7. Bukan Friendzone

2.3K 297 3
                                    

Jam menunjukkan pukul lima lewat lima belas ketika Yugi membuka mata. Dengan mata setengah terpejam, Yugi berusaha meraih ponselnya yang masih membunyikan lagu paling berisik di galeri musiknya yang ia gunakan sebagai alarm. Setelah mematikan alarm, Yugi segera merubah mode ponselnya yang semalam ia biarkan menjadi mode pesawat.

Notifikasi mulai memasuki ponselnya begitu berhasil menangkap sinyal. Dari sekian notifikasi yang masuk, yang kebanyakan adalah notifikasi dari grup, Yugi hanya membuka satu pesan. Satu pesan dari satu-satunya kontak perempuan yang ia simpan tanpa embel-embel 'kelas' atau 'jurusan' di belakang namanya.

Kontak yang namanya sudah tersimpan di dalam ponsel Yugi sejak SMA hingga kini sudah ia hafal di luar kepala.

Gesha Kania.

Selesai mandi dan shalat Subuh, Yugi yang sudah rapi pun bersiap pergi. Jam masih menunjukkan pukul enam lewat sepuluh ketika Yugi selesai memakai sepatu dan memakai jaket.

Hari ini hari Sabtu, rumah bangtan tampak sepi karena selain beberapa penghuninya belum bangun dan beberapa lagi tidak ada. Arjuna dan Tarqi sedang pulang ke rumah masing-masing. Arsen yang sudah berikrar untuk tidur seharian di rumah selama weekend karena kelelahan setelah magang dan Oki yang memang tidak akan bangun pagi di hari Sabtu karena begadang main game semalaman. Satu-satunya yang sudah bangun selain Yugi adalah Raja.

Oleh sebab itu, hanya Raja yang menyaksikan pagi itu Yugi sudah rapi dengan rambut yang masih setengah basah siap berangkat entah kemana.

"Bang Yugi?" Raja memastikan kalau sosok yang dia lihat sedang mengikat tali sepatu itu benar-benar Yugi. Siapa tau karena dia baru bangun tidur dia masih melindur atau ternyata itu sosok jelmaan jin, kan seram.

"Apa?" balas Yugi tanpa menoleh, masih sibuk mengikat tali sepatunya.

Memastikan jawaban ketus yang keluar dari mulut abang tertua ke dua di Bangtan itu, Raja menghela napas lega. Karena yang dia lihat bukan jin iprit melainkan Yugi yang sebenarnya. "Mau ke mana, Bang? Tumben banget pagi-pagi."

"Taman mini." Yugi berdiri setelah selesai menyelesaikan urusannya dengan tali sepatu dan membersihkan debu tak kasat mata di celananya.

"Hah? Ngapain?" Raja nyaris keselek air yang tengah diteguknya. "Seorang Bang Yugi jalan-jalan ke Taman Mini di hari libur? Keluar rumah aja nyaris nggak pernah selain ke kampus atau kantor. Ada apa ini?" tanya Raja dengan nada sok dramatis.

Yugi tidak menanggapi. Kalau Raja tau alasannya nanti semakin dramatis saja bocah itu. Pikir Yugi. "Abang jalan dulu."

"Palingan jalan sama kak Geca, kan?" Raja terkekeh. "Sok-sok nggak mau bilang. Udah tau kali! Satu-satunya orang yang bisa buat Bang Yugi keluar pagi-pagi selain Bundanya abang kan cuma kak Geca!" kata Raja sambil melemparkan tatapan meledek.

Yugi pura-pura tidak mendengar dan dengan cepat pergi meninggalkan Raja yang masih menatapnya dengan cengiran jahil.

Betul kata Raja. Kalau bukan karena Geca-panggilan Gesha-Yugi pasti tidak akan mau repot-repot keluar rumah di pagi hari saat hari libur seperti ini. Sejak dulu Yugi adalah anak rumahan, di kampus juga dia adalah mahasiswa kupu-kupu alias kuliah-pulang. Meskipun dua sahabatnya, Arjuna dan Jayandra adalah mahasiswa aktif baik organisasi ataupun UKM, Yugi tetap dengan pendiriannya bahwa berada di rumah lebih menyenangkan. Tapi Yugi tidak segabut itu di rumah. Ia juga punya pekerjaan yaitu menggarap lagu. Beberapa lagunya bahkan sudah dibeli oleh label rekaman ternama untuk diaransemen ulang. Bahkan Yugi sudah ditawari bergabung di perusahaan itu setelah menyelesaikan magangnya di semester enam kemarin. Dan kini meski sambil menyelesaikan skripsinya, Yugi sudah menjadi produser muda di sana.

Yugi sampai di depan kostan putri tempat sahabat perempuannya sejak SMA tinggal. Gadis itu ternyata sudah duduk menunggu Yugi di teras kost, di sebelahnya ada ransel jansport yang biasa gadis itu pakai. "Eh, dateng juga. Yuk!" serunya bersemangat.

