Prolog

856 72 24
                                    


Terik panasnya matahari membuat kulit gadis itu memerah, apalagi di sekitaran pipinya. Meski pun wajahnya kadang seperti kepiting rebus yang memerah itu, ia tetap bersyukur setidaknya ketika terpapar sinar matahari, wajahnya tidak menghitam.

Charisa memasang maskernya, lalu melengok ke kiri dan kanannya, dilihatnya banyak sekali kendaraan lalu lalang di hadapannya. Asap yang dihasilkan dari kendaraan roda dua ataupun roda empat itu hampir membuyarkan pikirannya. Ia bahkan sempat mengumpat pada motor-motor dengan bunyi knalpot sialan itu.

“Uchaaa!!” tepuk seseorang ke pundaknya.

Matanya sempat melotot lalu mengisyaratkan untuk memelankan suara toa temannya itu. “Ssst, Neth! Diem!”

Anneth, teman sejak pertama kali ia menginjakkan sekolah ini mengerutkan keningnya heran. Heran dengan temannya yang memakai masker, padahal ini masih disekitaran sekolah. Lagipula, temannya itu pulang dengan mobilnya, kenapa mesti memakai masker?

“Lo ngapa dah? Pilek lo, Cha? Perasaan di kelas tadi sehat bugar aja lho,” Anneth memutar badan Charisa, lalu menempelkan tangannya ke jidat gadis itu.

“Eh iya, panas nih!!” Hebohnya kemudian yang mengundang perhatian siswa-siswi yang akan pulang.

Charisa langsung menyentil jidat temannya itu, “Panas karna kena sinar matahari, Anneth!”

“Ooh, bilang dong! Eh kenapa pake masker segala?” kepo Anneth,

Charisa memutar bola matanya malas “Menjalankan tugas negara.”

Temannya itu hanya menganggukkan kepalanya, lalu menyunggingkan senyum jahilnya. “Hati-hatii…” Anneth melongok ke kiri dan kanannya, lalu mendekatkan bibirnya ke telinga Charisa. “Kalo jatuh cinta!”

“Mulut lo ya, Neth! Ketularan Deven atau gimana sih?!” protes Charisa. Ia sampai mengetuk kepalanya sembari mengucap sumpah serapah semoga hatinya tidak tersangkut ke cowok paling aneh itu.

“Apa Deven Deven?!” tegur seseorang yang entah muncul darimana, Charisa hanya mendengus malas kalau beradu mulut dengan kekasih temannya itu.

“Neth, ayo!” Ajak Deven kemudian pada Anneth. Mesin kendaraannya pun belum dimatikannya, ia sudah jelas tidak mau menghabiskan tenaganya untuk berdebat dengan Charisa.

Anneth pun mengangguk dengan senyum yang sudah mengembang, “Bye, Uchaaquu, semangaat nguntitnya!” ledek Anneth sembari langsung menaiki motor Deven lalu menempuk pundak cowok itu meminta pacarnya untuk mengebut sebelum kena amukan Charisa.

"Dasar bucin lo berdua!" pekik Charisa.

Gadis itu kemudian menghembuskan nafas beratnya, mencoba menahan kesalnya dari pasangan terabsurd itu. Meskipun kadang membuatnya kesal, kalau bukan karena bantuannya yang jadi makcomblang, kedua orang itu mungkin masih sama-sama menyimpan perasaannya. Ya tapi, kalau sudah jadian dan kompak meledek dirinya yang masih sendiri ini, ia jadi kesal juga.

“Oke Ucha, fokus!” ucapnya menyemangati dirinya.

Tatapan gadis itu langsung terfokus pada cowok yang mengenakan hoodie hitam, sepatu hitam dan tas hitam. Oh jangan lupakan gelang hitamnya itu. Semua yang dikenakan cowok itu dominan hitam, Charisa jadi berprasangka kalau hidup laki-laki itu juga hitam.

Ia mengusap pelan dadanya, “Jangan subjektif, jangan subjektif!” ucapnya menasehati.

Cowok itu nampak melenggang pergi menuju gerbang utama sekolah. Charisa yang terbiasa membawa mobil setiap hari ke sekolah harus merelakan mobilnya terparkir di sekolah sampai ia kembali lagi setelah berhasil mengetahui kemana perginya cowok tersebut.

“Eh neng Ucha! Kok mobilnya ditinggal?”

Charisa lagi-lagi mengumpat marah dalam hati. Satpam sekolahannya itu begitu mengenali dirinya meski memakai masker yang menutupi setengah wajahnya. Matanya pun tetap mengawasi jalan cowok itu, hingga cowok tersebut berjalan menyebrangi jalanan dan berhenti tepat di halte bus seberang sekolahnya.

“Eh anu pak, titip mobil diparkiran ya! Ntar saya balik lagi kok. Oke pak Ujang, bhay!” Charisa buru-buru berlari setelah melihat ada bus yang singgah di depan halte. Tidak perduli dengan panggilan pak Ujang.

Untungnya jalanan tidak terlalu ramai, Charisa bisa dengan mudah menyebrang dan buru-buru menaiki bus itu. Demi apa pun, untuk pertama kalinya ia menaiki angkutan umum hanya karena harus mengetahui apa yang disembunyikan cowok itu.

Charisa melongokkan kepalanya di tengah padatnya orang-orang di dalam bus ini. Belum lagi ia harus menahan indera penciumannya dari bau asap rokok yang sangat mengganggunya.

“Udah duduk kayaknya,” gumamnya pelan setelah tidak mendapati cowok itu di antara orang-orang yang berdiri di bus yang sudah menempati kursi kosong.

Charisa pun mendapati kursi kosong dua dari belakang, pantatnya pun mendudukinya, lalu matanya melirik ke kursi di sampingnya yang masih kosong. Kemudian ia mencari-cari di mana cowok itu duduk dengan matanya yang intens melihat sekeliling di dalam bus itu. Kalau sampai ia salah masuk bus, sia-sia saja yang sudah ia lakukan.

Lehernya pun jadi sakit karena terus menengok ke sekitarnya, ia jadi teringat dengan pesan dari mamanya yang belum sempat ia balas. Dengan gerakan cepat ia mengambil handphonenya yang di dalam tas, lalu membuka aplikasi WA dan membuka pesan dari mamanya lebih dahulu sebelum membuka grup keluarganya yang selalu ada keributan spam chat setiap harinya.

Sesaat Charisa terdiam mendapati chat whatsapp yang barusan masuk ke notifikasinya dan sialnya ia membuka pesan itu dengan utuh.

Sesaat Charisa terdiam mendapati chat whatsapp yang barusan masuk ke notifikasinya dan sialnya ia membuka pesan itu dengan utuh

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Seketika tubuhnya pun langsung menegang dengan matanya yang sudah membulat.

“Lo mau tau apa sih dari gue?”

📝📝📝

Bagaimana prolognya? 😊

The RevealedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang