5/10

288 150 8
                                    

Kamu meneraktirku segelas kopi pagi itu. Katamu, anggaplah ini secuil energi menghadapi hari.

Menghadapi hari atau menghadapi patah hati?

Tapi tak apa. Apa saja asal kau yang berkata.

"Dari 1-10, berapa nilai gua?"

Aku menarik alis tidak paham. "Apanya?"

Kamu berdecak miring. "Nilai gua lah." Bibirmu menghisap satu teguk kemudian meletakkan gelas itu hingga polesan kaca milik kita saling berdenting. Aku bukannya benar-benar tidak paham arah bicaranya —kau kira aku sinting?

"Lima."

"Kok cuma lima?"

Tambah satu anggaplah rasa terima kasihku karna kamu sudah bersedia menjadi temanku. Minus satu sebab aku hampir gila dibuatmu.

Tambah satu karena terkadang diri ini kau buat seperti tengah dicinta. Minus satu karena itu Jendra orangnya.

Tambah satu sebab aku mengenalmu bukanlah sebentar. Walau kelakuan segumpal manusia di hadapanku ini terkadang membuat dadaku pedih bak ditumbuk biji lontar.

Tambah satu lagi itu sebab kamu asik. Minus satu sebab dirimu berisik.

Terakhir, tambah satu itu karena ditolong wajahmu nan rupawan. Minus satu karena kamu paling mahir dalam menawan, menculik, dan merusak perasaan.

Jendra setan.

Adil bukan?

"Kenapa?" Cowok ini menuntut saat aku diam.

"Biar seimbang," jawabku sekenanya.

"Gak adil." Kamu menyahut dan bersungut-sungut.
"Padahal di mata gua, lo itu seratus dari seratus."

Sialan, buaya setengah tikus.

[][][]

Zona Te(rnya)man✔️Where stories live. Discover now