-ˏˋ O1 - kala batavia menua ˊˎ-

Mulai dari awal
                                    

      Satresna mengalihkan pandangan ke arah Nan. Sungguh Pertiwi, Nan benar penasaran. Rupa pemuda itu sedari tadi belum konangan. Belum lagi, pemuda itu tak memberi jawaban, malah turun dari kendaraan.

      Dan saat pemuda itu singgah di hadapan, dengan satu gerakan, ia berhasil melebur rasa penasaran milik Nan. Pada saat itu, hanya ada satu hal yang memenuhi ruang pikir milik Nan, tampan. Siapa yang menyangka? Kalau Satresna jua melepas pelindung kepala milik Nan diiringi dengan seulas senyuman? Bukan hanya itu Batavia, Satresna bahkan menyela rikma milik Nan agar mau singgah di belakang telinga. Dan ya, hastanya lekas melepas pelantang suara dengan sekali duga.

      "Makanya, kalau lagi nyetir motor, jangan pakai earphone. Bahaya. Punya mata juga dipakai."

      "Sorry. Lo hampir aja ketilang kalau bablas ambil jalan tadi," sambungnya selepas sadar akan tindaknya yang dapat dibilang kurang ajar.

      Nan yang tengah membuka pigura tak percaya lekas mengurai kata. "Ih jadi tadi ada polisi gitu? Ya ampun, kok aku bisa nggak ngeh sih? Ya Tuhan, untung aja ada kamu. Kalau nggak ada kamu pasti—"

      "Rumah lo di mana? Mau gue antar?" potong Satresna. Jujur saja, ucap milik Nan teramat mengganggu telinga. Ia jua tak mau lama-lama berbicara dengan pemudi yang bahkan ia tak tahu asmanya.

      Nan hanya mengangguk sebagai jawabnya. Ah Batavia, jadi ini yang anak manusia sebut-sebut dengan cinta pada pandangan pertama?

      Kalau boleh tau siapa asma pemuda ini, semesta? Siapa jodohnya? Di mana rumahnya? Sayangnya, himpunan tanya itu hanya bisa disimpan. Hari ini, Batavia tak memberinya kesempatan untuk berkenalan. Dan Nan hanya bisa menyimpulkan, kalau pemuda itu adalah Sang.
 
      Iya Sang.

      Sang penyelamat Hari Selasanya.

      "Gara-gara lo nih, motor kita semua jadi kena sita

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

      "Gara-gara lo nih, motor kita semua jadi kena sita. Makanya, kalau nyetir itu pakai mata." Andaru melempar raga di kedera berbusa dengan rupa murka. Sedari tadi piguranya tak henti berucap kata.

      Satresna menatap satu persatu pemuda itu kala kedatangannya hanya disambut suara rosa. "Kenapa lo semua? Eyang mana?"

      "Di kamar," jawab Bhumi. Hanya pemuda itu yang masih mampu mengatur rasa jengkel terhadap Kael.

      "Lo semua kenapa?" Tanya yang belum sempat diberi jawab itu kembali ia ulang.

      Gara yang sedari tadi sibuk dengan gawainya lantas membalas, meski tak mau beralih paras. "Kael kena tilang. Eyang tau, dan motor kita semua bakal disita. Dan kata eyang, kita bertujuh, harus berangkat sama-sama mulai besok."

GUGUR SELINDUNGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang