Meira

998 46 1
                                    

Meira menatap bayangan dirinya yang tinggi dan ramping lewat cermin di salah satu sudut ruang ganti. Suasana di sekelilingnya riuh, penuh dengan orang-orang yang berbicara tumpang tindih memakai bahasa Inggris dan Prancis. Seorang stylist membantunya merapikan pakaian yang dipakainya. Gaun pesta bewarna hitam yang melekat indah di tubuhnya merupakan salah satu koleksi musim semi dalam peragaan busana Jean Gaultier malam ini. Rambut kecokelatan Meira yang panjang dan bergelombang dibiarkan tergerai, membingkai wajahnya yang cantik. Dia mengangkat dagunya sedikit, membiarkan stylist-nya melilitkan seuntai kalung dari batu-batuan di lehernya yang jenjang.

"Ah! There you are Mei!"

Dia mendengar suara riang Ales - managernya - memanggil dari kejauhan. Melalui cermin, dia bisa melihat lelaki itu muncul dari tengah-tengah kerumunan. "I've been looking for you everywhere."

"Aku disini dari tadi Les. Kamu yang sibuk dengan model-model lain. Mau mencari sumber uang baru ha? Udah bosan ya ngurusin aku?" jawabnya.

Ales tersenyum lebar, penuh arti. Lelaki itu menunjukkan sebuah amplop bewarna nude di tangannya. "Ini perjanjian kontrak barumu dengan Shu Uemura."

Meira balas tersenyum, lalu meraih amplop tersebut. "Wow, aku berhutang padamu, Les." katanya. Dia mengeluarkan lembaran kertas dari amplop. Senyumannya mengembang begitu membaca kontrak yang tertera di permukaan kertas tersebut. 

"Selamat ya Mei. Kamu akan muncul dalam ad campaign terbarunya mereka. Mereka juga ingin kamu ikut dalam tur Asia yang akan datang." Ales menjelaskan.

"Wait, What? I don't know anything about the tour."

"Well.. the idea kinda came in last minutes." jawab managernya itu. "Kamu pasti senang. Indonesia jadi salah satu negara yang akan kalian kunjungi."

Kalimat Ales yang terakhir justru membuat Meira terdiam. Bibir merah perempuan itu membentuk senyum masam. Berita tersebut tidak membuat Meira senang dan Ales segera menangkap ketidaksukaan itu.

"Something wrong Mei? Kamu tidak rindu dengan si tampan kesayanganmu itu?"

"Maksud kamu, Adrian?"

"Siapa lagi?"

"Kita sudah lama tidak berhubungan, Les. Satu tahun." Meira berkata acuh tak acuh.

"Why? Masih persoalan pertengkaran pra-pernikahan kalian?"

Meira menghela napas pelan. Dia mulai gusar menerima pertanyaan bertubi-tubi dari Ales. "It's over, okay. I thought I've already told you about this." katanya. 

"Well... yes. Tapi aku masih tidak mengerti. I mean, come on. Kamu mencintainya Mei. Kau cuma tidak mau mengakui itu."

Meira kembali terdiam, merasakan pahit di hatinya. Dia memang masih mencintai Rian, tapi -- "Sometimes, love isn't enough." Dia bergumam pelan, membuat Ales mengerutkan alis. 

Ales mendesah, lalu berkomentar. "Sayang sekali. Padahal, dia satu-satunya lelaki yang benar-benar tulus padamu Mei. Walau mungkin kamu tidak mencintainya sebesar dia mencintaimu"

"Do you think so, Les?" tanya Meira. Suaranya hampir seperti bisikan. Ales hanya memberi isyarat bahu, membiarkan Meira menjawab sendiri pertanyaan yang diajukannya.

Perlahan-lahan, cahaya di mata Meira meredup. Dengan berat hati, dia mengakui bahwa Rian adalah satu-satunya lelaki yang memang sungguh-sungguh mencintainya. Lelaki itu begitu tulus, dan begitu serius terhadap hubungan mereka. Bahkan, perasaannya pada Rian tidak sebanding dengan perasaan yang dimiliki laki-laki itu untuknya. Dia selalu merasa tidak adil terhadap lelaki itu karena hal ini. 

Satu tahun sudah berlalu sejak terakhir dia meninggalkan Rian. Meira masih ingat, Rian mengejarnya hingga ke bandara untuk mencegahnya pergi. Sementara dirinya menoleh pun tidak. Seolah-olah kebersamaan mereka selama tiga tahun tidak ada artinya sama sekali.

"Thinking about something, Madamoiselle?"

Lamunan Meira buyar. Dia menatap stylist yang bertanya padanya barusan. Lelaki itu berdiri di sampingnya, melakukan sentuhan terakhir dan memastikan penampilan Meira sudah sempurna. Sepertinya, lelaki itu cukup menyimak pembicaraannya dengan Ales tadi.

"Sometimes, ending won't be the end if you don't wish so." stylist itu berkata.

Kegetiran menyusupi hati Meira ketika mendengar kalimat itu. Jika hubungannya dengan Rian memang belum berakhir, dia tidak tahu lagi bagaimana harus mengakhirinya. Seolah-olah pikirannya begitu mudah terbaca, sekali lagi dia dikomentari.

"And sometimes, it doesn't have to be the end by any means."

Dan, kali ini Meira menjawab setengah bercanda, "Kamu tau banyak hal, Mon Ami."

"Saya mendengar banyak hal, Dear." jawab sang stylist.

Meira tertawa kecil. "Apa kita sudah selesai?"

Lelaki itu balas tersenyum lebar. "Bon chance - Good luck!"


*****

Bittersweet Love (Complete)Where stories live. Discover now