Moments 18 Special

Mulai dari awal
                                    

Gue mengangguk saja dan menerima flashdisk kecil berwarna biru dari Ara.

“Makasih.” Ara berkata dingin.

Setelah mengatakan itu, Ara kembali ke tempat duduknya. Lalu gue melihatnya memegang kedua pipinya juga memukul keningnya kuat-kuat.

Belakangan ini sikap Ara agak berubah. Tadi juga. Dia memang nggak pernah marah-marah sama gue lagi, tapi sikapnya lebih aneh sekarang. Dia terlihat berusaha untuk menjaga jarak... atau menjadi orang lain.

***

Teman-teman sekelas memang kurang ajar. Gue nggak akan bisa nolak kalau situasinya kayak begini. Apalagi beberapa hari yang lalu gue melihat kondisi Ara yang nggak memungkinkan. Dia menangis. Entah kenapa, yang jelas Awan bilang sama gue kalo itu salahnya.

Ara sedang sibuk mengangkat barang-barangnya sementara gue berusaha untuk mengeluarkan motor dari parkiran sekolah.

Sebenarnya gue berniat untuk membantu Ara membawakan barang-barangnya. Tapi entah kenapa, gue ingin mengerjainya. Gue pingin melihat reaksi marah-marahnya seperti dulu. Kayaknya bakalan lucu.

Gue melihat Ara sempat mengobrol sebentar dengan sahabatnya, Zia, lalu dia melirik seseorang entah di mana. Setelah menyadari bahwa gue menunggu, dia langsung menghampiri gue.

Ara menaiki motor dengan bantuan gue dan memegang erat pundak gue.

“Ayo berangkat!”

Dia nggak marah.

Gue tertegun. Ara sepertinya memang nggak menyadari bahwa gue sedang mengerjainya. Atau.. dia memang nggak apa-apa saat gue mengerjainya? Bukannya dia akan marah?

***

“SAKURA MENGHILANG!”

Sejenak gue hanya bisa termangu dengan ponsel yang masih tertempel di telinga kanan gue. Sementara Awan masih mengoceh tentang keberadaan gue dan menyuruh gue untuk cepat-cepat ke sana.

“Badai, lo dengerin gue nggak!?” Awan berseru kesal. “Pokoknya lo harus ke sini!”

Setelah memberitahu tempat pertemuan, gue langsung mengendarai motor hitam gue dengan gila-gilaan. Nggak peduli dengan pertanyaan nyokap dan bokap yang menanyakan ke mana gue akan pergi. Yang jelas, Ara harus ditemukan!

Sebenarnya apa yang sedang terjadi? Bukannya tadi Ara dan gue saling mengirimi pesan? Mengapa tiba-tiba dia menghilang? Ponselnya juga tidak bisa dihubungi.

Sampai di tempat tujuan, gue menghentikan motor gue. Di sana ada Zia dan Awan yang sedang berbicara serius. Gue mendekat.

“Trus kenapa harus Badai?”

Hei. Mereka lagi ngomongin gue?

“Ah!” Awan menjentikkan jarinya. “Karena Badai digosipin suka sama Sakura?”

Benar. Mereka lagi ngomongin gue... juga Ara. Dasar kebiasaan menggosip, sepertinya mulut mereka berdua harus disumpel kaos kaki.

“Siapa yang suka sama siapa?”

Baik Zia maupun Awan langsung menoleh. Wajah mereka, tentu saja, sangat terkejut.

“Kenapa diem?” tanyaku sok penasaran.

“Ah... enggak.” Zia menggeleng.

Awan menatap gue dengan tatapan datarnya. “Kita nggak bisa menghabiskan waktu untuk pertanyaan nggak penting. Sekarang Sakura berada dalam bahaya!”

***

“Badai, kamu harus menyelamatkan Sakura sendiri.”

Kalimat itu terus saja terngiang di telinga gue sejak tadi. Kini gue terpisah dengan yang lainnya dan terus melanjutkan pencarian Ara di dalam sekolah.

UNBELIEVABLE MOMENTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang