BAB 6

2.9K 132 6
                                    


Liam melangkah kan kakinya menuju pintu utama. Inilah rumah yang ia rindukan, ia sudah lama tidak pulang. Ia berjalan dengan tenang, rumahnya masih sama dengan yang dulu, hanya ada beberapa perabotan yang di ubah. Liam masih memperhatikan setiap detail rumah ke dua orang tuanya.

Liam menghentikan langkahnya menatap dua orang separuh baya. Ke dua orang itu tersenyum menatapnya. Liam membalas senyuman itu dan meneruskan langkahnya. Inilah dua orang yang paling ia rindukan di dunia ini. Liam merentangkan tangannya dan lalu memeluk wanita separuh baya itu.

"Akhirnya anak mama pulang juga," mama membalas pelukkan Liam.

Sedetik kemudian, wanita separuh baya itu melepas pelukkanya. "Kamu dari mana, katanya pulangnya dari siang tadi," ia memandang putranya, yang masih terlihat gagah. Inilah putranya yang paling bandel di antara yang lainya.

"Biasa ma, tadi ada urusan sebentar," ucap Liam.

Lima memandang sang ayah, dan ia melangkah mendekati beliau. Ia lalu memeluk laki-laki separuh baya itu.

"Sudah lama sekali kamu enggak pulang, nak,"

"Maaf ayah, waktu itu Liam lagi sibuk ngurusin proyek di Dubai. Sekarang Liam pulang, sedikit lebih lama di Jakarta," ucap Liam.

"Istirahatlah. Dari tadi Jo nungguin kamu, Liam,"

Liam teringat dengan saudaranya, dan mengangguk, "Besok Liam langsung ke bengkel, ayah tenang aja. Liam juga sudah rindu dengan Jo," ucap Liam, ia lalu melangkahkan kakinya menuju kamar. Tubuhnya memang perlu istirahat.

"Liam ... !" panggil mama.

Liam menghentikan langkahnya, menoleh kearah ibu dan ayahnya.

"Oleh-oleh untuk mama dan ayah mana?" Tanya mama.

Alis Liam terangkat dan hampir melupakan barang berharga yang ia bawa, untuk ke dua orang tuanya.

"Semua oleh-oleh di koper, semuanya untuk mama dan ayah,"

Ke dua orang tuanya tersenyum, beliau memandang koper Liam di dekat pintu utama. Ada perasaan senang ketika seorang anak tidak melupakan ke dua orang tuanya. Liam memilih jalannya sendiri, menjalani apapun yang disukainya.

Liam adalah anak yang paling ia khawatirkan masa depannya, karena ketika SMA dulu, Liam lah yang paling nakal, tidak bisa di atur, dan mau menang sendiri, banyak sekali catatan dari guru BK ketika di sekolah dulu. Dengan seiringnya waktu, beliau membiarkan anak laki-lakinya itu memilih apa yang di sukainya. Akhirnya Liam memilih untuk menetap di New York.

*********

"Ren, gue mesti gimana dong," ucap Dian.

Ia kini duduk di samping Rene, tepatnya di tangga darurat. Di sinilah tempat favorit dirinya dan Rene, ketika bergosip ria.

Rene memandang Dian dengan penuh prihatin. "Ya udah, pergi aja. Anggap aja liburan. Seru tau ke Bali," itulah yang bisa Rene ucapkan. Rene menggigit roti tawar yang ia beli di minimarket dekat kantor.

"Lo tau kan itu Bali, Bali itu tempat yang romantis, banyak orang yang berbulan madu ke sana. Kalau Liam ngapa-ngapain gue gimana?. Dia itu orangnya nekat Ren. Lo tau lah dia gimana?" Dian mengambil tisu di saku jasnya. Ia mengeluarkan ingus dari hidungnya, maklum akhir-akhir ini dirinya memang terkena flu.

"Kalau dia ngapa-ngapai, Ya lo pasrah aja, dan nikmati semua. Kayaknya dia hot banget kalau di ranjang," ucap Rene asal sambil terkekeh.

Dian melotot dan lalu menipuk jidat Rene. Agar pikiran kotor, yang di kepala sahabatnya hilang.

TERJERAT CINTA TUAN POSESIF (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang