HC 35

33.4K 3.2K 53
                                    

Bulan Desember telah berakhir, tahun telah berganti. Menyambut 365 hari lagi dengan rasa yang masih sama dengan orang yang sama. Setidaknya itulah yang tetap Danis pertahankan sampai di titik sekarang.

Perasaannya masih tetap untuk orang yang sama. Annisa Shaqina Azzahra, gadis yang pertama kali menebar senyum manis dan rasa hangat yang menjalar dalam dada. Lengkungan cantik bak bulan sabit yang sampai saat ini masih dirindukannya.

Sampai hari di mana Annisa tidak menjawab pengakuannya, nyatanya Danis masih tetap memperjuangkan gadis itu sepenuh hati. Tidak peduli siapapun yang berusaha merebutnya, dan apa-apa yang terjadi di masa depan. Selagi rindunya masih tetap utuh, hatinya akan selalu berharap pada orang yang sama.

Perempuan yang masih juga terlelap dalam tidur panjangnya.

"Semuanya seratus ribu, mas."

Danis merogoh tangannya di saku belakang celana abu-abunya. Mengeluarkan dompet kulit berwarna hitam dan menyerahkan selembar uang berwarna merah muda.

Mbak karyawan itu menyerahkan sebuket bunga mawar berwarna putih yang sudah dirangkai dengan rapi. "Pacarnya pasti beruntung punya pacar seromantis, mas."

Ya, Danis sekarang menjelma menjadi lelaki paling romantis sedunia. Sampai karyawan toko bunga langganannya sudah hafal setiap tiga hari sekali Danis datang untuk membeli sebuket bunga mawar dengan warna berbeda setiap kalinya.

"Jangan doakan jadi pacar, mbak, nanti kalo putus nggak enak." Kalimat itu terlontar santai dari pemuda belasan tahun itu, membuat mbak karyawan kebingungan. "Jadi istri aja, biar halal dunia akhirat," lanjutnya.

Hal itu disambut dengan rona merah yang menjalar di pipi mbak karyawan, meskipun bukan untuknya tetapi kalimat yang Danis ucapkan sukses membuat siapapun perempuan terbang ke langit ketujuh, termasuk mbak karyawan itu.

"Makasih ya, mbak."

Langkah Danis melenggang dari toko bunga tersebut dan menghampiri mobil hitamnya terparkir dengan gagahnya. Danis meletakkan bunga itu di kursi samping kemudi, menatapnya dengan tatapan nanar. Buket bunga itu menandakan bahwa sampai sekarang Annisa belum juga terbangun dari tidur panjangnya dan Danis rindu.

Pasca operasi besar setelah kecelakaan itu, Annisa mengalami koma. Sempat di tengah operasi gadis itu hampir dinyatakan meninggal karena tekanan darah yang menurun drastis, namun keajaiban terjadi, tanda vital Annisa kembali. Allah memberinya kesempatan dan semua orang untuk mengharapkan kesembuhan gadis itu. Meskipun sekarang yang terjadi adalah Annisa terlelap dengan mimpi-mimpi panjangnya.

Pemuda itu menekan pedal gas, melajukan kendaraan menuju rumah sakit Zahra Medika, tidak jauh dari pusat kota Yogyakarta. Sudah dua hari dirinya absen membesuk karena simulasi ujian dan jadwal bimbel menganggu waktunya.

Sampai di rumah sakit dia langsung bertolak menuju lantai empat, di lorong ruang ICU saling berjajaran. Setiap pasien yang berada dalam ruangan tersebut memiliki penyakit yang cukup serius.

Danis hendak mengetuk dan masuk ke dalam ruangan saat tanpa sengaja telinganya mendengar pembicaraan dokter pada Alfiyah, mama Annisa. Dia memilih untuk tetap menunggu di luar sampai dokter keluar ruangan.

"Assalamualaikum, Tante."

Danis menyalami punggung tangan perempuan paruh baya di depannya saat dokter spesialis syaraf sudah pergi. Wajah yang sedikit keriput itu masih tetap cantik dan terawat. Air mukanya menunjukkan rasa bahagia, berbeda dengan sebulan belakangan yang menguras air mata.

"Waalaikumussalam, Danis."

"Bagaimana keadaan Annisa, Tante?" tanyanya hati-hati.

"Alhamdulillah, Annisa membaik. Tiga hari ini sudah menunjukkan respon." Ada kelegaan yang terpancar di wajah ibu dua anak itu. "Tante mau sholat dulu, titip Annisa ya."

HALAQAH CINTAWhere stories live. Discover now