Mia

205 27 8
                                    

        "Beruntung sekali Mia"










         "Oh, sial!"

Kesadaran Rose terseret bau gosong yang menusuk hidungnya. Demi neptunus, sirloinnya hangus sempurna. Itu steak jatahnya pula.  O, masa bodoh dengan si Junhoe. Dia bisa ambil yang gosong ini. Ya, ide bagus.  Toh, salahnya  bikin anak orang jadi melamun.

Panjang umur, orang yang dimakinya muncul sambil terbatuk.

"Kau membakar dapurmu?"

Ini seperti adegan drama lama, tapi Rose ingat bagian itu sangat romantis. Sialnya, dalam momennya kini kelihatan kayak adegan thriller. Rose nggak bisa berbuat apa-apa dengan asapnya.

"Well, sebetulnya membakar steakmu Tuan Koo."

Si jangkung besar Junhoe melongok meja dimana sepiring steak gosong meringis padanya. 

"Aku yakin ini bukan pertama kalinya kau masak." 

            

Rose berbalik dari konter nimbrung di meja makan tanpa menyahuti omong pacarnya. Lebih manis lagi, ia mulai menikmati steak beruntung tanpa merasa bersalah pada Junhoe yang harus kelaparan.  Dan Junhoe bukan tipikal kurang peka akan hal itu.  Dia jelas biang kerok dari  cemberutan Rose .
Ok, biar Junhoe mengingat apa yang sudah dilakukannya. Selain nggak menjemputnya pulang kerja hari ini.. tunggu, Rose nggak pernah memusingkan soal itu. Maksudnya gadis itu nggak pernah menuntut Junhoe merangkap jadi supirnya segala.

Oh, baiklah. Dia perlu asupan untuk berkonsentrasi.
Junhoe cukup beruntung menemukan sereal dan susu di kulkas. Membawa semangkuk penuh dengan senandung riang.   Dia harus mengisi dulu perutnya sebelum mengurus kemarahan misterius Rose.  Sayangnya Rose makin jengkel. 

Wah, serius dia senang banget kayaknya.

"Mia sudah kau antar sampai rumahnya?"

Di ujung lain, Junhoe tersenyum geli mendengar teriakan sarkas Rose.  Dia kayak berniat mengkompori kemarahan ceweknya dengan sahutan singkat. Tahu kini alasan Rose senewen. 

"Ya."

Benar saja. Rose menggeram, memotong anarkis steaknya yang malang.

"Oh, beruntung sekali, Mia."  

Kehilangan selera, Rose meninggalkan makan malamnya. Mungkin pergi tidur atau bermain ponsel di kamar. Apapun asal jangan berdekatan dengan si sialan Junhoe yang masih asyik menikmati serealnya sambil nonton bola . Dengan kekanakan membanting pintu supaya pacarnya peka, tapi bahkan setelah beberapa menit  dia cuma mendengar lolongan selebrasi. Tim favoritnya menang.

Brengsek.

Rose mengubur dirinya dalam selimut. Walau memaksa matanya menutup, otaknya menolak terlelap. Segala prasangka masih memprovokasi , menyeretnya semakin jauh pada kekesalan.

Sekon berikutnya ranjang berguncang. Junhoe menjatuhkan dirinya seolah badannya itu seringan kapuk. Rose bahkan merasakan dirinya nyaris terpental keluar dari kasur.

"Hei, mumi. Lagi PMS ya?"

Brengsek. 

"Kau pikir semua cewek yang kesal itu lagi PMS. "

Junhoe terbahak menyeret lebih dekat bungkusan selimut di pelukannya. Rose berontak tapi Junhoe terus menahannya.

"Sialan! Aku kehabisan napas."

Menarik terbuka selimutnya. Wajah Rose tertutup rambut acak-acakan, mulutnya megap-megap kehabisan udara.

"Baiklah napas buatan segera datang."

Gesit , Rose membekap mulut Junhoe yang mendekat.

"Bahkan meskipun kau mencucinya aku nggak mau dapat bekas cewek lain."

Junhoe melotot kaget . "Cewek yang mana maksudmu?"

"Hey, kita ketemu di apartemenmu. Aku harus menjemput Mia dulu." Rose menirukan chat Junhoe sore tadi dengan  improvisasi jengkel.  Yang kontan saja meledakkan tawa Junhoe.

"Aku lupa mengenalkan kalian, ya."

"Nggak usah."

Pelukan Junhoe makin erat karena kegigihan Rose yang enggan berdekatan.

"Padahal kalian sering ketemu."

Kali ini Rose diam. Dahinya berkerut berusaha mengingat-ingat cewek mana yang pernah ia temui bareng Junhoe. Ok, selain Lisa kembarannya.

"Jeepku bodoh." Telunjuk Junhoe mengetuk-ngetuk dahi Rose.

"Ha?"

Mulut Junhoe menyambar bibir terbuka Rose. Menciumnya penuh semangat. Sementara Rose masih memikirkan omong Junhoe perihal Mia. Setahunya memang Jeep Junhoe sudah semingguan menginap di bengkel Bobby. Oh, jadi Mia itu Jeepnya?

"Kau menamai jeepmu Mia?" Tanyanya setelah berhasil melepaskan bibirnya.

Junhoe nyengir. Senang untuk  alasan Rose yang cemburu. Sebab cekcok mereka acapkali perihal   makanan atau tontonan.

"Kenapa Mia? Apa itu nama mantanmu?"

Junhoe menjatuhkan kepalanya di bantal, berakting kelelahan. Padahal dia baru saja pakai tenaganya yang masih dua ratus persen. "Aku ngantuk."

"Benarkan." Rose makin curiga. Jengkel pada Junhoe yang kini pura-pura mendengkur.

"Mia Khalifa, bodoh."

Otak Rose kembali lelet sebelum akhirnya menyeruduk dada Junhoe dengan kepalanya saat mengenal sosok Mia Khalifa.

Fin.



*Malesngedittulisannya

JUNES n ROSESWhere stories live. Discover now