Part 3

6.7K 319 8
                                    

Alana keluar dari kamar utama dan turun menuju dapur, dia melihat bahan-bahan makanan yang dipesannya saat dia akan menuju kerumah ini telah tiba dan telah diantar, diletakan dimeja dapur. Dengan cepat dia mengeluarkan semua bahan makanan itu untuk segera disimpan pada tempatnya, saat dia sedang menyusun bahan-bahan itu dilemari pendingin tiba-tiba saja dia dikejutkan dengan suara tuannya yang bertanya siapa dirinya, untung saja barang yang ditangannya tidak terjatuh mengingat dia cukup terkejut dengan kehadiran tuan rumah disana.

Alana berbalik dan melihat tuan rumah berdiri di depan pantry, dia menunduk dan berkata, "Saya pengganti sementara pengurus rumah yang lama sedang menjaga putranya yang sakit, tuan."

"Siapa namamu?"

"Alana Park."

Tyler diam, dia melihat gadis didepannya terlihat sekali enggan mengangkat kepalanya, "Apakah sopan menjawab pertanyaan dengan tidak melihat pada yang mengajak berbicara?"

"Maaf, tuan." Alana perlahan mengangkat kepalanya, tatapan mata mereka bertemu, dan Tyler diam sejenak, "Mengapa kamu menutupi mukamu dengan masker?"

"Maaf tuan, saya memiliki cacat di wajah saya yang tidak pantas untuk dilihat." Kata Alana pelan.

"Aku ingin melihatnya."

Alana ragu, tetapi dia membutuh pekerjaan ini, karena gaji yang diterimanya cukup besar dan setidaknya bisa untuk menambah tabungannya. Perlahan dia membuka masker yang menutupi wajahnya, dia tidak berani menatap tuannya karena dia tahu jika orang akan melihatnya dengan jijik.

"Apakah luka itu bawaan sejak lahir?"

"Tidak tuan, saya tidak bisa mengingat bagaimana saya mendapat luka ini saat usia 6 tahun." kata Alana dengan lirih. Alana memang tidak bisa mengingat bagaimana dia bisa mendapat luka itu, orang tuanya hanya mengatakan jika dia pingsan dengan luka gores yang cukup dalam di pipi kanannya, itupun informasi yang orangtuanya terima dari dokter yang merawat Alana.

"Oh, Ok... lanjutkan pekerjaanmu." Dan Tyler meninggalkan Alana dalam keheranannya.

Tyler kembali kedalam kamarnya, menutup pintu dan langsung menekan nomor telepon yang sudah bertahun-tahun ini selalu dihubunginya, "Selidiki Alana Park secepat mungkin dan kirim laporannya." Tyler menyebutkan lokasinya sebelum menutup sambungan telepon itu.

***

Malam itu juga Tyler menerima laporan dari orang suruhannya, laporan tentang Alana Park. Raut wajah Tyler berubah mengeras dan sorot matanya memancarkan kemarahan, dia menutup laptopnya dan memejamkan matanya untuk menenangkan pikirkannya, telinganya menangkap deru ombak yang menghantam karang, dan ingatan teman kecilnya kembali muncul lagi.

"Ty, kenapa kamu ada disini? Apakah kamu tidak sekolah? Apakah kamu kembali merindukan daddy dan mommymu? Menunduklah biar aku bisa memelukmu."

"Banyak sekali pertanyaanmu, Kapan kamu akan bertambah tinggi dan bisa memelukku tanpa aku harus menunduk atau duduk?"

"Nanti jika aku sudah seumurmu, jadi kenapa kamu tidak pergi kesekolah?"

"Aku di hukum karena berkelahi, 3 hari ini aku tidak sekolah."

"Apakah kamu terluka?"

Tyler tertawa, Tyler merasa bahagia. Mereka bertemu pertama kali ditempat yang sekarang dijadikan tempat rahasia mereka, saat itu Tyler menangis karena merindukan orangtuanya yang baru saja meninggal, dirumah dia tidak bisa menangis, karena akan membuat grandpanya semakin bersedih oleh karena itu dia mencari tempat tersembunyi untuk melepaskan kerinduan dan kesedihannya, ketika tiba-tiba dia dipeluk dan di hibur, suara yang menghiburnya itu lembut dan menyerap kedalam relung hatinya, membuat tangisnya berhenti dan kerinduan pada orangtuanya terobati. Setelah hari itu mereka sering bertemu disana, bermain, bercanda bahkan bertukar cerita yang membuat Tyler perlahan-lahan bisa menerima kepergian orangtuanya. Perhatian yang diberikannya membuat Tyler semakin menyayanginya, seperti sekarang, bukannya memarahi atau bertanya mengapa Tyler berkelahi, dia lebih mengkuatirkan jika Tyler terluka.

The Miracle of LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang