Merantau

1 0 0
                                    

Sang surya terbit dari arah timur dihiasi dengan embun-embun pagi yang membuat hijaunya pedesaan semakin asri. Rasa kantuk dan lelah semalaman suntuk mempersiapkan stok dagangan bisa terobati dengan suasana ini. Mulai hari besok aku akan bekerja untuk menjual dagangan di ruko yang berada di kota yang aku sewa dengan harga yang cukup miring, akan tetapi jarak antara ruko dan rumah sangatlah jauh. Itu yang menyebabkanku akan tinggal di ruko tersebut, karena masalah biaya. Tapi aku yakin inilah jalan yang tepat untukku. Karena rintangan kehidupan ini, akan membentukku menjadi sosok yang luar biasa kelak nanti. Aku yakin itu.

Hari ini aku akan pergi ke kota. Perjalanan dari desa ke kota kurang lebih tiga jam lamanya. Dengan bermodal kreativitas meskipun seadanya, aku berangkat dengan mobil kol dengan kecepatan 50 km/jam. Selama perjalanan aku dirundung rasa takut atas resiko-resiko yang mungkin akan terjadi padaku. Akan tetapi di hati kecilku aku memantapkan tekat yang mendobrak seluruh hasratku untuk bekerja keras di tanah rantau ini. Namaku Rusli, aku akan taklukan rasa takut ini dan berjaya di tanah ini. Itulah pedomanku.

Waktu terus berdetik memainkan perannya untuk memainkan kegelisahan para pedagang, khususnya aku yang masih baru memulai perjuangan. Semua cara yang halal aku lakukan untuk menarik pembeli. Seperti halnya mewarnai dinding toko dengan gambar-gambar yang klasik yang memberikan kesan elegan dan tentunya dengan baju dagangan yang menarik yang aku pasang di depan toko. Jam menunjukkan pukul sembilan malam hanya beberapa orang saja yang mampir, itu saja hanya melihat lihat saja. Toko pun saya tutup dan berharap esok akan ada orang yang memborong semua.

Pagi telah muncul dengan eloknya, menampilkan kesan yang hangat. Hari kedua, aku buka dengan semangat yang baru. Aku siapkan anyaman kreasi yang kubuat dari rumah dan aku tempelkan di dinding toko. Semoga saja orang tertarik dan ingin membeli produk baju yang kujual. Dan wow ini sungguh membuat banyak orang tertarik. Hari ini toko mulai ramai dan pembeli pun membeli produk ku dan mengapresiasi dekorasi yang kubuat. Ini sungguh membuatku bahagia.

Hari terus berganti uang yang aku kumpulkan semakin banyak. Sebagian dari uang kubelikan baju untuk aku jual kembali dan sebagiannya untuk keperluanku dan kukirimkan untuk orangtua di kampung.

Bulan yang menyenangkan sudah usai dimana pembeli datang dan membeli barangku. Sekarang toko mulai sepi. Aku berfikir apa yang dapat aku lakukan untuk menarik pembeli lagi. Selama beberapa hari ini aku hanya mendapatkan beberapa pembeli saja, tak banyak. Aku harus mencari cara. Hari terus berjalan di samping itu aku juga memikirkan cara agar produk bisa terjual dengan banyak. Aku pun memutar otak dan menemukan cara yaitu dengan cara online shop. Aku pun memjual baju dengan online juga.

Beberapa bulan telah berlalu sekarang bulan telah menjadi tahun, pasang surut telah aku lalui dengan banyak hal yang dapat aku pelajari. Ada hal yang membuat mata yang dulunya tegar menjadi basah, rasa dimana pasti dirasakan seorang anak yang ada di tanah rantau, rasa yang tak asing yang dirasakan anak yang rindu kepada orangtuanya. Meskipun aku masih berhubungan dengan orang tuaku melalui telepon suara tapi rasa rindu masih melandaku. Tetapi bulan-bulan ini masih sangat sibuk. Aku pun telepon kepada abah bahwa aku baru bisa pulang 1 bulan mendatang

"Assalamualaikum abah"
"Waalaikum salam nak, uhhukk uhuukk kapan pulang?" katanya sambil menahan batuk
"Abah maaf sekali bulan ini aku gak bisa pulang, bisa pulangnya bulan depan. Abah baik baik saja kan? Kok batuk?" Aku menahan tangis
"O begitu yo nak, indak popo selesaikan dulu aja pekerjaan nya. Uuhuuk uhhukk ini sedikit batuk nak tapi indak popo kok nak."
"Abah in..in..indak popo? A..a..ku pu..lang kalo begitu abah" aku pun menangis
"indak usah kalok udah selesai aja nanti abah tunggu kok, abah ini udah minum obat kok. Udah baikan ini nak. Ya udah kalok gitu abah mandi dulu ya nak" Kata abah menenangkanku
"A..a..abah aku kangen."
"Anak abah jangan gitu dong. Jangan jadi anak manja."
"Ya a..a..abah." Suara telepon abah terputus Tut Tutt Tuttt.

Aku pun lebih berkonsentrasi agar urusan dagangan bisa lebih cepat selesai dan aku pun bisa pulang cepat.
Seminggu telah berlalu aku masih sibuk dengan berbagai kontrak agar kondisi pemasaran dagangankun aman.

"Took tokk. Assalamualaikum ada surat untuk anda pak" kata pak pos.
"Oh ya."
"Tanda tangan pak!" Aku pun menandatangani surat terima dan langsung membaca surat tersebut.

Kepada anak abah yang amat abah cintai
Dulu kakekmu pernah menasehati abah "Nak kalok kamu nantinya sudah mempunyai anak, tanamilah dia tanaman yang baik dan taburilah dia pupuk yang baik juga, lalu ketika dia telah menunjukkan pertumbuhannya maka berilah dia pujian, agar dia tumbuh dengan baik maka engkau nantinya akan mendapatkan anak yang berbakti kepadamu." Abah telah melakukannya dan hasilnya memang betul abah mendapatkan anak yang berbakti dan hormat kepada abah dan bundanya, itu kamu nak. Abah bangga dengan kamu. Seperti yang kamu ketahui nak, abah ini sudah renta dan lemah. Abah tidak bisa banyak membantumu dalam kerjamu ini. Jadi tolonglah maafkan abahmu ini ya nak. Maaf kan abah dan bunda... Baik baik sajalah kau disana jaga akhlakmu dan selalu doakan abah dan bunda ya..

Abahmu yang banyak dosa

Seketika itu rasa di hati ini tidak ada dayanya, semua mati rasa. Aku pun langsung menancapkan gas pulang ke kampung halaman dengan rasa cemas. Apa yang terjadi? Aku bertanya-tanya pada diriku sendiri.

Kedatanganku di kampung disambut dengan hangat oleh bunda di rumah dan aku pun sangat merasakan kehangatan yang kurindukan itu. Aku pun menayakan pada bunda dimana abah, tapi bunda mengatakan abah masih di luar kota menemui temannya. bunda langsung merangkulku tanpa berkata sepatahpun.

"bunda sehat? Kok kelihatannya kurang sehat" tanyaku.
"bunda sehat kok nak, seharusnya ibu yang tanya kamu sehat apa enggak? air matanya meleleh pelan tapi pasti.
"Lo ibu kok nangis? Kenapa?"
"Ibu cuman kangen sama kau nak. Sampai sampai airmata bunda jadi keluar."
"Kan aku udah di sini buk. Jangan menangis kalo ibuk menangis aku juga ikut sedih." Aku pun juga ikut menangis.
"Bunda tak bisa menahan lagi, nak A..a..abahmu dua hari yang lalu meninggal." Kata bunda dengan nada terbatah batah.
"A..aa..aapa? bunda tidak bohong?" Aku terkejut atas perkataan bunda.
"Iyo nak abah meninggal."
"Lo ka..kaa..ta bunda abah menemui temanya?" Aku pun bertanya tersedu sedu menahan air mata.
"Maaf bunda tadi bohong. Abah sudah meninggal nak." Aku pun pingsan.

Beberapa jam kemudian aku pun siuman. Dan aku melihat bunda yang duduk di sebelahku melihatku dengan wajah yang pucat memegang tanganku.
"Nak ini minum dulu." Diberikanlah aku air
"Bunda, abah mana?" Tanyaku tak percaya bahwa abah sudah meninggal.
"Kata abah, abah akan selalu ada di hatimu nak. Jangan bersedih."
"Tapi?" bunda langsung menyelah
"Abah tak mau menyusahkanmu, abah ingin kamu jadi anak yang mandiri dan pemberani. Jangan menangis dan tegarlah menjalani hidup ini."
"I.. iya bunda.. aku sayang abah dan bunda. Aku menyesal tidak pulang sebelum abah meninggal"
"Sudahlah nak. Abah pasti memaafkanmu."

Beberapa bulan setelah kematian abah. Aku mengajak bunda untuk pergi tinggal di kota bersamaku. Aku tidak mau mengulangi kesalahan itu lagi.

A Weird Storyजहाँ कहानियाँ रहती हैं। अभी खोजें