BAB 5

6.1K 705 7
                                    

Asmara mengamati beberapa sketsa perencanaan audio visual tender-nya. Kahale mengajukan tiga ide kepada Asmara tiga hari setelah brainstorming mereka. Ide Kahale jelas berbeda dengan ide yang biasa diberikan Adi. Wajah Kahale terlihat bersemangat menjelaskan pada Asmara setiap detail dan cerita yang diangkatnya.

"Yang ini Ra, ini music as acara. Jadi nanti kita bakal adain acaranya di tempat yang ada permainannya, stand makanan minuman, photo booth ... Trus yang ini ..."

Asmara terpaku menatap mata Kahale yang berkobar semangat.

"Gimana, Ra?" tanya Kahale membubarkan lamunan Asmara.

"Oh, hmmm ... Ya, ya, Le. Great. Idenya bagus-bagus. Ehm," sahut Asmara penuh canggung dan dehaman.

Kahale berusaha menatap Asmara yang terlihat kelimpungan, "Kenapa, Ra? Kurang ya?"

Asmara menggeleng pelan dan tertawa, "Nggak, beneran, Le. Idenya bagus kok. Aku cuma nggak konsen aja."

Kahale memicing, "Lapar ya?"

Kali ini dia melihat jam tangannya, jam 3 sore. Dia baru sadar sudah menunda jam makan siang Asmara tadi terlalu lama. Sebelumnya Asmara kembali dari meeting dengan klien jam 1 siang, dia berniat untuk pergi makan di restoran di gedung perkantoran mereka. Tapi Kahale mampir dan minta sedikit waktu untuk presentasi. Pikir Kahale, presentasinya hanya akan setengah jam, namun siapa sangka hingga dua jam.

"Astaga, Ra. Sorry, sorry. Aku kebangetan menyita waktu kamu," teriak Kahale kaget diikiuti usapan di wajahnya.

Asmara geleng-geleng, "Iya nih, mau pingsan aku kelaparan."

Mereka sempat bertukar sedikit senyum.

"Kamu seharusnya hentikan aku," kata Kahale dengan masih sedikit merasa bersalah.

"Nggak tega lah, kamu semangat gitu. Ya udah, aku mau makan dulu deh."

Asmara berdiri dari kursi library dan bersiap keluar.

"Ya udah yuk." Kahale mengikuti gerakan Asmara.

Asmara menatap Kahale dengan bingung, "Mau kemana, Le?"

"Iya, bareng aja makan siangnya. Sebagai permintaan maaf, aku yang traktir. Kebetulan aku juga belum makan siang."

Asmara memasang wajah kaget dan menggeleng dengan cepat, "Nggak perlu. Aku bisa sendiri ke­—"

"Aku memaksa, Ra. Yuk."

Oh, tidak. Asmara memaksa otaknya berpikir lebih keras untuk mencari alasan agar Kahale membatalkan niatnya, tapi nihil. Akhirnya dia membiarkan Kahale mengekorinya ke lift. Situasi ini tak pernah terbayang di benaknya, mengingat beberapa hari lalu dia masih sibuk kucing-kucingan dengan Kahale. Tentu saja kedepannya ada beberapa waktu yang memaksa mereka terlibat dalam makan siang atau kebersamaan lain, tapi seharusnya situasi itu juga melibatkan orang lainnya. Beramai-ramai lebih bagus. Tapi sekarang? Berdua saja? Demi apapun ini sulit untuk Asmara..

"Mau makan diluar nggak, Ra?" tanya Kahale sambil menghadap ke Asmara yang berdiri di belakangnya.

"Dimana? Aku nggak bawa kunci mobil," tolak Asmara.

"Tinggal ke sebrang aja, ada rumah makan padang kan? Kata anak-anak divisi aku sih enak banget. Yuk?"

"Nggak deh."

"Kenapa?"

Semakin jauh perginya, semakin banyak waktu yang dihabiskan bersama. Itulah alasan penolakan yang tak mampu diutarakannya.

Mengejar Asmara [PINDAH PLATFORM]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang