2 » sadness

1K 215 7
                                    

Sekarang sudah jam sebelas lewat sepuluh menit, dan sialnya aku masih terjaga.

Mengerjapkan mata beberapa kali, pun aku bangkit dari karpet tipis yang memiliki lubang sebesar kepalan tangan di sana sini. Barangkali duduk di bawah sinar rembulan dengan satu buah kentang rebus sisa menu makan siangku tadi bisa meredakan pedih yang menyerbu ulu hati.

Namun, sebelum benar-benar menuju nakas kecil tempat di mana aku menyimpan makanan, aku menyempatkan diri untuk melirik sekilas pada tubuh Jimin yang terbujur kaku tepat di samping aku berbaring tadi. Tangannya terlipat di atas dada, sedang kedua kakinya lurus ke depan.

Astaga, jangan lagi. Dasar Min Yoongi lemah.

Dengan hati yang belum tertata rapi, aku mengayun tungkai lambat ke arah pintu yang terbuat dari anyaman bambu. Menempatkan bokong di beranda rumah yang dilapis koran tahun lalu, aku mengedarkan pandangan ke segala arah; sepi dan senyap. Gesekan dedaunan di selatan sana sedikit membuatku bergidik ngeri, terlebih selang beberapa detik setelahnya aku mendengar ada sesuatu yang menghantam tanah.

Kaget? Tentu saja. Aku bahkan sudah mencomot satu batang kayu kering dan menggenggamnya erat—bersiap menghantamkannya jika sewaktu-waktu ada sesuatu yang menggangguku. Tapi, kurasa aku hanya melebih-lebihkan sesuatu. Sebab, itu bukanlah pencuri atau pemburu yang kerap kali beraksi di malam hari. Itu hanyalah tupai yang terjatuh saat akan mengambil makanannya di salah satu ranting pohon.

Lantas aku kembali terdiam. Kesedihan kembali merangsek cepat di dalam rongga dada. Menekan paru-paruku hingga aku kesulitan untuk bernapas.

Jika pada malam-malam sebelumya aku masih bisa merasakan bagaimana hangatnya dekapan Jimin dengan bibir merah meronanya yang menceritakan kisah si kancil dengan buaya di tepi sungai, kali ini, tidak lagi. Semuanya seolah lindap dalam satu kedipan mata. Berlalu begitu cepat sebelum aku sempat mengatakan betapa berharganya ia dalam hidupku.

Menyeka air mata yang jatuh dari pelupuk, aku bangkit, membuang kentang rebus yang belum sempat kumakan ke tempat pembakaran sampah. Selera makanku berangsur-angsur lenyap tersapu angin malam, hingga yang tersisa kini hanyalah; keinginan untuk menghidupkan Jimin kembali. []

Eat My Friend | ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang