Chapter 7. I Don't Want See You #2

455 14 1
                                    


"Gue gak butuh bantuan loe," tungkas Ilham tanpa menoleh sedikitpun, sudah tahu siapa orang yang menempelkan minuman kaleng di wajahnya kini.

Putri mendengus. "Tenang aja! Gue gak akan bantuan loe kok. Gue cuman mau ngobatin luka loe. Setelah itu, gue bakal pergi," ucapnya datar.

Putri mulai membuka bungkus plastik berisi obat-obatan yang tadi dibelinya. Ia pergi memang untuk membeli alat-alat itu. Meski bilang tak peduli, tapi Putri tidak bisa membiarkan seseorang terluka di depan matanya.

Ilham hanya diam bahkan ketika Putri mulai akan mengobati luka di wajahnya dengan kapas dan alkohol, Ia masih tetap diam memperhatikan gadis itu.

"Kalau sakit bilang," perintah Putri menekan kapas untuk membersihkan luka di wajah Ilham agar tidak infeksi.

"Gue kira loe gak bakal nolongin gue?" Tanya Ilham heran.

Ilham memang tahu bahwa Putri ada di sana ketika dirinya bertarung dengan para preman itu. Ilham juga melihat ketika Putri berlalu menjauh tanpa menolongnya. Tapi, ternyata gadis itu kembali membawa obat-obatan di tangannya.

"Seburuk itukah gue di mata loe?" cibir Putri sinis.

Ilham tertawa kecil, lalu menarik nafas panjang.

"Gue gak nyangka kalau Keisha bakal setega itu sama gue. Padahal wajahnya kaya malaikat ... polos, lugu gak ada tampang muka orang jahat. Tapi ternyata hatinya lebih busuk dari sampah," celanya menghina.

Putri tidak langsung merespon, sibuk membereskan peralatan bekas merawat luka Ilham, memasukannya ke dalam tas.

"Rangga pernah bilang dulu, gak semua yang berwajah malaikat itu baik," kenang Putri mengingat pernyataan Rangga waktu menculiknya dulu.

Ilham menoleh melihat wajah Putri yang tengah menatap lurus ke depan, memikirkan sesuatu. Sadar diperhatikan, Putri balik menoleh ke arah Ilham, menaikkan alis bingung.

"Ngapain loe liatin gue kayak gitu?"

"Engga, gue lagi mikir aja."

"Hah? mikir apaan sambil liatin muka gue?"

"Mikir ... kalau diliat dari dekat loe cantik juga. Gak heran kalau dulu Rafael ama Morgan ngerebutin loe, di tambah loe orangnya baik banget, beda dari yang lain." Puji Ilham membuat Putri diam.

"Eh, dulu si Bisma pernah ngajak loe ngedate juga kan? Hahahah loe emang cewek yang menarik yah, Put," sambungnya menggoda, tersenyum tulus menatap Putri.

"Apa sih?" balas Putri risih.

"Kenapa? Loe mau bilang, loe tertarik ama gue juga. Terus loe mau macarin gue, habis itu mutusin gue. Silahkan aja! Gue kuat lahir batin," lanjutnya mendumel.

"Hahhahah."  Ilham tertawa terbahak-bahak, melupakan rasa kesal dan sedihnya mendengar perkataan Putri.

"Loe masih dendam aja ama kejadian itu. It is game, Put."

Putri menghela nafas, berdiri dari duduknya. "Iya, gue tahu. Udah yah, gue mau pulang. Luka loe udah beres gue obatin juga."

"Perlu gue anter?" Tawar Ilham.

"Gak usah, gue bisa pulang sendiri!" tolak Putri berlalu pergi menjauh.

"Put, makasih yah obat sama air minumnya," teriak Ilham menghentikan langkah Putri sejenak.

Tanpa membalas Putri berlalu begitu saja, meninggalkan Ilham yang sibuk dengan pikirannya sendiri, melihati minuman kaleng yang diberikan gadis itu padanya.

Ilham mengukir senyum misterius.

"Putri yah ..."

***

Cenat Cenut SMASH (CCC 4)Where stories live. Discover now