shesh

124 34 13
                                    

Changbin tak main-main dengan ucapannya ketika ia mengajak Acha untuk memberikan tumpangan.

Hari ke hari hingga hampir satu bulan Changbin selalu meenemani ketika Acha benar-benar butuh dirinya. Ntah hanya sekedar teman cerita, antar sana-sini, atau mungkin rindu yang tak bisa ia ungkapkan sehingga ada saja alasan agar dirinya bisa datang menghampiri.

Sungguh, Changbin tidak keberatan ketika Acha seringkali tiba-tiba menghubunginya. Semuanya mengalir begitu saja, saling berkeluh kesah, memberi semangat, menjadi tempat cerita, bertukar pikiran, sampai akhirnya menjadi support system satu sama lain.

Namun, beberapa hari ini Acha tak bisa dihubungi. Tak ada balasan sejak lima hari yang lalu. Mungkin ini salah satu penyebab dirinya terlihat sangat loyo dan tak bersemangat.

"Mungkin Kak Gian ada salah ngomong kali, kak. Yang bikin kak Acha kesinggung tanpa kakak sadari," Kayla yang kini menjadi pojok curhat akhirnya membuka suara.

Perkataan Kayla membuatnya mulai mengingat percakapan terakhir mereka.

"Atau kak Acha mulai ngeliat diri lo yang sebenernya, kak. Jadi dia ilfil,"

Tangan Changbin yang sedang berusaha membuka bungkusan snack terhenti, tanpa pikir panjang melemparkan snack tersebut ke arah Jisung yang menatapnya dengan cengiran memohon perdamaian.

Ia sudah bertanya kepada Chan tentang kabar Acha, hingga menitip salam sekaligus maaf walaupun ia tak tahu letak kesalahannya dimana.

Namun, Chan tak pernah mau membalas ucapannya jika berkaitan dengan perempuan itu. Changbin tidak mau berprasangka buruk, tetapi ia yakin ada yang Chan tutupi darinya.

"Lo loyo mulu kak, gue pusing liatnya," Jisung berakhir merebahkan dirinya di sofa.

"Gak boleh gitu Yaran. Memang kalau kamu lagi sulit, Kak Gian pernah ada ngeluh?"

"Ya gak gitu, Kay. Maksud gue kan-"

"Gue malah pusing liat kalian berantem terus ..."

...

Memang sesuai rencana, jadwal 3racha manggung untuk berbagai pensi sekolah dibatasi. Karena anggota termuda mereka sedang dalam masa perjuangannya sejak dua bulan yang lalu.

Dengan demikian, Chan dan Changbin memiliki waktu luang. Apalagi Chan yang kini sudah selesai dengan urusan skripsinya.

Ah, kalau begini Changbin jadi ingat lagi Achanya. Bagaimana kabarnya, kabar skripsinya, tidakkah ia membutuhkan support dari Changbin.

Memang dasar bucin.

Changbin sedang dalam masa UAS nya. Tersisa tiga hari lagi bila dihitung. Namun, ia masih menyempatkan untuk menemani Chan seperti kemarin. Ketika Chan menggarap lagu, sementara dirinya belajar.

Di saat seperti ini pula Changbin membutuhkan support systemnya. Bukan dari orang tua yang dengan senang hati mengelus kepalanya, bukan juga dari si Abang Chandra yang sering kali jadi sandaran dan suka mengelusi punggungnya, atau Jisung yang sering merngkul dan uyel-uyel bagian tubuh manapun miliknya.

Tapi sosok seperti Acha yang merupakan hal baru baginya. Memberanikan diri untuk dekat lagi dengan perempuan dan keluar dari zona nyamannya.

Hanya dengan melihat Acha duduk di sebelahnya saja, tenaganya pasti otomatis terisi.

Ia sedang berbaring di karpet dengan kepala di pangkuan sang Bunda ketika gadget yang berbaring tak berdaya di sebelahnya berdering.

incoming call
Kak Acha!

reject              answer

"Halo kak ada apa?"

"Gii.."

Si bungsu kemudian segera terbirit ke kamarnya, mengundang tatapan penasaran dari penghuni di ruang keluarga itu.

"Lo kenapa kak?"

"lagi nyantai ngga? bisa kerumah gue sekarang?

"Nyantaiiii, nyantai banget sumpah.
Gue otw nih"

"Eh tar dulu! dengerin"

..

"Lo- .. lo bisa benerin pipa ngga?"

suara acha semakin pelan, disatu sisi ia merutuki dirinya namun di sisi lain ia sangat butuh Gian sekarang.

Ini lucu bagi Gian, ia tertawa pelan menahan gemas.

"Ko ketawa siih, serius Gi. Papa lagi keluar kota, Mama udah minta hubungin tukang langganan, tapi katanya lagi pulang kampung--",

Tak terlihat, tapi Gian mengangguk, menunggu si Kakak melanjutkan ceritanya.

"--Terus tadi gue nyoba benerin dan pipanya malah patah, sementara mama butuh banget air.."

"..jadi please, bisa kesini?"

"Bisa kak bisa. Sekarang lo tunggu
terus jangan gigit-gigit kuku, kebiasaan."

tut

Changbin memakai jaketnya, sambil menyiapkan apa yang sekiranya harus ia bawa.

"Cari apa sih, ganggu tau ga. maondar-mandir aja terus," berani-beraninya Changbin mengganggu qtime nonton bareng keluarga Zahir di hari yang damai begini.

Bunda pun Ayah yang tadinya menonton tv merubah atensinya kepada si Bungsu.

"Ini hari minggu loh, udah kamu jarang dirumah. Mau kemana sih?"

"Mau kerumah calon mantu Bunda, pipanya bocor. Dirumahnya gaada laki."

Melihat Changbin yang bercerita sambil tersipu, si sulung mendelik malas.

Berbeda dengan Ayah yang jadi semangat begitu tahu kalau si bungsunya ini jadi super hero untuk orang lain.

"Itu loh mas Kotak perkakasnya di lemari bawah tangga. Bawa aja semuanya biar gak ribet," Changbin mengangguk dan menuruti apa kata Ayah.

"Gian pamit, pergi dulu," kemudian ia menyalami anggota keluarganya tanpa terlewat.

"Kakak mau nitip sesuatu ngga? sekalian mas pulang entar."

"Jangan malu-maluin ayah mas! kalau gagal jangan pulang!" malah Ayahnya yang menimpali.

"Bawa kesini dong kali-kali, seumuran aku kan?" sekarang giliran Changbin yang mendelik melihat kakaknya malas dan malah membalik menjadi si Kakak yang mencium tangannya.

"Hati-hati mas, salam buat mamahnya Acha"

tbc


Aku habis utbk, mohon doanya semoga satu kampus sama Gian 😳

TIÁMWhere stories live. Discover now