BAB 10

1.9K 95 0
                                    

"Yan, gue kayaknya enggak bisa ikut lo,"

"Kenapa?" Tanya Dian, padahal ia bisa berharap Rene ikut dengannya.

"Cuti gue enggak di acc, gue juga banyak kerjaan" ucap Rene, itulah yang ia ingin kasih tahu dengan sahabatnya ini kemarin. Tapi dirinya malah terjebak dengan Tatang.

"Yah, sayang banget lo enggak bisa ikut. Kok gitu banget sih manager lo, Ren," sungut Dian.

"Yah, mana gue tau. Tapi lo kan sama si babon itu Ren. Lagian katanya lo pergi rame-rame, sama teman si babon itu. Gue kan enggak enak, malah ganggu lo entar," ucap Rene, mencoba menjelaskan kepada sahabatnya.

"Iya deh," ucap Dian, ia juga tidak memaksa sahabatnya untuk pergi bersama. Dian menyesap cokelat hangat yang ia beli di indomaret tadi.

Rene mengibaskan rambutnya ke belakang, "lo tadi malam ke mana sih Yan, gue balik kerja, langsung ke rumah lo. Tapi lo nya enggak ada,"

"Gue kemarin, nemenin si monyet itu ke mall, nyari perlengkapan untuk ke Bali," ucap Dian.

"Maaf deh, gue enggak ngasih tau lo. Tapi biasanya lo ngubungin gue kalau mau ke rumah," ucap Dian lagi.

"Hape gue mati tau," ucap Rene.

"Tumben mati, enggak bawa powerbank,"

"Enggak,"

"Owh,"

Rene menarik nafas, ia menatap Dian, ia akan bertanya serius dengan sahabatnya ini, "Ren, saudara lo itu udah punya pacar enggak sih?" Tanya Rene penasaran.

Dian mengerutkan dahi, "kenapa tiba-tiba lo nanya setatus mas Tatang,?"

"Ya, nanya aja, kemarin aku enggak sengaja ketemu dia di rumah lo,"

"Jangan-jangan lo naksir sama mas Tatang, ya," ucap Dian mulai menyelidiki.

"Ya, jawab dulu dong,"

"Gue kurang tau, dulu sih ada. Tapi sekarang kayaknya enggak ada. Kalau lo suka sama mas Tatang enggak apa-apa. Mas Tatang baik kok, cakep lagi, duitnya banyak, dia kan manager di Bank Central," ucap Dian, mencoba mempromosikan saudaranya itu.

Rene tersenyum mendengar pernyataan Dian, "baguslah kalau begitu," ucap Rene.

"Jadi lo mau sama mas Tatang? Nanti gue salamin sama dia. Lo bisa tukeran nomor Hp, dan lo bisa chating chatingan deh sama mas Tatang," Dian menyenggol bahu Rene.

"Eh, enggak usah, enggak perlu," ucap Rene, padahal tadi malam ia udah tukeran nomor ponsel. Diannya aja yang enggak tahu, Rene hanya terkekeh dalam hati.

*********

Selama si babon ini masih di Jakarta, Dian sepertinya harus membawa celana jins. Pasalnya Liam selalu menjemputnya mengenakan motor kebangganya itu. Sekarang ia sudah seperti anak motor sejati. Citra dirinya sebagai sekretaris feminim, sexy, dan cantik, kini sudah hilang, berganti menjadi anak motor. Mau gimana lagi, ia menyeimbangi si babon yang menyebalkan ini. Ia juga tidak sanggup untuk berdebat agar si monyet ini menggunakan mobil.

"Mau makan di mana hemm?" Tanya Liam, ia masih fokus dengan setir motornya.

"Aku mau makan lamongan," ucap Dian.

Jujur semenjak bersama si babon ada di Jakarta, dirinya selalu makan di restoran Amerika, Prancis, Italia, makanan-makanan itu sungguh membosankan menurutnya. Entahlah laki-laki ini lidahnya sudah berubah berganti dengan selera ala ala barat itu, tapi sumpah tampangnya enggak ada bule sama sekali. Jujur dirinya memang lebih suka dengan masakan Indonesia yang kaya akan rempah-rempah, dari pada restoran western selera si babon ini. Ngeselin banget makan keju, daging, kentang, ya rasanya hambar-hambar gitu lah.

TERJERAT CINTA TUAN POSESIF (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang