BAB 26 - thx

8.8K 370 6
                                    

Let me promosi guys.

Baca cerita temenku yaaaa Sintaanada JANGAN LUPA VOTENYA

And ya, here we go...








BELLA

Aku setia mendengarkannya, tanpa mengeluarkan sepatah katapun. Dia mengoceh, dia menggombal, tanpa ku respons. Aku hanya mendengarkan setiap kalimatnya, karena memang benar adanya, aku rindu orang yang sedang mengoceh ini.

Atau mungkin, yang rindu itu anakku?

"Masih diem? Nggak papa yang penting aku tau kamu gapapa," katanya.

"Bell, dedek sehat kan ya? Nggak manja?"

"Cehat papa..." dia yang bertanya dia yang menjawab. Sedikit menghibur.

"Dedek, mau papa jenguk nggak?"

"Mau papa.." masih dia yang menjawab.

"Kamu dimana dek, nanti papa ke sana?"

"Gatau nih, ini tempatnya gelap gulita. Nanti aku tanya mama dulu ya, pa," dengan suara dibuat-buatnya, membuat aku sukses cengar cengir sendiri tanpa suara.

"Mama mama, kita lagi dimana? Adek kangen papa tahu, maaa ayo mah ketemu papa."

Aku masih diam. Sebenarnya, aku sangat belum siap untuk bertemu dengan Pras. Selain takut memperburuk suasana, aku takut emosiku kembali hadir. Dan membuatku kembali kebingungan.

Ditambah lagi rasa insecure pada diriku ketika mendengar bahwa Om Rafi mendapatkan uang dari Pras. Agar mendesakku menikah. Agar mendesakku dekat dengan ibu biologis, yang membuangku.

Aku heran kepada kedua orang tuaku. Mereka membuang anaknya, lalu mengasuh anak lain?

Tidak kah salah seorang dari mereka berinisiatif untuk membawaku?

"Bell?" Suara itu menyadarkanku dari lamunan. Sudah cukup. Aku harus mematikan panggilan dengan Pras.

Aku menekan tombol merah. Dan terdengar... Tuttt.

Aku memutuskan untuk keluar mencari angin segar. Entahlah kemana mata angin membawaku yang jelas sejenak otakku tidak terlalu banyak berpikir.

Aku tahu, aku tumbuh dengan pola asuh super salah. Aku tahu, aku tumbuh dari luka. Dibuang, dihina itu sudah makanan sehari-hari. Namun tetap saja sudut hatiku tetap terluka.

Aku hanya manusia biasa. Yang merasa wajar marah ketika dikecewakan.

Sebelum aku keluar rumah. Ponselku bergetar.

PRAS : Bell, i'm sorry. I know aku too much. Bell, Are we cool?

Aku hanya membaca tanpa berniat untuk membalas pesan Pras. Jadi yang aku lakukan sekarang meletakan ponsel di meja. Dan berjalan keluar rumah. Menghirup udara lembang, yang sayang untuk dilewati.

*****

PRAS

Sedikitnya hatiku sedikit lega ketika tahu Bella baik-baik saja. Namun, rasa rindu juga semakin membucah. Ingin cepat-cepat bertemu. Aku tahu, aku harus menunda pertemuan, dan membiarkan Bram menemui 'adiknya' terlebih dahulu.

Sesampainya di rumah. Aku langsung melihat mama. Wajahnya sudah terlihat semakin berumur. Itu tentu membuat jantungku tidak karuan. Aku takut tidak bisa berbuat banyak untuknya.

Aku harus menyelsaikan satu persatunya. Menyambungkan semua tali yang hampir putus ini. "Ma?" Tanyaku melihat mana yang melamun di sofabed.

"Iya?" Suaranya lemah. Dia memang tengah lemah. "Kamu udah pulang?"

"Mama udah mendingan?" Aku tahu aku balik bertanya.

"Sudah," jawabnya. "Pras.." ya dia ingin bicara, pasti perihal anaknya, apalagi. "Bella, baik-baik aja kan?" Tanya mama.

Aku mengangguk pelan. "Iya. Alhamdulillah, Bella udah mau angkat telfon Pras, walau belum mau bicara." Langkahku mendekati mama. Bersimpuh di lututnya. "Ma. Maafin Pras ya ma, Pras janji akan segera memperbaiki semuanya. Pras bakalan bawa Bella lagi."

Mama mengangguk. "Kamu nggak salah Pras, mama yang salah ninggalin Bella, mama yang salah, dari awal juga mama sudah salah."

Kini mama menangis. Air matanya mengenai tanganku yang bersimpuh. Mama memeluk kepalaku. Merengkuhku dalam kehangatan. Andai Bella membuka mata lebar-lebar, betapa beruntungnya dia memiliki mama, memiliki om Rafi, tante Dahlia. Memiliki semua kekayaan ini.

"Mama menyesal Pras, mana menyesal..." hanya kata itu yang digunamkan mama. "Mama memang orang tua yang nggak bertanggung jawab Pras, mama pengecut."

Aku menggeleng. "Nggak ma, masa muda mama mungkin berantakan, tapi mama masih punya hari tua untuk aku bahagiakan. Aku banyak hutang budi ke mama..."

"Enggak Pras, mama yang berterimakasih kamu udah hadir dalam hidup mama. Kalau saja dulu mama nggak melihat kamu dijalanan, mungkin saat ini mama masih kebingungan cara mendekati Bella..."

"Pras juga terima kasih ke mama, karena sudah mengizinkan Pras menikahi anak mama.."

Mama mengangguk dan mengecup pelan kepalaku. Entahlah, namun rasa hangat sekaligus aku meraskan keberadaan Bella di sini. Hangatnya hatiku saat ini membuat air mataku ikut turun.

Bell. Kamu harusnya tahu betapa ibumu sangat... sangat menyangimu dari kejauhan.

Mama mungkin lelah menangis hinggs tertidur di sofabed, aku mencari bi Inah untuk meminta alamat tempat tinggalnya.

Bi Inah di dapur sedang menyuci piring. "Bi bisa ngobrol sebentar?" Tanyaku.

Bi Inah mengangguk. "Iya tuan?"

"Boleh saya minta alamat bibi di Lembang?" Tanya Pras.

Bi Inah mengangguk. Aku mencatat alamatnya di ponsel agar lebih mudah. Setelah selesai aku mengirimkan pada Bram yang sialannya hanya memberikanku dua centang biru.

Aku berterima kasih kepada bi Inah. "Bi bilangin ke keponakan bibi, terima kasih sebanyak-banyaknya sudah mau mengantar Bella. Juga pada Bibi yang rela rumahnya ditumpangi Bella."

Aku mengeluarkan dompet. "Ini untuk bibi, lumayan buat tambah-tambah." Aku memberikan beberapa lembar seratus ribuan.

Bi Inah sangat berterimakasih. Aku hanya mengangguk juga berterima kasih kepada bi Inah.

Setelah ini aku harus menemui Pak Restu. Aku akui bahwa ayah mertuaku itu benar-benar pengecut. Benar-benar keterlaluan. Namun demi istriku aku harus bertatap muka dengan pria itu.

***

1 AGUSTUS 2019

TUNGGUIN BAB 27 SEGERA TAYANG. LAGI DITULIS. Tadinya mau aku satuin babnya, tapi dipisah ajalah. Ok.









Tungguin.




Kalo otaknya lancar.

He Buys Me ✔Where stories live. Discover now