Grand Soll Marina

22 1 0
                                    

Dari keheningan yang membuat gue gak nyaman, setelah keluar dari mobil, mulut gue ini bisa bernapas. Nendra memang singkat kalau ngomong, tapi sama yang gak kenal aja, hehehe!

Sebagai pembimbing tur, sudah seharusnya gue menjaga om Jake dengan sekuat tenaga. Jadi, petugas hotelnya bawa koper, om Jake mandi di ruangannya dan gue menjawab satu demi satu pertanyaan wartawan yang sudah mengumpul dari tadi dengan jawaban satu untuk semua.

Yaitu: Tolong, harap diam, harap tenang, Jake Gyllenhaal sedang beristirahat di kamarnya. Jangan diganggu, dia juga manusia yang membutuhkan privasinya.

Setelah itu, menyuruh petugas hotel mengusir mereka. Ha! Gak ada lagi yang bisa ganggu Nendra dan Om Jake berduaan, eh, maksudnya, gangguin Om Jake libur sendirian!

Masalahnya, managernya om Jake gak bisa menemani dia secara total tahun ini, jadi, gue, jadi pembimbing sekaligus manager.

Gue memesan kamar dengan kartu debit milik agensi, kamar yang jelas sebelahan dengan om Jake karena gue harus menjaga dia dua-puluh-empat jam. Tapi, nyatanya, kartu debitnya gak bisa dipakai. Saldonya kosong, entah apa masalahnya, temen-temen gue yang lain juga gak kasih kabar.

Gue putuskan untuk bermalam di kamarnya om Jake sementara waktu karena bank bisa jadi error untuk mungkin beberapa hari. Gue menaiki lift dan mengetuk pintu ruangan yang dikunci om Jake. Ia membukakan pintu, dan gue pun masuk. Ternyata om Jake baru selesai mandi, lengannya kaya Gatotkaca, terpampang jelas juga setengah roti sobek yang agak ditutupi handuk.

Om Jake menyeringai ke arah gue.

"What are you looking at?"

"No, nothing!"

Sialan. Gue keciduk ngeliatin badannya yang UwU pisan.

"I can give you more, if you want to."

"Eh? No-no-no-no!"

"Haha. I was just joking!"

Double sialan! Kenapa gue juga harus kepancing seakan gue beneran mau ngeliat. Harusnya gue bertingkah biasa aja, kan emang pasti dia cuma bercanda.

Wajah gue sedari tadi udah merah saking nahan malunya. Gue berusaha untuk merubah topik.

"So, do you wanna have a lunch?"

"Sure, do we get to eat somewhere else?"

"This hotel provides food, so let's just eat here."

"But I wanna get some brunch outside."

Om Jake mengeluarkan puppy-eyesnya dan memanyunkan bibir. Gue jadi sulit untuk nolak wajahnya yang suami-able-eh apaan sih.

"Fine, cover your face with a mask and your body with hoodie, so we won't got caught."

"OKAY!" Wajahnya penuh antusias mendengar kami akan makan di luar.

***

Kami gak mengendarai mobil, belum mengendarai mobil. Karena, agensi gue belum sediain gue mobil untuk kesana-kesini, juga, belum keluarin saldo biar gue bisa pesan kamar yang lain. Kacau banget emang, gue doang nih yang kayak gini. Yang selalu nemuin masalah aneh-aneh, temen gue yang lain mah, adem ayem tentram sentosa.

Gue sama om Jake, seperti biasa, berdua duduk di belakang. Kami saling menatap, keluar jendela. Ya lah. Masa saling tatap-tatapan terus pegangan tangan ala drakor. Sungguh tidak mungkin dan sungguh canggung kalau terjadi.

Kami mau makan di salah satu restoran brunch vegan di Tanggerang! Untungnya, si om Jake ini pemakan segala, eh maksudnya, gak milih-milih makanan, jadi bebas mau makan apa aja. Asal bukan makan sampah atau kotoran hewan ya. Bukan jadi aktor, nanti om Jake malah jadi biogas dong kalau gitu.

Om Jake menatap terus-terusan keluar jendela, wajahnya seperti agak resah, jiwanya melankolis ya si om ini, gue pikir bakal banyak tingkah kayak gue, berisik dan, ya ampun, jangan sampe, aneh juga kayak gue. Entah ekspresinya memang kayak gini atau emang lagi ada yang dipikirin, gue juga gak tau dan gak berani buat nanya-nanya yang bukan urusan gue.

Gue segera mungkin memalingkan wajah ke kaca mobil, biar lagi-lagi gak keciduk lagi ngeliatin om Jake yang nyatanya 'emang' ganteng, pas lagi resah malah makin ganteng, OwO kuadrat. Tapi masa gue setega itu bikin om Jake tambah ganteng dengan buat dia resah, kan enggak!

"I really want to try Indonesian food! Seems like a challenge to me."

"Why, it's just a food, even rendang is not as spicy as the spiciest pepper in the world."

"Yeah, I think, I'll get culture-shock, because I never eat one before and I never get used to eat it."

"Ah, I get it. But, Indonesian food is really good. Trust me."

"I trust you."

"Ok, cool."

"But, if you lie to me. You should buy me five buckets of expensive ice-cream."

Lah ini om-om ya, ada-ada aja, masa kalau lidahnya gak cocok, gue disuruh beliin lima ember eskrim yang mahal. Mana dana belum turun, ah kacau sih ini. Sekalian ajalah gue ikutan taruhan.

"But, if you like Indonesian food.."

"What will I get?"

"If you like.. you will.."

Ah Nendra, tinggal ngomong aja susah amat.

"What?"

"If you like Indonesian food, I get to sleep on bed."

Ok, Nendra, kamu pasti akan menyesali hal ini tiga jam kemudian, bahkan, sekarang saja sudah menyesal.

"Not a big problem, I can sleep on couch."

Pinter, om Jake memang pinter. Selalu bisa nyela usaha Nendra untuk modus, makin suka aja. Padahal Nendra maksudnya mau tidur berdua, gitu. Tapi bagus sih, jadinya Nendra gak keliatan naksir, kan? Nendra juga gak boleh naksir karena itu menyalahi aturan agensi.

D'jamur

Oke. Kita sampai. Disini, makanannya berdasarkan jamur semua, jamur goreng, jamur rendang, jamur balado, jamur sup. Semoga aja pulangnya gak mabok jamur. Semoga aja om Jake suka sama makanannya, jadi, gak perlu untuk beliin dia lima ember eskrim. Bayangin aja, ongkos pun udah gue tanggung, nyewa satu ruangan hotel bintang empat selama satu minggu mana bisa, tau sendiri rakyat miskin, segitu mah udah setengah gaji. Kalau gaji gue lagi meningkat bulan ini, agensi gue pedih bikin nangis darah.

Gue memesan satu meja dan mencatat menu yang gue pilih, rendang jamur, jamur goreng, sup jamur dan sate jamur. Lidah om Jake bisa menyatu dengan makanan Indonesia berbasis vegan adalah ketidakmungkinan yang selalu aku semogakan.

Mejanya cuma buat dua orang, jadi terkesan kayak lagi makan siang sama om Jake, kami pun berhadap-hadapan. Anjay, kali ini keinginan modus gue terlaksana. Tanda-tanda berjodoh.

Om Jake santai aja, tapi gue dari tadi canggung, malu bukan main, pasti karena gue naksir. Wah, menyeleweng banget sih ini, bisa-bisa karir seorang Nendra Raisha terancam.

Teman HidupWhere stories live. Discover now