Geca dan Yugi adalah dua manusia yang sangat kontras. Begitu bertolak belakang dari segi apapun. Tetapi anehnya mereka bisa dekat dan bersahabat sejak sama-sama berseragam putih abu-abu hingga kini sedang pusing menulis skripsi.

Geca adalah gadis ceria yang hiperaktif. Gadis itu cerewet namun tidak dalam konteks yang menyebalkan. Sangat aktif dan juga periang. Mirip Jayandra tapi dalam versi perempuan. Tentunya kepribadian yang begitu berbeda dengan Yugi yang lebih banyak diam dan mageran. Dan sama seperti Jayandra, Geca adalah vitamin tidak langsung Yugi saat lelaki itu butuh recharge energi. Karena Jayandra dan Geca sama-sama kelebihan energi, katanya.

Yugi tidak ingat sejak kapan Geca mulai bergabung dalam persahabatannya dengan Arjuna dan Jayandra. Awalnya memang Geca lah yang mendekatkan diri kepada Yugi yang bisa dibilang agak sulit terbuka di kelas. Lalu lama-kelamaan mereka jadi sering makan bersama di kantin dan nongkrong sepulang sekolah-meskipun hanya di warung pop ice depan sekolah-sampai akhirnya mereka pun bersama-sama diterima di kampus yang sama.

"Gimana?"

"Gimana apanya?" Yugi tersadar dari lamunan singkatnya. Entah kenapa tiba-tiba dia kepikiran Geca di masa-masa SMAnya sampai tidak mendengarkan ocehan gadis itu.

Geca merengut. "Kebiasaan deh orang ngomong dicuekkin!"

"Tadi gue nanya, kita sarapan dulu mau gak sebelum masuk ke TMIInya? Makanya orang ngomong tuh dengerin, dong! Lagi mikirin apa sih? Mikirin gue?"

"Iya."

Ckck. Yugi nih nggak bisa banget basa-basi, selalu to the point.

"Idih ngapain mikirin gue? Perasaan gue udah bayar utang teh botol deh sama lo!" Tapi tentunya reaksi yang ditunjukkan Geca tidak seperti cewek-cewek pada umumnya yang seharusnya tertawa canggung atau minimal tersipu malu karena baru saja dipikirkan Yugi. Yaiyalah orang mereka cuma temen. Sahabat. Katanya.

"Nggak. Tadi cuma kepikiran masa SMA aja."

Geca tertawa. "Random banget sih." Gadis itu lalu melangkah ke arah tukang bubur ayam yang masih berada di lingkungan kostan mereka.

"Bang pesen satu yang biasa ya! Sama satu mangkuk lagi lengkap, tapi sambelnya jangan banyak-banyak." Setelah menyebutkan pesanan untuknya dan juga Yugi-tanpa persetujuan-Geca langsung mengambil posisi duduk di kursi plastik yang tersedia. Yugi pun akhirnya ikut duduk di samping gadis itu.

Mungkin karena akhir pekan dan jam juga masih cukup pagi, belum banyak orang yang membeli bubur sehingga hanya ada mereka berdua yang makan di sana. Begitu bubur tersaji di meja, Geca langsung mengaduk buburnya yang hanya terisi bubur, bumbu, ayam dan kecap serta kerupuk. Kontras dengan bubur Yugi yang lengkap dengan segala topingnya seperti cakwe, bawang goreng, kacang, hingga daun bawang. "Kira-kira jam 9 sampe nggak, ya?" tanya Geca sambil mengaduk buburnya hingga tercampur rata.

Berbeda dengan Yugi yang langsung menyuap bubur apa adanya tanpa diaduk. "Tergantung lo makannya cepet apa kebanyakan ngomong," jawabnya sebelum menyuap sesendok bubur.

Rencana mereka hari ini adalah mengunjungi beberapa anjungan dan rumah adat yang ada di Taman Mini Indonesia Indah. Sebetulnya Yugi hanya menemani Geca saja karena gadis itu tidak berhenti merengek minta ditemani. Dan di antara teman-temannya yang lain, hanya Yugi yang tidak punya rencana di hari itu sehingga Yugi lah yang diseret gadis itu pergi. Tapi karena Geca memang sejak awal bukan gadis sembarangan, Yugi akan tetap menemani gadis itu terpaksa ataupun tidak.

Karena sejak dulu, sedingin apapun Yugi. Secuek apapun dia terhadap orang-orang di sekitarnya, Yugi selalu punya spot spesial untuk gadis itu. Dan lucunya, semua orang seolah sudah tau akan hal tersebut kecuali mereka berdua. Hal itu sudah terjadi sejak mereka SMA. Mungkin Yugi dan Geca sudah sama-sama lupa. Berbeda dengan Jayandra dan Arjuna yang sampai saat ini bahkan masih ingat jelas bagaimana pertama kalinya Yugi menunjukkan 'keanehan' saat berhadapan dengan Geca.

Rumah Abang Tampan [Completed√]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang