Day 9

333 58 48
                                    


Hope you enjoy for this part

📝📝📝

"Just tell, I will listen, and absolutely I care."

📝📝📝

“Gue duluan ya, Cha!” Anneth melambaikan tangannya saat dia dan Charisa berpisah di pertigaan lorong sekolah.

Charisa mengangguk sembari mengulas senyumnya, lalu ia mulai berjalan lurus menuju ruang yang kini menjadi markas ekskul KTS. Sesuai dengan keterangan yang diberitahukan ibu Tina, maka pertemuan ketiga akan membahas materi dan juga sedikit sharing, setelah pertemuan kedua mereka yang hanya membahas sejarah konseling, dan pengenalan lebih jauh apa itu konseling.

Charisa sendiri memang menangkap semua pembahasan ibu Tina, akan tetapi entah mengapa pikirannya jauh melayang ke arah lain, lebih tepatnya fokus pikirannya berada pada cowok itu.

“Kenapa tuh muka?” Charisa mengernyitkan dahinya,

Friden balas menaikkan satu alisnya, “Muka lo kusut banget. Udah mau nyerah ya?” ucapnya setengah tertawa,

Sebenarnya niat Friden hanya ingin mencairkan suasana sejak Charisa memilih duduk di sampingnya lagi. Mereka kembali membentuk setengah lingkaran kecil dengan di ujungnya ada layar proyektor. Ibu Tina belum terlihat datang, hanya ada Joa dan ke empat teman satu ekskul mereka.

Charisa baru menyadari, rupanya hanya ia yang terlihat tidak terlalu bersemangat. Sejurus kemudian ia membalas tersenyum, “Lah lo apa kabar? Berani lo deketin kak Dion?” ledeknya.

Satu sekolahan juga tahu kalau Dion paling ogah dideketin siswa yang nggak setara dengannya. Setara dalam artian begajulan, tukang bikin onar, dan pastinya bukan siswa sok alim. Setahu Charisa, Friden termasuk siswa kelas menengah. Tidak terlalu nampak, nakal juga tidak, terlalu bodoh juga tidak, terlalu pintar apalagi, hidupnya seolah-olah datar saja. Maka jelas saja Charisa menanyakan apakah Friden berani mendekati pentolan sekolahnya itu.

“Sialan lo, ngeremehin gue. Nih!” Friden memamerkan chatnya dengan Dion pada Charisa. Sontak saja gadis itu mengerutkan keningnya, chat mereka berdua nampak seperti teman lama yang sudah lama tidak pernah chat. “Gimana? Gimana? Lah elo, gue tebak deh, lo aja belom dapet nomornya Clinton, kan?”

Mengingat Clinton, Charisa jadi sebal sendiri. Cowok itu mengingkari janjinya. Sudah dua hari terhitung sejak kemarin, cowok itu tidak terlihat di sekolah. Minus cowok yang ngaku-ngaku Clinton, tapi Charisa sangat yakin bahwa cowok yang sedang berkeliaran di sekolahnya itu bukan Clinton. Kepribadiannya memang benar-benar beda, bukan Clinton yang ia kenal.

“Yah malah bengong,” dengus Friden,

Bani dan Nathan yang tadinya asik mengobrol pun mulai menatap ke arah Charisa dan Friden,

“Bahas kak Clinton, ya?” timbrung Nathan,

Charisa lantas menganggukkan kepalanya, menatap curiga pada Nathan yang tiba-tiba menimbrung obrolannya dengan Friden.

“Emang rada aneh dia dua hari ini, tapi kata kakel sih, kak Clinton emang sering begitu.” Celetuk Bani menyahut,

Friden dan Charisa sama-sama mengernyitkan dahi mereka, dan mulai memahami dengan maksud mereka. Namun ada hal yang perlu Charisa cari tahu lebih jauh,

The RevealedDonde viven las historias. Descúbrelo ahora