Moments 18 Special

872 22 2
                                    

Badai Kusuma Putra

"Ara! Badai mau motong rambut lo!"

Kami bertiga—Ify, Sakura dan gue—langsung menoleh ke arah Zia. Ow... Ow... gue tertangkap basah. Gue menoleh ke arah Ara yang sedang menatap jengkel gue. Gue menyeringai lebar dan langsung lari secepat mungkin.

Gue yakin seratus persen sekarang Ara mengejar gue dengan raut wajah yang sama sekali tidak ramah. Wajahnya pasti merah padam sekarang. Ah! Wajah yang sudah puluhan kali gue lihat. Pasti lucu.

Gue berlari tak beraturan agar Ara nggak bisa mengejar gue. Tapi gue nggak menyangka bahwa Ara ternyata jago lari marathon. Buktinya dia berada pas di belakang gue. Dan sedetik kemudian dia menari kerah seragam gue dengan kasar.

“Badai!!!” desisnya kesal.

Gue malah tertawa lebar. “Sori. Bercanda.”

“Lo kira ini lucuuuuu?” Matanya melotot. “Ini rambut asli bukan rambut palsu!”

Melihat kedua mata yang sipit dan jelas-jelas nggak pantes banget untuk melotot, gue semakin tertawa lebar. Dia sama sekali nggak menyeramkan.

HUSH

Ow... ow... seseorang menabrak Ara secepat angin. Kedua mata gue melebar dan tangan gue refleks mencegah Ara jatuh ke tanah.

Gue menahan nafas sepersekian detik. Gila! Ini gila! Kenapa juga gue menyelamatkan Ara dan memilih memeluknya di depan umum?

Memang sih memeluknya nggak jadi masalah untuk gue, gue malah senang. Tapi melihatnya dari jarak yang begitu dekat seperti ini, gue nggak yakin lagi bisa menahan untuk tidak menggodanya.

Matanya... hidungnya... bibirnya...

Damn! She’s so adorable...

Gue menyeringai. “Are you okay, Ara?”

Dan saat itu juga detik demi detik yang tercipta antara gue dan dia untuk saling menatap, hancur seketika. Dia mendorong gue dengan kasar dan menatap gue dengan sinis.

“Crazy!”

Ara meninggalkan gue dan beberapa penonton dari kalangan kelas sepuluh.

Gue tersenyum geli, lalu mengikuti Ara yang kembali ke kelas dengan banyak mata yang masih mengawasi gue.

***

Kedua mata gue diam-diam memerhatikan soso manis di barisan kedua dari depan. Bagi gue, melihatnya dari sini udah cukup, asalkan gue melihat keberadaannya.

Gue tersenyum kecil dan tiba-tiba saja Awan menyenggol lengan gue dengan kasar. Dia tersenyum meledek seperti biasa dan melirik sosok manis itu. Tapi gue langsung bersikap acuh tak acuh. Gue kembali membaca buku biologi yang ada di tangan gue.

Meskipun begitu, gue nggak bisa menyembunyikan dengan baik apa yang sedang gue rasakan. Ya, gue nggak akan mampu untuk menyembunyikannya.

“Eng, Badai!”

Gue mendongak dan mendapati Ara berdiri canggung di samping tempat duduk gue.

Teman-teman satu kelas langsung ribut. Mereka menyerukan kata yang sama. Kata ‘ciye’ saat melihat adegan Ara mengahmpiri gue. Dasar anak-anak stress, memangnya kenapa kalau Ara dekat dengan gue? Kita kan juga teman.

“Bisa bantu benerin video ini?” Ara terlihat sedang mengacuhkan teman-teman yang berisiknya kayak ibu-ibu yang suka gosip. “Tadi malem gue udah edit, tapi tiba-tiba aja rusak. Bisa, kan!?”

UNBELIEVABLE MOMENTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang