju abu-abu sepanjang mata kaki itu berdiri. "Maaf, Greta, tetapi jika kau sungguh ingin tahu, kau harus mencari tahu sendiri. Paman dan Bibi sudah berjanji tidak akan mengungkitnya lagi."

"Berjanji pada siapa, Bi?"

"Seseorang yang merelakan matanya untukmu." Suara Aileen terdengar dingin dan tanpa menatap Greta.

"Sweety ...?" Suara berat seorang laki-laki ber-sweater biru tua menyusul tiba-tiba berbarengan dengan jantung Greta yang mencelus. Tanpa Greta dan Aileen sadari, ia sempat menyimak obrolan secara sembunyi.

Dua perempuan beda generasi tersebut menoleh ke arah pintu tengah ruangan. Lewat isyarat tatap, Aileen segera tahu bahwa suaminya minta untuk diam dan tidak mengatakan hal macam-macam lagi. Ia lantas beranjak dari hadapan Greta menuju dapur.

Bola mata Greta bergerak mengikuti arah Aileen menjauh yang disusul langkah Ahmed. Begitu dua sosok tersebut menghilang dari pandangan, ia menghempaskan punggung di sandaran sofa dan menghela napas berat. Tatapannya beralih pada bara api yang ada di perapian.

Untuk beberapa detik, kesadaran Greta melayang entah ke mana. Ia merasakan suatu guncangan yang membangkitkan sisi takut. Setelah termenung untuk meresapi lebih lama apa yang dirasa dalam hati, ia tergagap dan sadar sepenuhnya.

Mungkinkah yang dimaksud Aileen ...

Daddy-nya?

===&===

~Aileen Ramadhani~

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

~Aileen Ramadhani~

===&===

09.32 p.m; October, 03 2019
On the working table

Ghamsahamnidaaaaa,
Fii

>>>¤<<<
Repost

08.57 a.m; March, 30 2020

Stay tuned,
Fii

You, Wounded Healer (Revised Version)Where stories live. Discover now