Bab 7

1K 57 0
                                    

Happy reading

***

"Sinem gimana kabarnya?," tanya Arnold, ia meninggalkan area cafe Aroma.

"Baik,"

"Masih di rumah kamu?,"

"Masih,"

Arnold membuka musik audio, lagu Tulus mengalun lembut di sepanjang perjalanan. Mince melirik Arnold yang fokus dengan kemudi setir.

"Ayah kamu gimana kabarnya?,"

"Baik, sekarang lagi di Padang, ngumpul sama keluarga di sana. Kalau di sini ayah susah move on, ingat bunda terus,"

"Iya sih, lebih baik seperti itu,"

Mince menyadarkan punggungnya sambil memandang Arnold yang nampak tenang.

"Kamu sudah ngantuk?," tanya Arnold melirik Mince.

"Enggak, kenapa?,"

Arnold tersenyum, ia melirik Mince, "Aku masih mau ngajak kamu muter-muter,"

"Kemana ?," tanya Mince penasaran.

"Pasar baru,"

Alis Mince terangkat, ia menyungging senyum, "Mau kulineran?,"

"Makan bakmi," Arnold terkekeh, ia kembali fokus dengan setir.

"Oke,"

Arnold tersenyum penuh arti setelah mendengar jawaban Mince. Ia menatap ke arah depan, ia di sini akan menghabiskan malam yang panjang dengan sang mantan kekasih.

Tidak terlintas dipikirannya untuk mengajak Mince ke Pasar Baru. Seharusnya ia mengajak Mince ke tempat yang lebih romantis ke rooftop sebuah hotel. Tapi ia ingin membuat hal yang berbeda, berkesan dan lebih sederhana.

Adakalanya kesederhanaan justru membuat lebih bahagia, mengharapkan segala sesuatu serba mewah justru membuat gila harta. Ia mencuma menghargai waktu bersama walaupun sebentar.

Beberapa menit kemudian, Arnold telah tiba di Pasar baru yang berlokasi di kecamatan Sawah Besar Jakarta Pusat. Pasar baru merupakan salah satu pusat perdagangan tertua di Jakarta. Pasar di bangun pada masa VOC (Verenigde Oost Indsch Company) yang berkuasa pada tahun 1820.

Didepan pintu masuk bertulisan Pasar Baroe, dulu pasar ini tempat pusat perbelanjaan elit warga ekspatriat. Karena lokasinya dekat dengan kawasan hunian elit Jakarta. Dia depan toko terdapat banyak para pedagang berjajar menjual aneka aksesories, dan makanan. Makanan pada gerobak tersebut, lebih banyak menjual makanan tradisional, bakwan malang, bakso, tahu gejrot, pisang coklat es potong, combro dan aneka makanan lainnya yang mampu mengalihkan dunia.

Arnold melirik Mince yang masih berada di sampingnya, "Kamu mau jajan?,"

Mince terseyum, ia mengangguk, "Aku mau kue ponco tapi yang panas,"

Arnold tersenyum, ia senang Mince sudah bisa berinteraksi dengan baik kepadanya, "Yaudah kita beli,"

Arnold menghentikan langkahnya ke salah satu gerobak yang menjual kue Ponco dengan beraneka rasa toping. Ia memesan kue itu kepada penjual dan sambil menunggu kue itu matang.

"Aku udah lama enggak ke sini," ucap Arnold ia menarik tangan Mince lebih mendekat karena ada sepeda motor yang mendekat.

Jantung Mince berdesir, ketika tangan kasar itu menyentuh kulitnya. Ada perasaa berdesir ketika bersentuhan seperti ini. Ia menatap Arnold yang masih tampak tenang, dia melakukan itu hanya untuk menyelamatkan darinya sepeda motor yang mendekat.

"Apalagi aku, lupa deh terakhir kapan," Mince terkekeh.

"Katanya mau makan bakmi, di mana?,"

"Di sana, enggak jauh kok dari sini,"

We're Hiring (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang