17 || Berangkat Lomba

Mulai dari awal
                                        

Para murid mendapat intruksi untuk segera masuk ke bus masing-masing. Namun Radea masih berdiri, menunggu semua orang yang berebut masuk bus sudah lolos. Melihat Radea yang masih terpaku, Galang menggandeng tangan gadis itu.

"Ayo, Ra," ajaknya dan menarik tangan Radea.

"Radea!"

Sebuah teriakan membuat Radea menoleh, begitu juga Galang. Danil berlari ke arah dua orang itu, dia memakai baju tim sepak bola yang berwarna biru gelap, dilapisi jaket bomber warna hitam yang ritsletingnya dibiarkan terbuka. Cowok itu masih memakai celana jeans panjang hitam dan sepatu snikers putih. Sengaja, dia akan menggantinya saat sudah sampai nanti.

Danil mengernyit melihat tangan Galang memegang lengan Radea. Dia semakin dekat, kemudian menarik Radea ke sampingnya membuat cengkeraman pelan Galang lepas.

Danil menatap Galang sebentar, lalu menatap Radea di sampingnya. "Lo nggak pa-pa?" tanya Danil serius.

Radea menggeleng. Dia diam di samping Danil.

"Gue sama Radea udah mau berangkat," jelas Galang, secara tak langsung meminta Danil melepaskan gadis itu.

"Radea sama gue. Naik motor." Setelah mengatakan itu Danil menggandeng Radea pergi dari sana. Mereka menuju parkiran di mana motor Danil berada. Sedangkan Radea, gadis itu terkejut mendengar penuturan Danil.

Motor dia bilang? Ya Tuhan, Radea bahkan sudah lupa kapan terakhir kali dibonceng naik motor!

Galang masih memandangi kepergian Danil dan Radea. Cowok itu berdecak sinis.

"Kenapa lo?" tanya seseorang menepuk bahu Galang. "Ngapain lo deketin Sodako itu mulu?"

"Diem lo," bentak Galang sembari menepis tangan teman satu tongkrongannya itu, Riko-salah satu pemain basket dan dia kelas XI.

"Mata lo nggak bisa bohong kalau lagi pengin mangsa cewek. Liat-liat juga kali," celoteh Riko sembari melewati Galang. Dia masuk ke bus lebih dulu.

Sesaat kemudian Galang menyusul, dia duduk di samping Riko. "Gue suka cewek polos. Enak di-ajarin," katanya ambigu dan berhasil mengundang tawa Riko.

"Sifat bejat lo nggak cocok sama muka."

"Gue bakal dapatin dia, Ko. Liat aja," ambisi Galang. Dia menatap Riko di sampingnya yang masih tertawa. Riko menyepelekan niat Galang.

"Yakin lo kuat pacaran sama orang yang nggak bisa berteman begitu?"

"Kalau dia pacaran sama gue, gue yang bakal ngerubah dia." Galang mengungkapkan rencananya. "Jangan pangling entar lo. Dia punya modal, Ko. Dia cantik."

Riko membuka bungkus permen di tangannya sembari tertawa-tawa kecil. Dia berkata, "Lugu anaknya. Tega lo ngerusak?"

"Nggak gue rusak," kata Galang, "tapi kalau dia nggak nolak, gue bisa apa?" Setelah itu tawa keduanya meledak memenuhi seisi bus yang senyap.

"Berengsek lo, Lang!" umpat Riko masih di sela-sela tawanya. Seolah mereka memang pantas menjadikan sesama manusia bahan candaan. Seolah rencana yang diucapkan Galang adalah hal biasa dan tidak akan berakibat buruk buat orang lain.

🌇🌇🌇

Danil berdiri di samping motornya. Cowok itu mengambil helm berwarna biru muda berstiker kupu-kupu dan diberikannya pada Radea. Tadi Danil sempat meminjam helm itu pada Vinan.

"Danil, serius kita pake motor?" tanya Radea sembari menyambut helm yang diberikan Danil. "Diizinin pisah sama yang lain?"

"Boleh, gue udah izin," jawab Danil sembari memasang helm. "Lo nggak suka naik bus bareng mereka, kan?" Danil yakin akan hal itu. Dan dia sudah meminta izin kemarin dengan Pak Mukhlis untuk membawa motor sendiri. Awalnya tidak diberi izin dengan alasan takut terjadi hal yang tidak diinginkan di jalan. Namun karena Danil kukuh ingin membawa motor sendiri dengan janji akan baik-baik saja, akhirnya Pak Mukhlis luluh.

Danil mengambil helm di tangan Radea, gadis itu belum juga memasang helmnya. Radea hanya bisa diam saat Danil memperbaiki letak rambutnya ke balik daun telinga. Kemudian cowok itu memasangkan helmnya dengan telaten.

"Udah," kata Danil sembari tersenyum dan dibalas oleh Radea.

Danil naik ke motor, kemudian menoleh pada Radea, memberi kode agar gadis itu segera naik. Motor Danil tinggi membuat Radea bingung cara menaikinya. Ditambah rok abu-abu selutut yang dia kenakan. Apalagi Radea sudah bertahun-tahun tidak naik motor. Catat, ya: Sudah bertahun-tahun, bahkan Radea lupa kapan terakhir kali dibonceng pakai motor. Kali ini, dengan laki-laki pula. Kalau dia sama dengan cewek-cewek lain di luar sana, sih, nggak masalah, tetapi dia berbeda.

"Duduk nyamping aja, Ra," kata Danil, paham akan kekhawatiran gadis itu. "Pegangan di bahu gue."

Namun Radea masih belum naik juga, membuat Danil kembali menatapnya. Gadis itu mencengkeram rok sambil menatap Danil memelas.

Danil mendengkus, dia baru paham. Kembali Danil menstandar motornya. Cowok itu membuka jaket bomber yang dipakainya dan memberikan jaket itu pada Radea.

"Pake ini."

Radea menyambutnya sembari tersenyum kikuk. "Makasih, Danil," ucapnya, lalu segera naik ke motor dengan memegang bahu Danil. Dia meletakkan jaket Danil di pahanya.

"Udah?"

"Udah," jawab Radea.

"Pegangan, Ra," suruh Danil. Cowok itu mulai mengegas pelan motornya.

Tangan kanan Radea memegang pinggang baju sepak bola yang cowok itu kenakan. Sedangkan tangan kirinya memegangi jaket bomber di pahanya. Sebenarnya Radea bingung harus bagaimana. Dia duduk dengan canggung, benar-benar tidak terbiasa.

🌇🌇🌇

Motor Danil membelah jalan raya Ibu Kota pagi ini. Dia bisa merasakan cengkeraman tangan Radea di baju bagian pinggangnya. Danil tidak ngebut. Dia beberapa kali mengintip wajah Radea melalui spion, ekspresi gadis itu terlihat tidak nyaman.

"Ra," panggil Danil, dia semakin memelankan laju motornya.

"Hm?"

"Ada yang mau gue tanyain."

"Apa?"

Hiruk-pikuk jalan raya membuat Radea tidak mendengar apa yang dibicarakan cowok itu. Secara naluriah dia memajukan badan, kepalanya mendekat dengan bahu Danil.

"Ada yang mau gue tanyain!" ulang Danil sedikit berteriak.

"Tanya apa?"

Danil tidak langsung menjawab. Apa sudah tepat bertanya dalam keadaan seperti ini? Di jalan, di tengah keramaian Jakarta? Apalagi yang hendak dia tanyakan sedikit sensitif, mengenaik kecurigaannya terhadap Radea.

"Kos gue ... lo tau kos gue?"

Radea tidak menjawab. Perlahan dia memundurkan tubuhnya. "Aku nggak dengar," ucapnya lirih, tetapi mampu didengar Danil.

Cowok itu melirik spion. Wajah Radea berubah kaku. Bukan panik, bukan tidak nyaman. Tatapannya lurus tidak bergerak, cengkeramannya di pinggang Danil semakin longgar.

"Aku nggak dengar, Danil. Jangan tanya lagi." Ucapan Radea tenggelam oleh kebisingan sebuah motor yang menyalip motor Danil. Bola matanya masih terkunci di tengah-tengah.

Sayup-sayup Danil mendengar perkataan itu. Kini dia paham, Radea belum siap menjelaskan. Dan ... Danil akan memberikan waktu untuk gadis itu mencari alasan, mematahkan asumsinya yang dia sadar tidak masuk akal.

🌇

TBC ~♥~

Terima kasih sudah membaca.

Menurut kalian cerita ini gimanaaaaaa?

Sampai ketemu di part selanjutnya. ♡♡
Vote dan komen, yaaa. Gratis kok ♥♥♥♥
Ya kan ya kannnn.

Introvert VS Ekstrovert ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang