Bab 4

787 20 8
                                    

Begitulah, hari-hari yang dilalui Diandra kini menjadi sedikit berat. Ketika kemarin ada seseorang yang membuatnya semangat, sebanyak apa pun roti-roti yang harus dibuatnya, ia sama sekali tidak merasakan kelelahan. Namun, semua energinya yang sempat menggebu seolah sirna.

Kebahagiaan yang didapatnya dari kehadiran Narendra setiap pagi di toko rotinya, kini tak lagi ada. Ia tidak ingin memupuk sesuatu yang pada akhirnya justru akan menyeret menuju jurang. Jurang yang dalam dan curam. Diandra tidak ingin itu terjadi. Bunuh rasa itu, Di, perintah batinnya.

"Hai, Di! Bengong aja." Sebuah suara berhasil membuyarkan lamunan panjang Diandra. Suara milik Narendra. Laki-laki itu pagi ini terlihat sangat ceria. "Rotiku udah siap, kan?"

"Sudah." Diandra menunduk, ia tidak berani menatap wajah tampan di hadapannya. "Mari saya bantu bawa ke luar, Ren!"

Seperti biasa, Diandra membantu Narendra membawa roti-roti itu ke dalam mobil. Menyusunnya hingga rapi. Kemudian Narendra akan pergi dengan lambaian singkat. Akan tetapi, kali ini lain.

Narendra masih berdiri di sisi pintu kemudi, seperti hendak menanyakan sesuatu.

Diandra ingin sekali menanyakan apa yang ada di pikiran lelaki itu, tetapi ia urungkan.

"Ehm, sorry, Di, boleh tahu nggak Kinara itu sukanya hadiah apa?" tanya Narendra tiba-tiba yang membuat Diandra terbelalak.

Pertanyaan yang sebenarnya mudah untuk dijawab, tetapi rasanya sangat susah diucapkan. Namun, gadis itu mencoba menata hati untuk menjawab. Kinara adalah adiknya.

"Dia suka segala sesuatu yang terlihat mewah."

Mulut lelaki di hadapan Diandra terbuka dan membentuk huruf O. Kepalanya dianggukan beberapa kali seperti sedang mencerna ucapan gadis berkacamata tebal itu. "Misalnya?" tanyanya lagi. Mata lelaki itu menatap Diandra, menanti jawaban. Tangannya bolak-balik menyugar rambut, seperti sedang berusaha menutupi kegugupannya.

"Nara suka sepatu, jam tangan, perhiasan, apa saja yang penting mewah."

***

Narendra memutuskan untuk menggunakan jam makan siang dengan pergi ke sebuah pusat perbelanjaan. Tentu saja ia memilih tempat yang elite. Tempat yang diyakini Narendra menyediakan barang-barang mewah kesukaan Kinara. Pria berkemeja hitam itu sebenarnya bingung hendak membeli apa untuk Kinara.

Di tengah kebingungan, tiba-tiba sebuah suara mengagetkannya. "Rendra!" Begitu teriak pria sipit berkaos polo putih sambil mendekati Narendra.

"O, wow, Jooo! Ke mana aja?" Pria itu ternyata Jonathan, teman semasa kuliah Narendra. Keduanya sama-sama jebolan fakultas ekonomi.

"Bukan gue, tapi lo yang ke mana aja?"

Keduanya berjabat tangan, kemudian masing-masing saling meninju. Mereka tampak begitu akrab. Terlihat dari cara mereka bercakap-cakap.

"Gue baru mulai gawe." Narendra mulai membicarakan dirinya sendiri. Hal yang biasanya tidak ia lakukan saat bertemu orang lain.

"Di mana?" tanya Jonathan tertarik.

"Di kantor bokap. Lanjutin bisnis kecil-kecilan beliau. Maklumlah bokap usia sudah nggak muda lagi, jadi gue pikir ini saatnya gue yang maju."

Jonathan mengangguk-angguk. Keduanya masih terus bercerita hingga Narendra melupakan niat awalnya datang ke tempat itu. "Ngopi, yuk!"

Mendengar ajakan itu mendadak ingatan Narendra kembali. Ia menepuk jidat. "Astaga, sorry gue nggak bisa."

"Bentaran," rayu Jonathan, "kerjaan urusin nanti. Ngopi dulu biar waras!" Jonathan bersikeras menyeret lengan Narendra. Terpaksa lelaki itu menuruti kemauan teman lamanya. Keduanya kemudian berjalan menuju sebuah kedai kopi terkenal di sana.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Aug 04, 2021 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Nerd CinderellaWhere stories live. Discover now