5. Pulang Bareng?

Start from the beginning
                                    

Sewaktu hanya ada mereka di sana, Dewa dengan spontan mencubit hidung Mona agar gadis itu mengangkat kepalanya. Hati Dewa teriris--sakit sewaktu melihat Mona hampir menangis seperti itu.

"Mona," panggil Dewa halus.

"Wa, gue jahat banget ya sampai-sampai Dirjan gak mau maafin gue? Dia dingin banget ke gue, Wa."

Dewa terpaku. Tangannya bergerak untuk mengacak-ngacak rambut Mona sekilas. "Gak boleh ngomong gitu. Dirjan cuma butuh waktu sebentar lagi."

Mona menghela napas berat. Pikirannya kacau saat membayangkan berapa lama waktu yang Dirjan butuhkan agar mau memaafkan dirinya? Mona akui bahwa dia telah bersalah karena telah meninggalkan Dirjan di saat laki-laki itu telah menyayanginya dengan sepenuh hati. Tapi ... bukankah pintu maaf itu selalu ada?

"Lo bawa apa tuh? Nasi goreng ya?" tanya Dewa berusaha memecahkan suasana. Dia tidak ingin melihat Mona terus berlarut dalam kesedihannya.

"Iya. Gue bawainnya buat Dirjan tadi. Tapi dia nolak."

"Kalau gitu buat gue aja boleh gak? Soalnya gue gak sempat sarapan tadi."

Belum sempat Mona menjawab, Dewa langsung merampas benda biru yang berada di tangannya. "Makasih ya," tukas Dewa riang. Selepasnya, Dewa langsung pergi dari sana.

Untuk kesekian kalinya Mona menghela napas lega. Akhirnya nasi goreng buatannya itu tidak terbuang sia-sia.

Tapi ... tunggu! Seingat Mona, Dewa itu sama sekali tidak menyukai nasi goreng. Lalu, tadi itu apa?


♥♥♥

"

Alen," panggil Fanesa di saat mereka tengah bersiap-siap untuk ke kantin.

"Hm?"

"Minggu depan, kan, bakalan ada acara peringatan ulang tahun sekolah sama reuni. Damian-lo bakalan pulang gak?"

"Katanya, sih, pulang," sahut Alena. Mereka mulai melangkah keluar kelas, menuju ke tempat dimana perut mereka bisa diisi.

"Bakalan senang, dong! Setelah sekian lama, akhirnya kalian bisa ketemuan juga," sorak Fanesa gembira.

"Iya, Sa. Gue senang," balas Alena yang juga ikut tersenyum karenanya. Ah, bahkan membayangkan bertemu dengan Damian sudah membuat Alena loncat-loncat jika ia lupa bahwa sekarang dirinya tengah berada di sekolah.

Jauh-jauh hari Alena telah memikirkan apa saja yang akan dibahas dengan Damian. Terlebih, tentang hubungan beda agama yang tidak direstui.

"Eh, Alen-Alen." Fanesa menyikut lengan Alena, membuat lamunannya buyar.

"Apa?"

"Itu ada Dirjan tuh," tunjuk Fanesa menggunakan dagunya.

Tak terasa mereka telah sampai di kantin dan sekarang Alena melihat Dirjan yang tengah mengobrol bersama teman-temannya.

"Ada Damar juga. Uh, tampannya ...."

Bisa diperjelas, selain Alex, Dewa, dan Fendi, Dirjan juga mempunyai sahabat yang lain. Namanya Damar. Selain dingin dan minim ekspresi, Damar juga jarang berbicara.

Lihatlah kalian, bahkan saat semua teman-temannya tertawa karena Fendi yang tak sengaja menyemburkan air ke seragam Alex, Damar hanya menatap saja.

Namun anehnya, Fanesa malah menyukai laki-laki tersebut. Kalau kata Fanesa, sih, cowok dingin itu memiliki aura yang lain. Menurut kalian gimana?

"Terus apa hubungannya sama gue?" tanya Alena ketus.

"Kali aja lo suka," jawab Fanesa kelewat santai.

"Gak bakalan, Sa."

"Kenapa, sih, kenapa? Dirjan itu cowok humoris yang digilai banyak cewek, Al."

"Kecuali gue. Gue gak suka sama laki-laki yang banyak bacotannya. Lagian gue juga udah punya pacar."

"Pacar diem-diem," sinis Fanesa yang tahu bahwa Alena menyembunyikan hubungannya dari Lauren--sang ibunda tercinta.

"Daripada gak ada sama sekali." Setelah membalas ucapan Fanesa dengan tak kalah pedasnya, Alena langsung melenglang pergi untuk memesan makanan kepada ibu kantin.

"Wahh ... sembarangan banget ya mulut? Kaya boncabe, pedas!" teriak Fanesa yang tidak memerdulikan bahwa seluruh penghuni kantin telah menatapnya.

♥♥♥

Bel berbunyi untuk kesekian kalinya. Saat ini, seluruh penghuni kelas diperintahkan untuk pulang.

Alena terlihat berlari pada lorong kelas yang sepi. Dia terlambat keluar karena harus meletakkan buku ke perpustakaan.

Dengan napas terengah-engah, akhirnya Alena berhasil menginjakkan kaki ke halte. Namun, matanya lagi-lagi membola sewaktu melihat angkot yang melaju, bergabung bersama dengan kendaraan lain di jalan raya.

"Yah ... ditinggal gue," kesal Alena yang menatap tak percaya bahwa kini dia hanya seorang diri di tempat ini.

Dengan perasaan dongkol, Alena mendudukkan tubuhnya di atas kursi halte. Pikirannya berkecamuk. Ah, mungkin ini semua terjadi karena tadi dia berbohong ke Pak Wahyu--supir pribadinya.

"Bapak nanti gak usah jemput saya ya. Soalnya saya ada kerja kelompok."

"Tapi nanti kalau ketauan nyonya saya gak jemput Non Alena, saya bakalan dimarahi," imbuh Pak Wahyu.

"Gak bakalan ketauan, Pak. Lagian mama juga lagi keluar kota, kan? Saya gak lama, kok."

Bohong! Itu semua adalah rencana Alena--rekayasanya. Siang ini Alena berencana untuk ke toko musik. Dia ingin membeli biola klasik yang sangat diidam-idamkan olehnya.

"Sendirian, Ra? Boleh Aa anterin pulang gak?"

♥♥♥

Jangan lupa vote and coment 😘

Fall in Love Again? ✔ (TAMAT)Where stories live. Discover now