“Aku nggak tau apa yang sedang terjadi. Tapi waktu itu mereka hampir dicelakai seseorang.” Dia menatapku dalam. “Kamu bener nggak kenapa-kenapa, kan?”

Aku terdiam. “Orang tuaku... di mana?”

Dia tersenyum simpul. “Di rumahku. Di rumahmu terlalu berbahaya untuk mereka berdua. Sebenarnya apa yang terjadi?”

Sejenak aku ragu untuk menceritakannya pada Davi. Bukannya aku tidak percaya dengan Davi, aku tahu Davi orang baik, tapi aku tidak tahu apakah aku bisa membagi semuanya pada Davi.

Akhirnya kuputuskan untuk bercerita dengan Davi. Dimulai dari surat ancaman yang selalu ada di lokerku sampai bagaimana Badai menyelamatkan nyawaku.

Aku meliriknya saat ceritaku sudah selesai. Aku ingin melihat reaksinya. Apakah dia akan menjauh dariku? Sepertinya sekarang aku tahu mengapa Badai dulu menjauhiku. Dia pasti takut dengan surat ancaman itu. Dia tidak ingin terlibat denganku.

Davi mengangguk-angguk dan tersenyum lagi. “Sepertinya orang tuamu hampir celaka karena orang itu juga.”

Aku mengangguk setuju. “Kamu... nggak takut?”

Davi menatapku bingung. “Takut kenapa?” tanyanya.

“Aku... banyak orang yang mengincarku. Banyak orang yang membenciku.” Aku menahan air beningku keluar dari mataku. “Aku... nggak bisa hidup dengan orang yang aku sayangi. Termasuk orang tuaku...”

“Maksudmu...!?”

“Tolong bilang sama orang tuaku, aku akan pergi dari kehidupan mereka. Sehingga mereka nggak akan terluka.”

Setelah berkata itu, aku berdiri. Bersiap-siap untuk meninggalkan Davi. Tapi ia mencegahku pergi dengan memegang tanganku.

“Ayo kita mulai kehidupan baru di Jepang!” Davi tersenyum sementara aku menatapnya bingung. “Aku akan membujuk orang tuaku untuk pindah ke Jepang.”

“Tapi aku... nggak akan mau membuat orang-orang masuk ke dalam kehidupanku lagi. Kamu juga akan celaka.”

Davi menggeleng. Dia menggenggam tanganku erat. “Kalau begitu, kita hadapi bersama.”

***

“Kita perlu bicara.” Zia menatap sinis Atha yang berdiri tepat di depannya.

Atha hanya mengangguk dan mengikuti Zia.

Diam-diam aku mengikuti mereka berdua. Aku khawatir nanti Zia akan patah hati. Kalau Atha sampai membuatnya menangis, aku akan menghajarnya dengan gebokanku.

Zia sedang berdiri menghadap Atha. Matanya menatap tajam mata Atha. Tapi Atha hanya menatapnya dengan tatapan merasa bersalahnya. Aku jadi kasihan melihat Atha.

“Kenapa lo nggak pernah bilang sama gue kalo lo mantan pacarnya Amboi?”

Atha terdiam sejenak. “Kenapa gue harus bilang?”

Aku terkejut. Apa-apaan si Atha? Mengapa dia mengatakan hal seperti itu? Zia pasti sangat terkejut dengan kata-kata Atha barusan.

“Oke... gue emang bukan siapa-siapa.” Zia menggepal tangannya kuat-kuat dan masih menatap Atha dengan tatapan tajamnya. “Kalo gitu... lo seharusnya pergi jauh-jauh dari hidup gue! Jangan lagi mengganggu hidup gue!”

“Benar.” Atha mengangguk. “Seharusnya gue nggak mengganggu kehidupan lo.” Dia tersenyum simpul. “Maaf.”

Omigat! Barusan dia bilang apa? Dia benar-benar mau kugebok ya?

Tangan Atha bergerak merogoh saku jaketnya. Lalu mengeluarkan sebuah kalung cantik berwarna perak berbentuk kepala Mickey Mouse. Ada inisial ‘A’ di sana. Kalung cantik itu pasti dipesan khusus, tidak mungkin kan dia beli di sembarang tempat?

UNBELIEVABLE MOMENTWhere stories live. Discover now